Laki Laki Sebagai Agen Perubahan Kekerasan Seksual, Mengapa Tidak?

 

sumber : freepik.com

Laki-laki Sebagai Agen Perubahan Kekerasan Seksual, Mengapa Tidak?

“Ibu nggak kasihan ke ayahnya anak-anak?’

Tercengang saya mendapat jawaban petugas kepolisian. “Kalau saya kasihan pada  pelaku KDR, lha gimana nasib saya sebagai korban? Siapa yang kasihan pada saya?"

Peristiwa beberapa tahun lalu yang masih melekat dalam ingatan tersebut terjadi sewaktu saya melapor ke petugas kepolisian. Saya mengalami KDRT berat.  Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A )  Kota Bandung, yang memberi saran agar saya menghubungi aparat polisi.  Tentunya dengan harapan mendapat keadilan, dan aparat kepolisian bisa menghentikan siksaan yang saya alami.

Ternyata jawaban yang saya terima sungguh menyebalkan!

Berbanding terbalik dengan apa yang teman pengajian saya, Wisni. Dia dijebloskan ke dalam tahanan hanya karena curhat pada teman masa kecilnya. Melalui messenger facebook, dia berkisah mengalami KDRT.

Malang, si suami membobol akun facebook istrinya dan membaca curhat tersebut. Kemudian dengan teganya, tanpa mempertimbangkan Wisni adalah “ibunya anak-anak”, dia menjerat istrinya dengan pasal karet UU ITE. Secara bersambung, kisah Wisni bisa dibaca di inet.detik.com



Keadilan (Belum) Untuk Kaum Perempuan

“Mbak yang pinter aja digituin polisi ya?’ kata kerabat saya.

Maksudnya sebagai orang yang paham harus mengadu kemana, ternyata saya dicuekin polisi. Malah polisi berpihak pada pelaku KDRT.

Sebelum melapor ke polisi, beberapa teman membantu saya menghubungkan dengan Komnas Perempuan. Hal yang kemudian hari saya sesali, karena malah dijadikan olok-olok oleh salah seorang dari mereka.

Komnas Perempuan hanya menelpon dan menyarankan ke P2TP2A Kota Bandung atau Sapa Institut, sebuah NGO di kawasan Majalaya. Tentunya saya memilih yang dekat, P2TP2A Kota Bandung.

Apa yang dilakukan P2TP2A? Sesudah mendengar kisah saya, mereka menyuruh saya lapor kekepolisian, dan menyarankan: “Ibu jangan mau dicerai ya, nanti nggak dapat uang tunjangan. Harus suami yang cerai ibu.”

Astaghfirullah hal adzim, saya datang untuk mencari solusi atas KDRT yang menimpa saya, bukan ujug-ujug minta dicerai. Jangan lupa, tidak mudah membuka kisah KDRT. Seperti membuka luka lama yang mulai mengering. Sakit sekali.

Eh malah diperlakukan seperti itu.

Jadi bisa dimaklumi jika kasus kekerasan dalam rumah tangga bak gunung es. Tinggi banget namun tak kunjung pecah. Terlebih banyak alasan yang mendasari perempuan bungkam saat mengalami kekerasan seksual:

  • Takut nggak ada yang memberi nafkah. Jika kepala keluarga masuk bui, otomatis nafkah keluarga akan terhenti.
  • Malu punya suami/mantan suami/ayahnya anak-anak menjadi residivis. Karena hukum nggak berhenti pada pelaku KDRT, anak-anak dan keluarga mendapat hukum sosial sebagai anak/anggota keluarga mantan tahanan.

Sementara jika tidak dihentikan, maka rantai kekerasan seksual pada perempuan akan berlanjut. Andai si suami bercerai, kemudian menikah lagi, maka istri barunya akan mengalami KDRT juga.

Jangan lupa anak-anak yang melihat bapaknya melakukan KDRT pada ibunya. Dia akan meniru kelakuan bapaknya yang beralasan melakukan KDRT agar istrinya nurut.

Baca juga: PerempuanJangan Cengeng, Your Life is Your Choice!



LBH Tidak Mau Membantu Saya

Apa yang dialami Wisni dan saya ibarat seonggok  benang kusut. Terdiri atas beberapa kasus yang saling berkelindan. Ada sexual harassment baik fisik maupun verbal, pencemaran nama baik, dan yang paling membuat tertekan adalah marital rape.

Marital rape atau pemaksaan hubungan suami istri, baru saya pahami sesudah mengunjungi LBH. Yups, sebelum ke Komnas Perempuan, saya ke kantor LBH untuk minta bantuan.

Tidak kurang 3 kali saya harus mengulang-ulang kisah karena harus bertemu dengan orang yang berbeda. Salah satu yang menyakitkan adalah ketika mengulang kisah harus melayani hubungan intim sesaat setelah vagina saya tersiram air panas.

Merewind kisah sama sakitnya seperti ketika peristiwa itu terjadi. Malah lebih sakit. Luka yang mulai mengering dipocel lagi dan kemudian disiram cuka.

Terlebih jawaban akhir konsultasi dengan mereka, sungguh mengecewakan:

  • Mereka tidak bisa bantu, hanya bisa merekomendasikan ke layanan hukum berbayar.
  • Mereka tidak bisa bantu karena takut saya tulis di Kompasiana.

Konyol banget kan?

Saat saya menengok kembali ke pengalaman pahit tersebut, saya menduga penyebabnya adalah:

  • Saya bertemu dengan advokat yang belum kompeten. Jika di bidang kedokteran, mirip asisten dokter yang sedang belajar spesialis kedokteran.
  • Saya bukan seleb atau orang ternama yang bisa membuat nama mereka menjadi populer, sehingga buat mereka membantu saya adalah perbuatan sia-sia.

Pak Sapri, salah satu agen perubahan Prevention+


Rutgers WPF Indonesia dan Gerakan Prevention +

Rutgers WPF Indonesia hadir dengan Prevention + atau serangkaian aktivitas preventif agar tidak kadung terluka parah seperti yang saya alami.

Dalam diskusi media, 26 Oktober 2020 yang bertajuk “Laki-Laki Sebagai Agen Perubahan Mewujudkan Kesetaraan Gender dan Penghapusan Kekerasan Seksual” nampak jelas bahwa Rutgers WPF Indonesia paham banget problem yang dialami para korban.

Seperti yang saya alami, hanya staf P2TPA yang bergender perempuan. Selebihnya, advokat di LBH dan aparat kepolisian adalah laki-laki. Mereka tidak memahami luka yang diderita para korban.

Walau:

Pelecehan seksual dapat dialami oleh laki-laki maupun perempuan walaupun berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku adalah laki-laki dan korban adalah perempuan (Lonsway, Cartona, & Magley, 2007; Pina dkk., 2008; WHO, 2012).

Karena itu Rutgers WPF Indonesia mengkampanyekan prevention + sebagai  program multi-nasional dari sebuah konsorsium internasional terdiri dari Rutgers International, Promundo dan Sonke  Gender Justice.



Wasiat Rasulullah SAW Bagi Kaum Laki Laki

Salah besar jika mengira kekerasan adalah cara untuk “mengajar” para istri. Terlebih kaum muslim mempunyai  teladan, Rasulullah SAW yang berwasiat agar berbuat baik kepada kaum perempuan.

Seorang suami tak bisa lepas dari peran istri. Sudah sepatutnya laki-laki bersikap lemah lembut dan berbuat baik kepada perempuan. Allah SWT berfirman, 

"Dan bergaullah dengan mereka secara patut (dengan cara yang baik)... " (QS an-Nisaa [4] :19)

Sungguh tepat program Prevention + menggandeng laki-laki sebagai agen perubahan, karena latar belakang sosial budaya yang bisa berakibat:

  • Patriarki dan nilai maskulin yang toksik berkontribusi pada laki-laki juga rentan, karena gendernya
  • Laki-laki dewasa dan remaja membutuhkan ruang berekspresi dan didengar;
  • Nilai-nilai kekerasan tidak hadir sejak lahir;
  • Pendekatan pada laki dari berbagai aspeknya: bukan hanya sebagai pelaku, juga sebagai korban, saksi kekerasan, agen perubahan, mitra, pasangan, suami, istri, etc.;

Bak gunung es yang semakin menggunung dan sulit dipecahkan, kekerasan harus segera diatasi, atau sedapat mungkin dihindari.

Sesuai tujuan dari strategi Prevention+:

Bertujuan mengurangi kekerasan terhadap perempuan serta meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan dengan pendekatan pelibatan laki-laki sebagai agen perubahan dan mempromosikan nilai maskulinitas yang positif berdasarkan nilai kesetaraan dan non kekerasan.

Beberapa strategi dan pendekatan yang dilakukan Rutgers WPF Indonesia melalui program Prevention+ adalah:

  • Diskusi komunitas reguler untuk empat kelompok (perempuan dewasa, laki-laki dewasa, perempuan remaja, dan laki-laki remaja);
  • Konseling Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS)
  • Kampanye melalui berbagai media, termasuk media sosial;
  • Advokasi dari tingkat desa hingga ke tingkat nasional

sumber: rutgers WPF Indonesia


Laki-laki Sebagai Bagian Dari Solusi dan Agen Perubahan

Berangkat dari pemahaman bahwa kaum laki-laki harus menjadi agen perubahan, setelah 5 tahun berjalan, Prevention + mendulang hasil yang cukup signifikan:

  • 89 materi edukasi diproduksi dan disebarkan dari berbagai channel
  • 1.798 orang mengakses konseling individu, dengan total konselor 82 orang di
  • Lampung & Yogyakarta
  • 167 tokoh agama mengikuti training GTA dan mubadalah
  • 1855 staff pemerintah dan LSM mendapatkan pelatihan GTA
  • 17 petugas LPKA mendapat pelatihan konseling pada anak
  • 2.193 orang mengikuti diskusi komunitas kelas ayah, ibu dan remaja
  • 23 orang terlatih menjadi satgas pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
  • 3 kebijakan tingkat desa, 1 kebijakan tingkat kabupaten (Gunung Kidul)

Angka-angka yang sangat melegakan ya? Karena Prevention + menyasar semua anggota masyarakat, seperti:

  • Tokoh agama. Selama ini agama menjadi alasan terkuat para suami melakukan KDRT. Padahal seperti telah dipaparkan di atas, Rasulullah SAW berwasiat agar berbuat baik kepada kaum perempuan. Bahkan tertulis dalam kitab suci  Alquran. Sedangkan untuk agama lain seperti Kristen, telah jelas bahwa Yesus mengajarkan kasih sayang pada perempuan, bukan sebaliknya.
  • Materi edukasi yang diproduksi dan disebarkan agar semua pihak semakin peduli. Melakukan tindakan preventif agar kekerasan tidak terjadi. Atau mencari solusi-solusi bagi korban agar tidak semakin terpuruk.

Konon, kaum perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Jangan memaksakan kehendak dengan meluruskannya, karena tulang tersebut akan patah.

Laki-laki sebagai agen perubahan harus meneladani Rasulullah SAW dengan bersabar dan menerima segala kekurangannya. Agar perempuan bisa menjadi pasangan hidup yang sempurna.

Atau sesuai hadis nabi:

"Janganlah seorang mukmin laki-laki memarahi seorang mukminat. Jika ia merasa tidak senang terhadap satu perangainya, maka ada perangai lain yang dia sukai." (HR Muslim).

Seorang perempuan pasti memiliki banyak kekurangan. Namun dibalik kekurangan, pastilah terdapat kelebihan. Jadi jangan terlampau membenci, sebaliknya jangan pula terlalu menggebu-gebu dalam mencintai.

Ingin mengetahui lebih lanjut mengenai Rutgers WPF Indonesia dan gerakan Prevention +? Silakan buka linknya di sini.

Baca juga: Menyelami Fikih Perempuan Bersama Channel Aam Amirudin

 

16 comments

  1. ambu sungguh aku sedih membaca kisahnya, sebagai perempuan dan istri aku ikut membayangkan bagaimana pedihnya. Makin pahit jika yang harusnya yang bisa menolong malah membuat laku dan ucapan yang melukai. Semoga makin banyak laki-laki yang menjadi agen perubahan melalui Rutgers WPF Indonesia dan Gerakan Prevention +. Ayo bantu banyak perempuan menegakkan keadilan.

    ReplyDelete
  2. Ambuuu, aku speechless baca artikel ini
    Semogaaa AMbu dan semua perempuan yg pernah/sedang jadi korban KDRT bisa mendapatkan penanganan yg terbaik ya.
    Salut banget dgn program yg Bertujuan mengurangi kekerasan terhadap perempuan serta meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan dengan pendekatan pelibatan laki-laki sebagai agen perubahan dan mempromosikan nilai maskulinitas yang positif berdasarkan nilai kesetaraan dan non kekerasan.

    ReplyDelete
  3. Suka gemes aku Bun laki-laki yang masih jiwanya kekanak-kanakan terus nikah jadi mudah melakukan kekerasan ya. Saya suka nggak tega kalau baca soal KDRT gitu. Semoga hukum kita adil ya Bu di kemudian hari. Aku ikut sedih juga ama kasus wisni itu

    ReplyDelete
  4. Makanya aku males nikah lagi, Ambu. Udah telanjur ngeri baca dan mendengar pengalaman teman-teman :'(
    Iya, nggak semua laki-laki seperti itu. Tapi...entahlah.

    ReplyDelete
  5. Penting banget perlindungan untuk perempuan ya,mbak apalagi dengan tingginya kasus KDRT maka sesama perempuan pun harusnya saling support. Lelaki pun harus ada komunitasnya ya untuk bisa saling menasihati satu sama lain jika ada melakukan kekerasan terhadap perempuan. Btw, ambu ini keren banget bisa strong menghadapi case seperti ini. Saya aja ikut sedih baca perlakuan begitu apalagi sampai ada penyiraman di alat kelamin.

    ReplyDelete
  6. kekerasan seksual ini emang biasanya pelakunya laki-laki, ya. Perlu perbaikan dari berbagai pihak untuk menanggulanginya.

    ReplyDelete
  7. Yaa Allah, Ambuuuuu... maafkan aku baru tahu luka luka di hatimu!

    Speechless bacanya, beneran karena kita pernah ketemu di acara Kompasiana beberapa kali dan kupikir dirimu adalah orang yang paling tough dan paling hepi .. aaaah Allah pasti sungguh sayang padamu AMbu, sudah kau tebus yang sakit hingga tersisa jannah saja. aamiiin yaaa Allaaaah

    ReplyDelete
  8. Bagus nih ambu, melibatkan laki-laki sebagai agen perubahan karena negara kita menganutnya sistem patriarki, jadi memang harus mengajak dan melibatkan lelaki biar gada lagi deh yaa kasus kekerasan seksual atau kekerasan gender

    ReplyDelete
  9. Sedih baca tulisannya Mbak. Beberapa temenku yg psikiater juga banyak cerita tentang hal yg sama. Kasus KDRT hanya fokus pada korban bukan pada pelaku. Miris banget.

    Semoga ya dengan program Prevention ini, makin banyak orang dan organisasi yg peduli akan nasib perempuan korban KDRT

    ReplyDelete
  10. aku terenyuh, baca artikel ini sambe tertegun huhu..kayak ngebayangin sendiri gitu jadinya ambuu :( salut sama programnya yang bertujuan mengurangi kekerasan pada perempuan

    ReplyDelete
  11. Saya pernah jd anggota P2TP2A, Ambu... Mestinya saat korban meminta bantuan dan P2TP2A memfasilitasi dg menghubungkan ke mitra yaitu LBH, LBH gak boleh menolak. Sangat disayangkan ya.

    ReplyDelete
  12. Aku speechless mbak, sejauh ini, pihak perempuan memang yang paling rentan dalam banyak kasus2 pelecehan seksual ataupun kekerasa dalam rumah tangga, walaupun korban laki-laki ada juga. Tetapi untuk bisa menaikkannya ke pengadilan dan mendapatkan hak pembelaan yang sesuai sepertinya menempuh jalan yang cukup rumit, belum lagi stigma masyarakat. Terima kasih sudah mau berbagi mbak, ga kebayang rasanya untuk menceritakannya kembali kalau saya mah. Untuk bisa healing dan berbagi kisah seperti ini sepertinya juga butuh proses yang tidak sebentar <3 <3 sehat-sehat yaaa mbaaak.

    ReplyDelete
  13. Aku speechless mbak, sejauh ini, pihak perempuan memang yang paling rentan dalam banyak kasus2 pelecehan seksual ataupun kekerasa dalam rumah tangga, walaupun korban laki-laki ada juga. Tetapi untuk bisa menaikkannya ke pengadilan dan mendapatkan hak pembelaan yang sesuai sepertinya menempuh jalan yang cukup rumit, belum lagi stigma masyarakat. Terima kasih sudah mau berbagi mbak, ga kebayang rasanya untuk menceritakannya kembali kalau saya mah. Untuk bisa healing dan berbagi kisah seperti ini sepertinya juga butuh proses yang tidak sebentar <3 <3 sehat-sehat yaaa mbaaak.

    ReplyDelete
  14. Ambu...Aku tercengang baca kisah pengalaman nya terlebih respon yang didapat saat membuat pengaduan bahkan termasuk lembaga berwenang. Jadi, yang sering digaungkan selama ini masih jauh dari harapan
    Sedih juga miris kalau denger berita soal KDRT

    ReplyDelete
  15. Laki-laki memang seharusnya jadi salah satu agen perubahan. Menjadi suami siaga, sehingga istri dan anak menjadi pribadi bahagia, dan bahagia membuat perubahan zaman yang lebih baik

    ReplyDelete
  16. Begitulah memang seharusnya laki2. Aku paling marah kalau marital rape itu dianggap hal biasa diantara orang menikah. Peluk sayang buat Bunda Maria.

    ReplyDelete