Laki-laki Sebagai Agen
Perubahan Kekerasan Seksual, Mengapa Tidak?
Laki-laki Sebagai Agen Perubahan Kekerasan Seksual, Mengapa Tidak?
“Ibu
nggak kasihan ke ayahnya anak-anak?’
Tercengang
saya mendapat jawaban petugas kepolisian. “Kalau saya kasihan pada pelaku KDR, lha gimana nasib saya sebagai korban? Siapa yang kasihan pada saya?"
Peristiwa beberapa tahun lalu yang masih melekat dalam ingatan tersebut terjadi sewaktu saya melapor ke petugas kepolisian. Saya mengalami KDRT berat. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A ) Kota Bandung, yang memberi saran agar saya menghubungi aparat polisi. Tentunya dengan harapan mendapat keadilan, dan aparat kepolisian bisa menghentikan siksaan yang saya alami.
Ternyata
jawaban yang saya terima sungguh menyebalkan!
Berbanding
terbalik dengan apa yang teman pengajian saya, Wisni. Dia dijebloskan ke dalam
tahanan hanya karena curhat pada teman masa kecilnya. Melalui messenger
facebook, dia berkisah mengalami KDRT.
Malang, si suami membobol akun facebook istrinya dan membaca curhat tersebut. Kemudian dengan teganya, tanpa
mempertimbangkan Wisni adalah “ibunya anak-anak”, dia menjerat istrinya dengan
pasal karet UU ITE. Secara bersambung, kisah Wisni bisa dibaca di inet.detik.com
Keadilan (Belum) Untuk Kaum Perempuan
“Mbak
yang pinter aja digituin polisi ya?’ kata kerabat saya.
Maksudnya
sebagai orang yang paham harus mengadu kemana, ternyata saya dicuekin polisi. Malah
polisi berpihak pada pelaku KDRT.
Sebelum
melapor ke polisi, beberapa teman membantu saya menghubungkan dengan Komnas
Perempuan. Hal yang kemudian hari saya sesali, karena malah dijadikan olok-olok
oleh salah seorang dari mereka.
Komnas
Perempuan hanya menelpon dan menyarankan ke P2TP2A Kota Bandung atau Sapa
Institut, sebuah NGO di kawasan Majalaya. Tentunya saya memilih yang dekat,
P2TP2A Kota Bandung.
Apa
yang dilakukan P2TP2A? Sesudah mendengar kisah saya, mereka menyuruh saya lapor
kekepolisian, dan menyarankan: “Ibu jangan mau dicerai ya, nanti nggak dapat
uang tunjangan. Harus suami yang cerai ibu.”
Astaghfirullah
hal adzim, saya datang untuk mencari solusi atas KDRT yang menimpa saya, bukan
ujug-ujug minta dicerai. Jangan lupa, tidak mudah membuka kisah KDRT. Seperti
membuka luka lama yang mulai mengering. Sakit sekali.
Eh
malah diperlakukan seperti itu.
Jadi
bisa dimaklumi jika kasus kekerasan dalam rumah tangga bak gunung es. Tinggi
banget namun tak kunjung pecah. Terlebih banyak alasan yang mendasari perempuan
bungkam saat mengalami kekerasan seksual:
- Takut nggak ada yang memberi nafkah. Jika kepala keluarga masuk bui, otomatis nafkah keluarga akan terhenti.
- Malu punya suami/mantan suami/ayahnya anak-anak menjadi residivis. Karena hukum nggak berhenti pada pelaku KDRT, anak-anak dan keluarga mendapat hukum sosial sebagai anak/anggota keluarga mantan tahanan.
Sementara
jika tidak dihentikan, maka rantai kekerasan seksual pada perempuan akan
berlanjut. Andai si suami bercerai, kemudian menikah lagi, maka istri barunya
akan mengalami KDRT juga.
Jangan
lupa anak-anak yang melihat bapaknya melakukan KDRT pada ibunya. Dia akan
meniru kelakuan bapaknya yang beralasan melakukan KDRT agar istrinya nurut.
Baca
juga: PerempuanJangan Cengeng, Your Life is Your Choice!
LBH Tidak Mau Membantu Saya
Apa
yang dialami Wisni dan saya ibarat seonggok benang kusut. Terdiri atas beberapa
kasus yang saling berkelindan. Ada sexual harassment baik fisik maupun verbal, pencemaran
nama baik, dan yang paling membuat tertekan adalah marital rape.
Marital
rape atau pemaksaan hubungan suami istri, baru saya pahami sesudah mengunjungi
LBH. Yups, sebelum ke Komnas Perempuan, saya ke kantor LBH untuk minta bantuan.
Tidak
kurang 3 kali saya harus mengulang-ulang kisah karena harus bertemu dengan
orang yang berbeda. Salah satu yang menyakitkan adalah ketika mengulang kisah harus
melayani hubungan intim sesaat setelah vagina saya tersiram air panas.
Merewind
kisah sama sakitnya seperti ketika peristiwa itu terjadi. Malah lebih sakit. Luka
yang mulai mengering dipocel lagi dan kemudian disiram cuka.
Terlebih
jawaban akhir konsultasi dengan mereka, sungguh mengecewakan:
- Mereka tidak bisa bantu, hanya bisa merekomendasikan ke layanan hukum berbayar.
- Mereka tidak bisa bantu karena takut saya tulis di Kompasiana.
Konyol
banget kan?
Saat
saya menengok kembali ke pengalaman pahit tersebut, saya menduga penyebabnya
adalah:
- Saya bertemu dengan advokat yang belum kompeten. Jika di bidang kedokteran, mirip asisten dokter yang sedang belajar spesialis kedokteran.
- Saya bukan seleb atau orang ternama yang bisa membuat nama mereka menjadi populer, sehingga buat mereka membantu saya adalah perbuatan sia-sia.
Pak Sapri, salah satu agen perubahan Prevention+
Rutgers WPF Indonesia dan Gerakan Prevention +
Rutgers
WPF Indonesia hadir dengan Prevention + atau serangkaian aktivitas preventif
agar tidak kadung terluka parah seperti yang saya alami.
Dalam
diskusi media, 26 Oktober 2020 yang bertajuk “Laki-Laki Sebagai Agen Perubahan
Mewujudkan Kesetaraan Gender dan Penghapusan Kekerasan Seksual” nampak jelas
bahwa Rutgers WPF Indonesia paham banget problem yang dialami para korban.
Seperti
yang saya alami, hanya staf P2TPA yang bergender perempuan. Selebihnya, advokat
di LBH dan aparat kepolisian adalah laki-laki. Mereka tidak memahami luka yang
diderita para korban.
Walau:
Pelecehan seksual dapat dialami oleh laki-laki maupun perempuan walaupun berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku adalah laki-laki dan korban adalah perempuan (Lonsway, Cartona, & Magley, 2007; Pina dkk., 2008; WHO, 2012).
Karena
itu Rutgers WPF Indonesia mengkampanyekan prevention + sebagai program multi-nasional dari sebuah konsorsium
internasional terdiri dari Rutgers International, Promundo dan Sonke Gender Justice.
Wasiat Rasulullah SAW Bagi Kaum Laki Laki
Salah
besar jika mengira kekerasan adalah cara untuk “mengajar” para istri. Terlebih
kaum muslim mempunyai teladan,
Rasulullah SAW yang berwasiat agar berbuat baik kepada kaum perempuan.
Seorang suami tak bisa lepas dari peran istri. Sudah sepatutnya laki-laki bersikap lemah lembut dan berbuat baik kepada perempuan. Allah SWT berfirman,
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut (dengan cara yang baik)... " (QS an-Nisaa [4] :19)
Sungguh
tepat program Prevention + menggandeng laki-laki sebagai agen perubahan, karena
latar belakang sosial budaya yang bisa berakibat:
- Patriarki dan nilai maskulin yang toksik berkontribusi pada laki-laki juga rentan, karena gendernya
- Laki-laki dewasa dan remaja membutuhkan ruang berekspresi dan didengar;
- Nilai-nilai kekerasan tidak hadir sejak lahir;
- Pendekatan pada laki dari berbagai aspeknya: bukan hanya sebagai pelaku, juga sebagai korban, saksi kekerasan, agen perubahan, mitra, pasangan, suami, istri, etc.;
Bak
gunung es yang semakin menggunung dan sulit dipecahkan, kekerasan harus segera diatasi,
atau sedapat mungkin dihindari.
Sesuai tujuan dari strategi Prevention+:
Bertujuan mengurangi kekerasan terhadap perempuan serta meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan dengan pendekatan pelibatan laki-laki sebagai agen perubahan dan mempromosikan nilai maskulinitas yang positif berdasarkan nilai kesetaraan dan non kekerasan.
Beberapa
strategi dan pendekatan yang dilakukan Rutgers WPF Indonesia melalui program Prevention+
adalah:
- Diskusi komunitas reguler untuk empat kelompok (perempuan dewasa, laki-laki dewasa, perempuan remaja, dan laki-laki remaja);
- Konseling Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS)
- Kampanye melalui berbagai media, termasuk media sosial;
- Advokasi dari tingkat desa hingga ke tingkat nasional
sumber: rutgers WPF Indonesia
Laki-laki Sebagai Bagian Dari Solusi dan Agen Perubahan
Berangkat
dari pemahaman bahwa kaum laki-laki harus menjadi agen perubahan, setelah 5
tahun berjalan, Prevention + mendulang hasil yang
cukup signifikan:
- 89 materi edukasi diproduksi dan disebarkan dari berbagai channel
- 1.798 orang mengakses konseling individu, dengan total konselor 82 orang di
- Lampung & Yogyakarta
- 167 tokoh agama mengikuti training GTA dan mubadalah
- 1855 staff pemerintah dan LSM mendapatkan pelatihan GTA
- 17 petugas LPKA mendapat pelatihan konseling pada anak
- 2.193 orang mengikuti diskusi komunitas kelas ayah, ibu dan remaja
- 23 orang terlatih menjadi satgas pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
- 3 kebijakan tingkat desa, 1 kebijakan tingkat kabupaten (Gunung Kidul)
Angka-angka
yang sangat melegakan ya? Karena Prevention + menyasar semua anggota
masyarakat, seperti:
- Tokoh agama. Selama ini agama menjadi alasan terkuat para suami melakukan KDRT. Padahal seperti telah dipaparkan di atas, Rasulullah SAW berwasiat agar berbuat baik kepada kaum perempuan. Bahkan tertulis dalam kitab suci Alquran. Sedangkan untuk agama lain seperti Kristen, telah jelas bahwa Yesus mengajarkan kasih sayang pada perempuan, bukan sebaliknya.
- Materi edukasi yang diproduksi dan disebarkan agar semua pihak semakin peduli. Melakukan tindakan preventif agar kekerasan tidak terjadi. Atau mencari solusi-solusi bagi korban agar tidak semakin terpuruk.
Konon,
kaum perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Jangan memaksakan
kehendak dengan meluruskannya, karena tulang tersebut akan patah.
Laki-laki
sebagai agen perubahan harus meneladani Rasulullah SAW dengan bersabar dan
menerima segala kekurangannya. Agar perempuan bisa menjadi pasangan hidup yang
sempurna.
Atau
sesuai hadis nabi:
"Janganlah seorang mukmin laki-laki memarahi seorang mukminat. Jika ia merasa tidak senang terhadap satu perangainya, maka ada perangai lain yang dia sukai." (HR Muslim).
Seorang perempuan pasti memiliki
banyak kekurangan. Namun dibalik kekurangan, pastilah terdapat kelebihan. Jadi jangan
terlampau membenci, sebaliknya jangan pula terlalu menggebu-gebu dalam
mencintai.
Ingin
mengetahui lebih lanjut mengenai Rutgers WPF Indonesia dan gerakan Prevention +?
Silakan buka linknya di sini.
Baca
juga: Menyelami Fikih Perempuan Bersama Channel Aam Amirudin
ambu sungguh aku sedih membaca kisahnya, sebagai perempuan dan istri aku ikut membayangkan bagaimana pedihnya. Makin pahit jika yang harusnya yang bisa menolong malah membuat laku dan ucapan yang melukai. Semoga makin banyak laki-laki yang menjadi agen perubahan melalui Rutgers WPF Indonesia dan Gerakan Prevention +. Ayo bantu banyak perempuan menegakkan keadilan.
ReplyDeleteAmbuuu, aku speechless baca artikel ini
ReplyDeleteSemogaaa AMbu dan semua perempuan yg pernah/sedang jadi korban KDRT bisa mendapatkan penanganan yg terbaik ya.
Salut banget dgn program yg Bertujuan mengurangi kekerasan terhadap perempuan serta meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan dengan pendekatan pelibatan laki-laki sebagai agen perubahan dan mempromosikan nilai maskulinitas yang positif berdasarkan nilai kesetaraan dan non kekerasan.
Suka gemes aku Bun laki-laki yang masih jiwanya kekanak-kanakan terus nikah jadi mudah melakukan kekerasan ya. Saya suka nggak tega kalau baca soal KDRT gitu. Semoga hukum kita adil ya Bu di kemudian hari. Aku ikut sedih juga ama kasus wisni itu
ReplyDeleteMakanya aku males nikah lagi, Ambu. Udah telanjur ngeri baca dan mendengar pengalaman teman-teman :'(
ReplyDeleteIya, nggak semua laki-laki seperti itu. Tapi...entahlah.
Penting banget perlindungan untuk perempuan ya,mbak apalagi dengan tingginya kasus KDRT maka sesama perempuan pun harusnya saling support. Lelaki pun harus ada komunitasnya ya untuk bisa saling menasihati satu sama lain jika ada melakukan kekerasan terhadap perempuan. Btw, ambu ini keren banget bisa strong menghadapi case seperti ini. Saya aja ikut sedih baca perlakuan begitu apalagi sampai ada penyiraman di alat kelamin.
ReplyDeletekekerasan seksual ini emang biasanya pelakunya laki-laki, ya. Perlu perbaikan dari berbagai pihak untuk menanggulanginya.
ReplyDeleteYaa Allah, Ambuuuuu... maafkan aku baru tahu luka luka di hatimu!
ReplyDeleteSpeechless bacanya, beneran karena kita pernah ketemu di acara Kompasiana beberapa kali dan kupikir dirimu adalah orang yang paling tough dan paling hepi .. aaaah Allah pasti sungguh sayang padamu AMbu, sudah kau tebus yang sakit hingga tersisa jannah saja. aamiiin yaaa Allaaaah
Bagus nih ambu, melibatkan laki-laki sebagai agen perubahan karena negara kita menganutnya sistem patriarki, jadi memang harus mengajak dan melibatkan lelaki biar gada lagi deh yaa kasus kekerasan seksual atau kekerasan gender
ReplyDeleteSedih baca tulisannya Mbak. Beberapa temenku yg psikiater juga banyak cerita tentang hal yg sama. Kasus KDRT hanya fokus pada korban bukan pada pelaku. Miris banget.
ReplyDeleteSemoga ya dengan program Prevention ini, makin banyak orang dan organisasi yg peduli akan nasib perempuan korban KDRT
aku terenyuh, baca artikel ini sambe tertegun huhu..kayak ngebayangin sendiri gitu jadinya ambuu :( salut sama programnya yang bertujuan mengurangi kekerasan pada perempuan
ReplyDeleteSaya pernah jd anggota P2TP2A, Ambu... Mestinya saat korban meminta bantuan dan P2TP2A memfasilitasi dg menghubungkan ke mitra yaitu LBH, LBH gak boleh menolak. Sangat disayangkan ya.
ReplyDeleteAku speechless mbak, sejauh ini, pihak perempuan memang yang paling rentan dalam banyak kasus2 pelecehan seksual ataupun kekerasa dalam rumah tangga, walaupun korban laki-laki ada juga. Tetapi untuk bisa menaikkannya ke pengadilan dan mendapatkan hak pembelaan yang sesuai sepertinya menempuh jalan yang cukup rumit, belum lagi stigma masyarakat. Terima kasih sudah mau berbagi mbak, ga kebayang rasanya untuk menceritakannya kembali kalau saya mah. Untuk bisa healing dan berbagi kisah seperti ini sepertinya juga butuh proses yang tidak sebentar <3 <3 sehat-sehat yaaa mbaaak.
ReplyDeleteAku speechless mbak, sejauh ini, pihak perempuan memang yang paling rentan dalam banyak kasus2 pelecehan seksual ataupun kekerasa dalam rumah tangga, walaupun korban laki-laki ada juga. Tetapi untuk bisa menaikkannya ke pengadilan dan mendapatkan hak pembelaan yang sesuai sepertinya menempuh jalan yang cukup rumit, belum lagi stigma masyarakat. Terima kasih sudah mau berbagi mbak, ga kebayang rasanya untuk menceritakannya kembali kalau saya mah. Untuk bisa healing dan berbagi kisah seperti ini sepertinya juga butuh proses yang tidak sebentar <3 <3 sehat-sehat yaaa mbaaak.
ReplyDeleteAmbu...Aku tercengang baca kisah pengalaman nya terlebih respon yang didapat saat membuat pengaduan bahkan termasuk lembaga berwenang. Jadi, yang sering digaungkan selama ini masih jauh dari harapan
ReplyDeleteSedih juga miris kalau denger berita soal KDRT
Laki-laki memang seharusnya jadi salah satu agen perubahan. Menjadi suami siaga, sehingga istri dan anak menjadi pribadi bahagia, dan bahagia membuat perubahan zaman yang lebih baik
ReplyDeleteBegitulah memang seharusnya laki2. Aku paling marah kalau marital rape itu dianggap hal biasa diantara orang menikah. Peluk sayang buat Bunda Maria.
ReplyDelete