Agar tak Jadi Korban, Yuk Belajar Hak Digital di Padepokan Safenet

    
maria-g-soemitro.com

Agar tak Jadi Korban, Yuk Belajar Hak Digital di Padepokan Safenet


Divonis 5 bulan penjara gara-gara chatting di aplikasi Messenger? Ya, itulah kejadian naas yang dialami Wisni Yetty, salah seorang teman pengajian saya. (sumber) Dia dilaporkan dan ditahan, sesudah mantan suaminya berhasil membobol akun Facebook milik Wisni.

Tidak hanya hukum kurungan, Wisni juga diharuskan membayar Rp 100 juta subsidair kurungan 6 bulan. Lebih berat dibanding tuntutan jaksa yang mengajukan hukuman 4 bulan penjara dan denda Rp 10 juta.

Secara garis besar, kisahnya begini. Wisni digugat cerai suaminya pada tahun 2011. Saat proses perceraian, Wisni melaporkan KDRT yang dilakukan suaminya. Tak ingin dibui, sang mantan suami melaporkan Wisni dengan dugaan ‘mendistribusikan atau mentransmisikan konten yang melanggar asusila.’

Nah yang dimaksud ‘mendistribusikan atau mentransmisikan konten yang melanggar asusila.’ tersebut adalah obrolan Wisni dengan teman lamanya (yang kebetulan pria) di aplikasi ngobrol (direct message) milik Facebook. Atau dengan kata lain, itu adalah obrolan tertutup. Isi obrolan pun sopan, tidak menjelek-jelekan sang mantan.

Tapi ternyata …!!    

Isi obrolan bisa diintepretasikan secara berbeda.

Obrolan berlangsung melalui media internet, sehingga bisa terjerat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ingat kasus almarhum Vanessa Angel? Dia divonis 5 bulan karena terbukti mengirimkan foto dan video porno.

Apa yang dimaksud foto dan video porno? Apakah yang dimaksud adalah foto seseorang berpakaian setengah bugil dengan pose melet? Apakah jika foto tersebut dikirim melalui aplikasi WhatsApp, pengirimnya bisa dijerat UU ITE?

Bisa! Paling tidak, itulah yang terjadi pada Vanessa Angel.

Baca juga:
Please, Jangan Jadi Korban Iklan! Mulai Memutihkan Wajah Hingga Sekali Bilas

5 Manfaat Digital Marketing Bagi UMKM, Agar Siap Menyongsong Industri 5.0

Daftar Isi

  • Wilayah Abu-abu UU ITE
  • Belajar Hak Digital di Padepokan Safenet
  • Anda Menjadi Korban Pelanggaran Hak Digital?

Kasus Wisni menjadi bahan diskusi seru beberapa tahun silam di base camp Commonroom, Jalan Muara Rajeun Bandung. Disitulah awal mula saya mengenal Damar Juniarto, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).

Tampak mendominasi dengan tubuhnya yang tinggi tegap dan berbusana batik, Damar menjelaskan UU ITE yang harus dikoreksi karena merupakan pasal karet dan menjadi wilayah abu-abu yang rawan disalah gunakan.

Salah satunya peristiwa naas yang dialami Wisni. Dia tidak tahu bahwa percakapan yang dipikirnya dilakukan “di ruang tertutup” ternyata bisa membuat Wisni diseret ke meja hijau.

Karena itu, sungguh melegakan ketika 24 Mei 2022 Safenet Indonesia meluncurkan ‘Padepokan Safenet’, suatu pusat edukasi hak-hak digital warga, agar setiap warga mengetahui hak digitalnya, sekaligus mempertanggungjawabkan kewajiban digitalnya.

Sehingga tak ada lagi korban pasal karet dari UU ITE seperti yang menimpa Wisni dan korban lainnya. Di pihak lain, pemahaman hak digital diharapkan akan menyadarkan bahwa pengguna internet bukan sekadar akun avatar. Mereka mempunyai hak dan tanggung jawab di internet yang sama dengan saat tidak menggunakan internet.

  

maria-g-soemitro.com
sumber: padepokan safenet

Belajar Hak Digital di Padepokan Safenet

Tak kurang Komisi Urusan HAM Majelis Umum PBB secara bulat menyetujui hak digital adalah hak asasi manusia. Dikutip dari laman safenet.or.id, yang dimaksud hak digital adalah:

Hak digital adalah hak asasi manusia yang menjamin setiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat dan mendistribusikan dengan menggunakan media digital.
Agar setiap warga mengetahui hak digitalnya, Padepokan Safenet membuka pintu selebar-lebarnya bagi mereka yang ingin belajar hak digital. Peserta atau calon pendekar akan mendapat pengetahuan tentang jurus-jurus digital dari para pendekar  yang telah lebih dulu malang melintang di dunia persilatan digital. 

Gak pakai lama, sayapun segera mendaftar di Padepokan Safenet. Sebelum mendapat kelas advance, para calon pendekar diharapkan mempelajari dan lulus sepuluh jurus yang tercantum dalam Kitab Pengantar Hak-Hak Digital.

Peserta yang mampu menguasai 10 jurus akan mendapat sertifikat dan status pendekar. Caranya dengan menjawab 10 pertanyaan dengan benar. Jika masih ada yang salah, calon pendekar mempunyai kesempatan remedial, eh mengulang pertanyaan hingga bisa menjawab dengan benar.

Apa saja 10 jurus tersebut? Ini dia:

  • Jurus 1 – Yuk Kita Kenali Hak Digitalmu!
  • Jurus 2 – Hak Untuk Akses Internet
  • Jurus 3 – Tatakelola Hak Akses Internet
  • Jurus 4 – Perkembangan Hak Akses Internet
  • Jurus 5 – Latar Belakang Hak Berekspresi
  • Jurus 6 – Perkembangan Hak Berekspresi
  • Jurus 7 – Situasi Hak Berekspresi di Indonesia
  • Jurus 8 – Hak atas Rasa Aman
  • Jurus 9 – Tatakelola Hak atas Rasa Aman dan Privasi di Internet
  • Jurus 10 – Situasi Hak Rasa Aman di Indonesia

Cara belajarnya sangat menyenangkan, ketika mempelajari setiap jurus, calon pendekar akan diarahkan pada materi yang telah diunggah di YouTube.  

  



Sebagai contoh ‘Jurus 1 – Yuk Kita Kenali Hak Digitalmu!’, saat membuka link, pendekar Damar Juniarto menjelaskan apa yang dimaksud hak digital, apa saja payung perlindungan hak digital dan apa saja contoh-contoh pelanggaran hak digital.

   

www.maria-g-soemitro.com


Anda Menjadi Korban Pelanggaran Hak Digital?

“Betina laknat!” 

Bagaimana rasanya mendapat komentar demikian? Kaget? Stres? Atau bahkan depresi?     Kurang lebih itulah yang saya rasakan ketika tiba-tiba akun Instagram saya dibanjiri kalimat senada. 

Saat akhirnya saya membuat tulisan tentang kasus tersebut di Kompasiana, saya merasa bersalah. Padahal seharusnya tidak demikian. Saya hanya menggunakan hal digital saya untuk mengutarakan pendapat.  

Dalam hal banjir Jakarta, saya mengutarakan pendapat yang membela keputusan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan. Sayang sumbu pendek para pengagum Anies Baswedan justru menyerang saya. Mereka gak mau melihat kronologinya dengan jernih. 

  

www.maria-g-soemitro.com

Nah untuk kasus yang saya alami, saya bisa banget mengisi form aduan dan mengirimkannya ke https://aduan.safenet.or.id/ 

Apa saja yang bisa diadukan? 

  • Serangan digital
  • Kriminalisasi digital
  • Kekerasan berbasis gender online (KBGO)

Dilansir dari ketik.unpad.ac.id, paling tidak ada 9 bentuk KBGO yaitu:

  • Cyber Hacking, penggunaan teknologi secara ilegal, untuk tujuan memperoleh informasi pribadi, atau merusak reputasi korban.
  • Cyber Harrasment, penggunaan teknologi untuk menghubungi, mengancam, atau menakuti korban.
  • Impersonation, penggunaan teknologi untuk mengammbil identitas orang lain dengan tujuan mengakses informasi pribadi, mempermalukan, menghina korban, atau membuat dokumen palsu.
  • Cyber Recruitment, penggunaan teknologi untuk memanipulasi korban sehingga tergiring ke dalam situasi yang merugikan dan berbahaya.
  • Cyber Stalking, penggunaan teknologi untuk menguntit tindakan atau perilaku korban yang dilakukan dengan pengamatan langsung atau pengusutan jejak korban.
  • Malicious Distribution, penggunaan teknologi untuk menyebarkan konten-konten yang merusak reputasi korban atau organisasi pembela hak-hak perempuan.
  • Revenge Porn, balas dendam dengan cara menyebarkan video atau foto pornografi korban.
  • Sexting, pengiriman gambar atau video pornografi kepada korban.
  • Morphing, pengubahan suatu gambar atau video dengan tujuan merusak reputasi orang yang berada di video tersebut.

Apa saja yang harus dilakukan saat terjadi pelanggaran hak digital?

  • Menyimpan bukti pelanggaran digital. Berupa tangkapan layar atau tautan ke postingan yang telah melakukan pelanggaran hak digital.
  • Berkonsultasi untuk penanganan pelanggaran hak digital. Misalnya, apakah butuh mengamankan diri secara fisik? Atau cukup dengan meningkatkan keamanan digital? Apakah perlu melapor pada polisi? Dan hal hal lain yang perlu diantisipasi.
  • Sebagai langkah antisipasi, penting banget secara rutin melakukan kebersihan dan keamanan digital karena pelanggaran digital mudah terjadi.

Khusus untuk korban KBGO, berikut Langkah-langkah yang harus dilakukan:

  • Untuk kebutuhan pelaporan, korban harus menyusun kronologi kasus.
  • Korban harus menyimpan barang bukti berupa tangkapan layar gambar atau percakapan, rekaman suara atau video.
  • Sesudah mengumpulkan cukup bukti, korban harus memutuskan komunikasi dengan pelaku. Sebaiknya korban juga melakukan konsultasi konsultasi psikologis dalam rangka memulihkan dan memperkuat selama melakukan proses pelaporan.
  • Saat menempuh jalur hukum, siapkan pendamping. Karena saat mengajukan laporan ke polisi, korban harus siap menghadapi proses interogasi yang cenderung melelahkan dan panjang.
  • Laporkan pelaku ke platform digital terkait.    

Ternyata tak mudah ya? Berbelit dan melelahkan. Karena itu saya setuju dengan anjuran Safenet indonesia untuk secara rutin melakukan kebersihan dan keamanan digital.  

Apabila terlanjur menjadi kasus, bakal ribet, sakit hati dan melelahkan.
Bagaimana pendapatmu?

Baca juga:
5 Manfaat Home Lift Hemat Energi, Kamu Harus Tahu! 

Pilih Mana? Kuliah atau Bekerja?


16 comments

  1. UU ITE ini membuat saya berpikir berkali2 untuk posting hal2 buruk ke dunia digital. Karena banyak pasal karet yang menjerat orang tak bersalah jadi terdakwa. Seperti kasus temen Ambu. Ngeriii.. Kayaknya perlu ikutan nih belajar sama safenet.

    ReplyDelete
  2. Bagus banget nih Mbak. Ada padepokan safeNet ini. Kita jd merasa dilindungi dalam penggunaan internet.

    Sempat kepikiran kalau orang masa laluku muncul dan macam2, aku harus bagaimana dan lapor ke siapa? Untung ada safeNet yang bisa menjadi tempat berlindungnya para pengguna internet.
    Dengan mudah kita dapat mengakses web pengaduannya dan proses akan ditindak lanjuti ya Mbak. Oh ya Mbak, untuk pelaporan ke safeNet ini apakah ada biayanya?

    ReplyDelete
  3. Kasusnya Kak Wisni ini agak miris ya, Kak. Bagaimanakah kondisinya sekarang? Selain itu, nggak sedikit sih orang-orang akan menyerang secara verbal melalui media sosial. Padahal itu kadang bikin sakit hati. Beruntungnya kita bisa belajar hak-hak digital. Harapannya banyak orang yang paham dan nggak ada lagi serangan secara verbal melalui digital atau apapun yang meganggu hal digital kita.

    ReplyDelete
  4. Menggunakan hak-hak digital secara baik dan bisa dipergunakan sebagaimana mestinya kebutuhan akan membahagiakan pengguna.

    ReplyDelete
  5. Mudahnya orang mengakses informasi via internet memang perlu diimbangi pengetahuan apa-apa aja nih terkait hak² digital, salah satunya gali wawasan di Padepokan Safenet.

    ReplyDelete
  6. Saya setuju kalau UU ITE itu termasuk pasal karet, bisa "dimanfaatkan" oleh oknum yang pintar berargumentasi, seperti kasus suami mbak Wisnu.
    Di sinilah kesadaran masyarakat akan pentingnya sadar ITE harus ditingkatkan.
    Peran SAFEnet akan vital jika edukasi ke masyarakat dilaksanakan dengan masif. Salut buat SAFEnet...

    ReplyDelete
  7. Iyah, sudah banyak yang niatnya berbagi masalah malah berakhir di bui karena kena pasal karet UU ITE. Saya pun juga jadi sering mikir berulang kali sebelum menumpahkan kekesalah lewat media digital

    ReplyDelete
  8. Saya setuju kalau UU ITE itu termasuk pasal karet, bisa "dimanfaatkan" oleh oknum yang pintar berargumentasi, seperti kasus suami mbak Wisnu.
    Di sinilah kesadaran masyarakat akan pentingnya sadar ITE harus ditingkatkan.
    Peran SAFEnet akan vital jika edukasi ke masyarakat dilaksanakan dengan masif. Salut buat SAFEnet...

    ReplyDelete
  9. keren ini , memang penting ya buat kita, makasih sharingnya

    ReplyDelete
  10. Ternyata ngeri juga ya, dari isi chat di FB mesenger bisa menggiring seseorang ke meja hijau. Dan setelah tahu ada Padepokan safenet ini saya merasa bersyukur banget. Semoga bisa menjadi sarana positif yang bisa membantu meindungi hak masyarakat akan kemanan di dunia digital.

    ReplyDelete
  11. Ternyata ada hak-hak digital yang bisa kita dapatkan dan perjuangkan yaa, Ambu.
    Agak serem juga nih berkaitan dengan dunia maya. Orangnya gak terlihat, tapi hujatannya nyata.

    Yang sedih adalah ketika kita mengutarakan niat baik, tapi penerimaannya tidak sesuai. Semoga belajar di Padepokan Safenet, kita bisa memahami batasan dan hak yang bisa kita peroleh dalam menuangkan buah pikiran di dunia maya.

    ReplyDelete
  12. Beberapa kasus status medsos yang terjerat dengan UU ITE ini memang bikin saya berpikir ulang puluhan kali kalau mau update status, terutama opini yang berkaitan dengan orang lain. Memang banyak hal harus kita pelajari terlebih dahulu soal keamanan beronternet sebelum ikut nyemplung di dalamnya.
    Alhamdulillah ya sudah ada padepokan Safenet dengan berbagai jurus ciamiknya untuk berinternet dengan aman dan nyaman. Semoga kasus-kasus jeratan pasal karet bisa diminimalisir jika kita paham seperti apa hak dan kewajiban kita saat menggunakan internet.

    ReplyDelete
  13. Tapi kenapa yaa ambu banyak banget yg jelas jelas melanggar UU ITE tapi sama sekali nggak di tangkap :( aku mau rekomendasiin padepokan ini sama sepupu, kmaren foto dia di sebar luaskan sama org nggak bertanggung jawab dan bikin kaya poster BO dong 😭

    ReplyDelete
  14. Waduh....bisa sampe dapat komen mengerikan kayak gitu ya mbak. Memang perlu banget kita mengetahui secara detail hal dan batasan dalam komunikasi digital ini. Apalagi kita sebagai blogger yang memang membangun blog itu sebagai ruang kita beraspirasi dan berpendapat versi diri kita. Ngeri-ngeri sedap juga nih kalau udah ketemu netizen maha benar.

    ReplyDelete
  15. Ngeri-ngeri sedap juga nih buat kita sebagai blogger buat mengutarakan aspirasi atau pendapat. Apalagi kalau dah jumpa sama netizen maha benar yang gampang meledak seperti itu. Aduh, merinding dikomenin kasar gitu

    ReplyDelete
  16. Wah bahaya juga ya mbak kalau kita tidak tahu apa yang menjadi hal kita sebagai pelaku digital. Teringat kasus teman mbak memang agak ngeri kalau hal ini terjadi sehingga harus berhati2.

    ReplyDelete