5 Faktor Penyebab Gagalnya Menulis Buku

 
maria-g-soemitro.com
sumber: canva.com

 5 Faktor Penyebab Gagal Menulis Buku


Pernah berbincang dengan diri sendiri? Saya sering, dan bertambah sering menjelang akhir tahun 2022 seperti sekarang. Sedihnya kok muncul pertanyaan seperti ini: Aduh kok saya begini ya? Kok saya begitu ya?

Huhuhu pundak terasa berat. Berat banget! Setelah cari penyebabnya, ternyata jawabannya adalah: Banyak resolusi yang belum tercapai! 

Entah sejak kapan saya mulai mencanangkan resolusi, mungkin sesudah sering mengikuti talkshow, baca buku dan sumber lain yang kurang lebih bilang: “Kamu harus punya resolusi, karena tanpa resolusi, hidupmu tanpa tujuan!

Gak mau dong hidup tanpa tujuan, saya pun mulai mencanangkan beberapa resolusi, seperti: pola makan food combining, latihan beban untuk mengganti latihan kardio, 200 postingan blog/tahun dan menulis buku solo!

Banyak ya? 

Sebalnya, andai dianalogikan drama Korea yang mencapai 16 episode, resolusi yang saya raih baru mencapai 4-5 episode, malah ada yang baru 1 episode, itu pun belum beres.

Baca juga:
Enggak Mau Pikun di Usia Dini? Yuk Ngeblog!

Story Telling 5 Blogger Ini, Keren Banget!

Daftar Isi
Resolusi Menulis Buku yang Gagal
5 Faktor Penyebab Kegagalan Menulis Buku Solo

  • Melompat ke Hasil Akhir
  • Beban Tingginya Ekspektasi
  • Gak Percaya Diri
  • Kecewa pada Progress
  • Stuck, Kehilangan Ide


Mungkin ada yang bertanya, ngapain sih capek-capek bikin resolusi? Toh biasanya berakhir gagal?

Bener banget! Hasil jajak pendapat yang diadakan Forbes, setelah 30 hari, kurang dari 25 persen mematuhinya, dan hanya 8 persen yang benar-benar menindaklanjuti resolusi mereka.

Nah, saya ingin termasuk yang 8 persen tersebut. Saya setuju dengan pendapat para pakar bahwa kita harus punya tujuan hidup. Tanpa resolusi, kita seperti masuk mobil dengan baju bagus dan make-up lengkap, tapi gak tau mau kemana. Aneh, kan?

Karena itu, setiap tahun saya selalu membuat resolusi. Mungkin isi resolusi sama dengan tahun sebelumnya, tapi sudah direvisi, disesuaikan dengan kemampuan dan perubahan situasi.

Tahun 2021 misalnya, saya membuat resolusi harus membuat 200 postingan blog, eh ternyata hanya mencapai sekitar 188 postingan. Mengapa tidak tercapai? Saya cek bulan-bulan sepi postingan dan mendapat jawabannya.

Tragisnya tahun 2022, jumlah postingan di blog ini baru mencapai 91 tulisan. Hiks sedih banget. Harga yang harus saya bayar karena mengerjakan job di luar blogging. Rencana menulis buku solo pun semakin jauh dari realita.

 

maria-g-soemitro.com
sumber: canva.com

5 Faktor Penyebab Kegagalan Menulis Buku Solo

Wah harus ditata ulang nih resolusinya. Dimulai dengan mencari penyebab dan menemukan resolusinya, agar tahun 2023 bisa mulai nyicil menyusun buku solo.

Apa saja penyebabnya? Paling tidak ada 5 faktor yang jadi biang kerok kegagalan menulis buku, yaitu:

Melompat ke Hasil Akhir

Banyak pakar yang bilang bahwa salah satu penyebab kegagalan adalah gak bikin rancangan prosesnya. Contohnya: Setiap malam harus menulis 500 kata. Sebetulnya ini mirip yang dilakukan A. Fuadi, penulis buku best seller “Negeri 5 Menara” dan yang terbaru dan dibuat filmnya adalah “Ranah 3 Warna”.

Kiat tersebut dibagikan A.Fuadi dalam suatu talkshow yang digelar Kompasiana dan Bank Indonesia beberapa tahun silam.

Tentu saja sudah saya coba. Sayangnya kurang berhasil. Mungkin karena setiap orang punya gayanya masing-masing ya? Nah, saya termasuk orang yang harus “menjiwai” tulisan. Akibatnya saya kesulitan jika harus menulis 2 tema dalam suatu waktu.

Seperti usai menulis paid post tentang asuransi, kemudian beralih ke tema buku yang sedang saya tulis. Seolah saya harus masuk ke dalam suatu dunia, kemudian keluar dan masuk lagi ke dunia lainnya.

Solusinya sudah saya temukan sih, yaitu meniru dokter Posma Siahaan. Kompasianer dari Palembang yang pernah meraih penghargaan Best in Specific Interest Kompasiana Award pada 2018 ini, aktif mengupas kasus penyakit yang ditemui di ruang prakteknya.

Sehingga dengan mudah mengumpulkan tulisan untuk pembuatan buku. Pastinya ada proses editing dan lainnya, tapi bahan baku buku sudah tersedia.

Beban Tingginya Ekspektasi

Kondisi yang sama kerap dialami kala kita menulis untuk lomba menulis di blog. Karena tahu bakal dinilai juri, penulis biasanya merasa gamang, terbebani tingginya ekspektasi.

Sementara penilaian juri sulit ditebak. Setiap juri memiliki latar belakang berbeda yang akan mempengaruhi subjektivitas penilaian. Sehingga jangan bingung saat membaca hasil karya juara umum ternyata berbeda dengan ekspektasi. 

Jadi menulis mah menulis aja. Tidak ada salah dan benar dalam suatu karya. Yang ada hanyalah cara pandang yang berbeda.

Gak Percaya Diri

Mirip kasus di atas, namun menghantam mental.  Bisa jadi penyebabnya adalah status di media sosial, atau “omongan” panjang lebar yang mendiskreditkan penulis Indonesia, seperti: terlalu inilah, kurang itulah, dan seterusnya.

Kala membacanya, saya kerap tersenyum. Ini mirip komentator yang memberi penilaian negative pada pemain sepak bola dan permainannya, sementara dia sendiri gak bisa main bola!

Untuk menangkis serangan dan menambah kepercayaan diri, solusinya adalah membaca dan belajar. Membaca apapun. Belajar apapun. Tanpa batas. Termasuk mempelajari beragam bahasa.

Saya pernah membaca artikel di Intisari,yaitu wawancara bersama penerjemah novel “Harry Potter” karangan JK Rowling. Sang penerjemah memuji keluasan pengetahuan dan kemampuan JK Rowling dalam berbahasa, sehingga JK Rowling mampu menciptakan berbagai mahluk yang menghidupkan buku “Harry Potter”.

Nah, jika kamu mau mengikuti jejak JK Rowling, bisa banget menengok blog Annisakih, seorang momblogger yang membahas tentang Bahasa Melayu.

Kecewa pada Progress

Sering banget nih. Udah selesai menulis, tapi kok gak sreg dengan hasilnya. Apabila tulisan paid post yah terpaksa tetap diposting. Beda halnya tulisan organik, saya kepaksa menyimpan dalam draft blog.

Nasib si draft blog ada 2, saya lupa atau saya bertemu tulisan yang menginspirasi untuk “melawannya”. Seperti beberapa waktu lalu, saya menulis tentang anjuran menggunakan wadah ramah lingkungan untuk daging kurban.

Entah mengapa saya gak sreg untuk mempublish tulisan tersebut. Tak dinyana ada tulisan kompasianer (kontributor UGC Kompasiana lainnya), yang mengkritik larangan penggunaan kantong plastik.

Bak tersulut api, saya pun membalas tulisan tersebut (di Kompasiana ada budaya tulisan berbalas tulisan, sehingga disediakan fiturnya oleh admin). Tentu saja, agar nyambung, saya melakukan sedikit koreksi di sana dan di sini.

Demikian pula dengan kala menulis buku. Tetap menulis hingga akhir, kemudian koreksi saat menemukan tambahan/pengurangan kalimat, agar tulisan “bernyawa” dan penulis puas membacanya.

Menurut saya, syarat utama membuat tulisan adalah penulis harus puas dan percaya akan tulisannya. Karena bagaimana dia bisa menjawab pertanyaan editor dan lainnya, jika dia gak menganggap tulisannya bagus?

Stuck, Kehilangan Ide

Niat nulis, tapi bengong di depan computer. Duh sering banget deh. Tapi jangan kecil hati, dari hasil browsing, banyak kok penulis yang mengalami “penderitaan” ini.

Bagaimana mengatasinya? Setiap orang punya cara berbeda untuk mengatasinya. Salah satunya dengan membaca ulang draft tulisan hingga menemukan ide melanjutkan tulisan.

Kebiasaan saya mungkin terdengar nyeleneh. Ketika stuck, gak tau harus menulis apa, saya akan meninggalkan computer dan mulai menyapu rumah atau pekerjaan rumah lain yang sewaktu-waktu bisa ditinggalkan. 

Saat bebenah rumah, biasanya muncul ide: judul, prolog atau bagan tulisan. Jika sudah demikian, harus segera ditulis. Penundaan akan membuat ide menguap hilang.

Sebelnya,  saya sering tergoda meninggalkan tulisan untuk membuat camilan. Terlebih tempat tinggal saya sekarang di Bandung coret, sangat miskin penjual camilan. Layanan camilan via Gofood atau Grabfood selain jauh, juga sangat terbatas.

Akibatnya bisa dua kejadian: Camilan gosong atau tulisan tetap terbengkalai.😭😭

Namun apa pun kendalanya, ada kalimat indah dari Fatima Mernissi, seorang intelektual dan penulis asal Maroko, yaitu:

 

maria-g-soemitro
sumber: mjs channel


Sangat menggoda untuk dipraktekan bukan. Terlebih mengingat buah pemikiran perempuan cantik yang lahir pada 1940 ini,  tidak saja berhasil memberikan pengetahuan pada orang-orang, tapi juga dalam membuat mereka berpikir.

Buku-buku Fatima Mernissi telah diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa. Dia juga pernah menerima sejumlah penghargaan internasional yang prestisius atas perjuangannya, termasuk Penghargaan Erasmus (Eropa) dan Penghargaan Pangeran Asturias (Spanyol). (sumber)

Baca juga:
5 Tips Menulis dari Channel Wisnu Nugroho

5 Tantangan Blog Walking dan 5 Manfaatnya






24 comments

  1. Well noted bangetttt Ambu

    Ya ampuunn daku juga sering mengalami kebuntuan kalo blogging

    Bismillah, semoga 2023 lebih baiikk lagi.

    Makasiii insight nya Ambu 😂😁

    ReplyDelete
  2. Ahh jadi penasaran dengan karya Fatima Mernissi, aku belum pernah baca, mbak. Untuk resolusi nulis blog, tahun ini termasuk lebih banyak dibanding tahun 2021. Tahun kemarin tahun sarat duka tapi malah enggan curhat di blog. Tapi tetep kalah sama mba Maria, punyaku baru 60an

    ReplyDelete
  3. Kegagalan menulis buku juga bisa dikarenakan konsep yang kurang matang. Jadi eksekusi nya juga bingung. Terus nggak konsisten nulis sesuai rencana

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah aku lagi berproses untuk merampungkan buku soloku ambu. Pengennya insyaallah 2023 awal rilis. Ini perjuangannya benar-benar, bertahun-tahun. Aku selalu percaya tak ada yang bisa mengalahkan tekad. Jadi, kalau tekad kita kuat, tak perlu ragu, mimpi itu lama kelamaan akan menjadi kenyataan.

    ReplyDelete
  5. Menjadi penulis memang banyak kesempatan dan tantangan apalginrevolusi berupa karya spesifik buku solo. Lima hal yang dialami penulis bisa terjadi saat penulis lain melakukannya. Alhamdulillah sudah pernah menulis menjadi sebuah buku.

    ReplyDelete
  6. aku juga sudah lama ga nulis buku, pernah punya 2 buku antaloq bersama teman teman blogger. Jadi baca artikel ini pengen bikin buku lagi deh ....

    ReplyDelete
  7. Gak percaya diri ini yang sangat menghantui saya pribadi saat ada keinginan mau bikin buku atau kisah yang dibukukan. Merasa gak pantaslah, atau merasa gimana ... Meski akhirnya ya punya buku solo dan antologi juga

    ReplyDelete
  8. Terdistraksi oleh hal lain, kayak misalnya karena ada kerjaan atau jalan-jalan jadilah proyek nulis bukunya lagi-lagi terlewatkan. (jadi curhat deh daku ke Ambu, hehe).

    ReplyDelete
  9. MashaAllah~
    Seneng banget dapet insight mengenai resolusi begini.. Tujuannya apapun, aku rasa menuliskan resolusi ini penting untuk pencapaian seseorang. Usaha maksimal, doa dan in syaa Allah mestakung.

    ReplyDelete
  10. Awalnya, sering banget mikir kalau menulis buku itu mudah banget sat set gitu, eh ternyata banyak banget rintangannya.. dari kelimanya hampir semua pernah merasakan, apalagi waktu menulis buku solo

    ReplyDelete
  11. ternyata berat juga ya perjuangan penulis untuk menulis buku solo. Jleb banget cerita JK Rowling yang dimana dia nggak sekadar menulis, tapi diimbangi dengan pengetahuannya yang keren, juga bahasa. Emang suka sekali dengan penulis yang pakai diksi yang tidak biasa.

    Semangat untuk kita semua. Semoga para bloger punya buku solo agar manfaatnya makin meluas. Semangat juga untuk Ambu. Salut banget ada bloger yang bikin target postingan per tahun bahkan punya target menulis buku solo. Semoga suatu saat akupun bisa menulis buku solo. Amin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin..
      Walau banyak tantangan yang dihadapi saat akan menulis buku solo, tetapi harus yakin bahwa bisa menuntaskannya.

      Kalau gak ya, mau kapan kelarnya?

      Delete
  12. Gimana mau nulis buku, ngisi blog dengan tuntutan 1000 kata aja masih sering ngelbank.
    Saya termasuk yang harus dicambuk dengan tuntutan semisal ikut arisan baclink supaya ada why nya nulis.
    Terimakasih Ambu, catatannya bikin kedorong supaya ngga cuma bisanya nulis blog, tapi minimal melahirkan 1 buku yaa... Aamiin...

    ReplyDelete
  13. Belum sama sekali membayangkan bisa nulis buku, karena waktunya belom memungkinkan, hehehe.
    Nulis blog aja, baru se paragraf, udah disambi ini itu, nggak bisa membayangkan baru punya ide baru, eh mau ditulis malah anak-anak udah teriak minta ini itu, hahaha.
    semoga nanti bisa nulis buku, kalau anak-anak udah lebih mandiri :)

    ReplyDelete
  14. Saya termasuk salah seorang yang selalu berusaha membuat list resolusi tahun depan. Tujuannya persis seperti analogi yang Mbak Maria tulis di atas. Sudah naik mobil, berpakaian rapi, tapi gak tahu mau kemana.

    Saya juga punya resolusi melahirkan 1-2 buku solo di 2023. Persiapannya jalan tapi super slow seperti kura-kura hahahaha. Jadi sembari si solo itu lahir, saya bergiat dengan antologi. Semoga buku keroyokan ini jadi pengobat resolusi.

    Ada juga resolusi ingin ikut lomba menulis. Setidaknya 2 kali dalam 2023. Udah dicatat nih eehhh lah kok terlewat terus DL nya. Yang ada malah ngukur jalan terus hahahaha.

    ReplyDelete
  15. Berasa dijewer bacanya, terima kasih pencerahannya Ambu, memang ya banyak faktor yang bisa memicu gagalnya kita menulis buku. Dan benar adanya, kalau ada ide harus segera ditulis karena penundaan akan membuat ide menguap hilang.

    ReplyDelete
  16. jangankan menulis buku, sebagai blogger sja saya masih suka stuck alias kehilangan ide dan jadinya jarang update artikel di blog, kalau sudah begini suka kecewa sama diri sendiri. huhuhu

    ReplyDelete
  17. memang banyak faktor yg bikin gagal ya mba, tpi saya percaya everything happen for a reason sih, mungkin blm waktunya juga

    ReplyDelete
  18. Menulis setiap hari masih menjadi wacana indahku Ambu, pengen banget kontinyu dengan menulis harian tapi apalah daya dalam keseharian selalu ada saja hal yang bikin delay untuk menulis harian.

    ReplyDelete
  19. Saya pertama menerbitkan buku saya justru karena ada energi eksternal, karena kalau ga dipaksa pasti rasanya malas. Betul kata Mbak Maria, malas adalah faktor terbesar yang bikin gagal nulis.

    ReplyDelete
  20. Hehe..., ayo Ambuuuu, semangat nulis buku solonya. Percaya deh, sensasi rasa dari buku solo itu berbeda banget dengan buku antologi atau tulisan di blog. Tepatnya sih, semua memiliki sensasi tersendiri.

    ReplyDelete
  21. Resolusi yang gagal dari tahun ke tahun ini jadi banyak alasan untuk gagal di resolusi berikutnya. Memang perlu banget menanamkan mindset positif terhadap setiap goals yang kita rancang. Meski belum berhasil, tapi terus mencoba dan mencoba lagi hingga berhasil.

    Berat banget sih memang..
    Apalagi adanya stigma negatif mengenai penulis yang keseringan pake alesan writer's block. Huhu... Hebat Ambu. Mari kita tulis resolusi dan wujudkan bersama meski jalannya gak mudah.

    ReplyDelete
  22. Semoga resolusi menulis buku solonya tercapai ya ambu..emang sih ke 5 faktor penyebab gagal menulis buku pasti pernah dialami semua orang termasuk saya..tapi tetap harus dievaluasi untuk perbaikan diri ,semangat ...

    ReplyDelete
  23. semangats Ambu... saya mah team penyemangat dan baca saja buku teman-teman penulis hehehe.

    ReplyDelete