“Sepi bu.” Demikian jawaban driver ojek online saat kami berpapasan di sebuah supermarket. Saya mengenalnya sebagai penjaja kue keliling. Akibat covid 19, dia terpaksa banting setir, beralih profesi karena penghasilannya berjualan kue menurun drastis. Tak mencukupi kebutuhan keluarganya.
Lho kok malah belanja di
supermarket?
Jika Anda punya anggapan “hanya
orang kaya yang belanja di supermarket”, maka Anda termasuk golongan orang
jadoel. Kini, nggak harus jadi kaya
untuk belanja di supermarket. Stigma itu mah.
Pelaku retail modern
(supermarket/mini market) melakukan diferensiasi. Contoh termudah di Kota
Bandung, adalah rangkaian retail modern Yogya Grup. Toserba dan supermarket
dengan nama brand tambahan “junction” ditujukan untuk menengah ke atas,
terlihat dari tersedianya produk impor dan beragam produk. Sedangkan brand “Yogya”
saja dan “Griya” untuk semua kalangan.
Harganya? Sama!
Ditambah program diskon daisabu
(daging, ikan, sayur, buah) pada hari – hari tertentu, membuat retail modern di
bawah grup Yogya tak pernah sepi pengunjung.
Strategi serupa dilakukan retail
modern lain seperti Alfamart, Indomaret, Giant, Hero, dan Superindo. Mereka
melakukan riset sebelum membuka salah satu cabang. Mereka juga kerap bekerja
sama dengan distributor agar bisa menggelar diskon.
Tak mau melakukan riset dan diskon
aka sale?
Ya, ambyarrrr …...😃😃
Hari gini harus berstrategi dalam
berdagang. Tidak saja persaingan tambah sengit, pembeli juga bertambah cerdas. Konsumen
hanya membeli produk yang memberi kepuasan dalam hal kuantitas dan kualitas.
Gak heran saya sering bertemu
dengan teman yang kini berprofesi sebagai diver ojol di paragraf awal. Dulu, sebagai
penjual kue keliling, dia membeli susu UHT merk tertentu sebagai bahan baku kue
di supermarket. “Lebih enak,” katanya.
Sesudah tidak lagi membuat kue, dia
tetap memilih berbelanja di supermarket untuk produk-produk tertentu, terutama
sembako (kecuali beras). Cara retail modern memajang produknya dalam rak-rak
yang rapi, baik label maupun harga, sangat membantu konsumen.
Konsumen bisa memilih produk yang
harganya sesuai dengan jumlah kocek yang dimiliki. Bandingkan jika membeli di
warung atau toko kelontong. Pastilah harus meminta bantuan pemilik warung/toko untuk
bolak balik menanyakan harga. Yang bisa berakhir dengan muka cemberut dan umpatan
pedas sang pemilik warung/toko.
“Jadinya mau beli yang mana???”👀👀
Bikin konsumen mengkeret, minimal
nggak enak hati andai tak jadi membeli.
Beda halnya dengan belanja di
retail modern. Nggak cocok harga/produk, batalkan saja pembelian. Atau mengalihkan pembelian dengan produk
sejenis. Bisa juga membeli produk dengan volume berbeda.
Tapi, belanja di retail modern
sering bikin kantong bolong. Salah satu penyebabnya adalah membeli produk di
luar rencana. Baik jumlah maupun pembelian produk di luar anggaran.
Sementara, penting banget
mengencangkan ikat pinggang di saat pandemi covid 19 ini.
Nah, agar isi dompet aman hingga
akhir bulan, tak ada salahnya mempraktikkan 5 tips berikut:
5 Tips Belanja Hemat di Supermarket
Tetapkan Budget
Konsumen membuat daftar belanja mah
biasa. Yang belum biasa tuh menetapkan jumlah rupiahnya, dan bertekad nggak
boleh melampaui. Pelaksanaannya super duper susah. Dibutuhkan tekad dan
semangat 45.
Contoh kasus ada 7 item barang
yang harus dibeli. Barang yang dibutuhkan sekarang, bukan untuk stok apalagi untuk bulan depan.
Berapa prediksi jumlah rupiah yang
harus dibawa? Rp 100.000? Oke bawa saja uang cash Rp 100.000. Tinggalkan segala
macam alat pembayaran lain seperti debit card dan credit card.
Takut tergiur produk diskon? Percayalah Anda tidak akan bangkrut saat
membeli produk tersebut dengan harga normal. Sebaliknya cash flow keuangan
rumah tangga akan terganggu andai membelinya sekarang.
Eh, ternyata ada diskon untuk produk yang sudah lama Anda incar. Tersisa satu
pula. Usai belanja barang yang diperlukan, pulanglah dan tanyakan dalam hati, “Apakah
produk tersebut begitu penting hingga hidup Anda akan kiamat jika tak
membelinya?”
Saya jamin, jawabannya adalah tidak. Dan waktu akan membantu menghilangkan rasa kesal karena batal produk diskon tersebut.
![]() |
source: superindo.co.id |
Pilih Produk dengan Private Label
Marketing kami menjual “kecantikan”, sedangkan pabrik kami memproduksi “lipstik”
Demikian kata CEO perusahaan yang
menghasilkan produk kecantikan terkenal di mancanegara, termasuk Indonesia.
Pernyataan tersebut menjelaskan
betapa pentingnya marketing, sekaligus betapa mahalnya. Berkat marketing, harga
jual suatu produk bisa 10 kali lipat biaya produksinya.
Mereka, para pembuat konten marketing
adalah sekumpulan insan dengan kreativitas
tanpa batas, yang bertugas membuat konsumen tertarik membeli.
Siapa yang harus menanggung beban
biaya marketing? Tentu saja Anda dan saya, serta konsumen lainnya.
Padahal nggak semua pemilik brand
merupakan pemroduksi barang lho. Mereka menciptakan brand dan menjual barang
yang diproduksi perusahaan lain.
Contohnya “Mak Icih”, camilan
keripik singkong yang dijual pemilik brand. Serta kini, paska pelarangan dijualnya
minyak goreng curah, muncul merk-merk baru seperti Lentera Mas, Jujur dan masih
banyak lagi.
Banyaknya produk curah tanpa merk,
memberi ide retail modern untuk menciptakan private label/private brand. Superindo
misalnya, mempunyai Indoculinaire, Superindo 365, Superindo Care, Bio Organik.
Sedangkan retail modern lain merasa
tidak perlu mencipkan brand baru. Jangan heran saat belanja di Hero menemukan
camilan “Hero Save”. Di Giant ada mie instan “Giant”. Di Alfa bisa ditemukan air
mineral berlabel “Alfamart”.
Produk private label seperti ini
sangat menguntungkan konsumen karena harganya lebih murah. Bahkan bisa 30 %
lebih murah! Superindo pernah membuat perbandingan dan memajang hasilnya. Satu trolley
berisi private brand miliknya. Trolley yang lain berisi brand lain yang beredar
di pasar.
Salah satu strategi untuk menambah
keuntungan Superindo dan konsumen, ya?
Keuntungan lain, konsumen bisa segera
melakukan klaim/klaim di tempat, andai apes,
mendapati produk yang dibelinya tidak sesuai, baik kualitas maupun kuantitasnya.
![]() |
source: freepik.com |
Belanja Produk Tanpa Embel Embel
Terbiasa mencuci baju dengan
banyak busa. Tahukah, agar muncul banyak busa, produsen menambah zat kimia tertentu pada deterjen?
Padahal ngga ada hubungannya daya
pembersih deterjen pada pakaian dengan busa. Atau dengan kata lain, konsumen
menjadi korban iklan. Seolah pakaiannya bersih cemerlang berkat busa.
Sayangnya banyak busa membutuhkan
air bilasan yang cukup banyak. Sementara krisis air melanda perkotaan, maka muncullah
varian deterjen “sekali bilas”. Tentunya dengan harga lebih tinggi.
Demikian juga produk lainnya. Produk yang mendapat
tambahan zat yang diklaim berkhasiat ini dan itu. Konsekuensinya, harga produk
menjadi lebih mahal.
Jadilah konsumen cerdas. Jangan
jadi korban iklan. Semua deterjen berfungsi membersihkan pakaian. Semua pasta
gigi berguna untuk membersihkan gigi dan memberi rasa nyaman rongga mulut. Semua
minyak goreng merupakan penghantar panas untuk memasak makanan, demikian seterusnya.
![]() |
source: freepik.com |
Belanja Sayur dan Buah di Pasar Tradisional?
Semurah-murahnya harga sayur dan
buah di supermarket, harga di pasar
tradisional/warung sayur/tukang sayur keliling jauh lebih murah.
Banyak penyebabnya. Salah satunya
penanganan paska panen. Hanya yang bermutu yang bisa masuk retail modern.
Produk pertanian reject atau sisa sortiran masuk pasar tradisional.
Ngga semua, pastinya.
Penjelasan ini hanya untuk
memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan betul-betul bermanfaat dan dinikmati
hasilnya. Jangan membeli dengan alasan murah dan akhirnya menyesal.
![]() |
sumber: freepik.com |
Cek Ulang Struk Belanja
Jangan langsung pulang, cek struk
belanja untuk memastikan tidak ada salah input harga dan barang.
Seperti yang belum lama terjadi, saya
tergiur membeli batu baterai. Nggak
hanya 1 buah, sesuai kebutuhan, tetapi 12 buah, gara-gara melihat label diskon
50 %.
Ternyata oh ternyata, label tersebut
hanya berlaku minggu lalu. Pegawai supermarket lupa menurunkan stiker. Untung klaim segera dilakukan, sehingga bukti
stiker yang menyesatkan masih terpampang dan bisa menjadi bukti.
Memeriksa ulang struk belanja juga
membantu mengevaluasi hasil belanja. Jangan sampai membeli produk yang nggak penting dan
berpotensi nyampah.
Baca juga: Kok
Orang Cina Banyak Yang Kaya Sih?
![]() |
source: freepik,com |
Perekonomian Indonesia
Berpotensi Masuk 5 Besar Dunia
Tentu saja bukan saya, melainkan
ekonom Faisal Basri yang bilang bahwa perekonomian Indonesia berpotensi masuk 5
besar dunia.
Penjelasan selanjutnya dari Faisal
Basri bisa dilihat disini,
berdasarkan pernyataan World Economic Forum yang memprediksi Negara Cina akan
menggeser Amerika Serikat pada tahun 2024 menjadi number one di bidang ekonomi.
Data yang sama juga menyebutkan
potensi GDP atau produk domestik bruto
Indonesia berpotensi menggeser Jerman menempati posisi ke-5.
Kalkulasi GDP yang dimaksud adalah
GDP negara bukan perseorangan. Yang dibutuhkan kemudian adalah pejabat
Indonesia yang mampu menciptakan
keadilan agar kesejahteraan merata. Jangan hanya menumpuk di satu kelompok.
Sementara menunggu saat itu tiba,
yuk berhemat agar bisa melewati pandemi Covid !9 dengan selamat.
Baca juga: Yuk,
Jadi Auditor Keuangan!
aku termasuk bukan oarng yang boros seajk gadis. tapi di masa pandemi saat di rumah saja gak ada kegiatan makanya bikin sesautu bisa dicoba, jadilah pengeluaran bertambah. buat mencoba masakan, mencoba beberapa kerajinan tangan
ReplyDeletepadahal harus ngirit ya mbak?
DeleteEuforia kerap terjadi saat ada perubahan
Kalau kami memilih untuk belanja secara mingguan di supermarket yang budgetnya sudah ditentukan. Lumayan bisa mengerem dengan metode seperti ini. Kecuali saat minyak, beras dan sabun mandi habis bebarengan, lansung jebol biasanya,hehe. Tp biasanya dikompensasi di minggu berikutnya, jadi harus lebih ngirit dan di bawah budget,hehe
ReplyDeletebetul, kita harus bisa beradaptasi
Deletedan pasti bisa ^^
Mbaaaaa, keren banget ini mah!
ReplyDeleteSyukaaakkk!
Setuju banget Mba, saya sering dibilang boros karena belanja di supermarket.
Padahal saya udah jelasin, belanja di supermarket itu, selain harganya lebih murah karena sering diskon, pun juga barangnya lebih terjamin bersih (kemasannya bebas debu dll) dan enggak expired.
Banyak yang kesal, katanya retail modern itu membunuh warung kecil, tapi setiap pemerintah mengadakan suatu pelatihan atau apapun, demi agar UMKM bisa bersaing dalam modern, selalu dipandang negatif.
Padahal ya pada akhirnya, masyarakat akan memilih yang lebih murah dan nyaman :)
Apalagi diary product sering diskon dengan harga murah banget
DeleteSolusi untuk emak yang harus ngasih protein maksimal untuk anak-anaknya ya?
Bahkan umkm kerap belanja di supermarket lho
Jurusnya semua oke Bu... apalagi saya di kampung, pasar nya tradisional banget, seminggu cuma ada dua kali, Selasa dan Jumat saja.
ReplyDeleteKalau hemat, sejak dulu saya selalu belajar hemat. Kalau tidak, penghasilan tidak akan mencukupi...
kita emang harus cerdik beradaptasi teh
Deleteselain itu, berlaku juga di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung
Sejak pandemi ini aku belum belanja ke supermarket lagi mba. Mini market Deket rumah atau toko-tojo sekitar rumah aja. Masih belum 'pede' ke mall atau market besar.
ReplyDeletesebetulnya yang saya maksud adalah retail modern mbak karena mereka menerapkan protokol covid 19
Deleteretail modern : supermarket dan minimarket
Saya nyaris tidak pernah cek struk belanja. Kalau menemukan kesalahan juga biasanya saya diam. Bukan smart buyer ya. Huhuhu..
ReplyDeleteTapi tentang produk beli di mana,saya sudah pegang prinsip ekonomi, yaitu membeli seuntung-untungnya
Sejak pandemi kami belanja di pasar tradisional. Blanja juga 3-4 hari sekali. Asli istri jd irit bgt
ReplyDeleteTapiii.... Tambah lg pengeluaran, yaitu Sering beli bunga/tanaman hias 😂✌️
Intinya sih harus disiplin dan bijak dengan pengeluaran ya Mbak. Belanjalah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Bukan mengikuti keinginan.
ReplyDeleteAlhamdulillah saya tidak ngotot dengan jenama tertentu. Yang penting barang itu halal, bersih, dan berkualitas. Belanja ke supermarket disiplin mengikuti daftar yang sudah disiapkan sebelumnya. Awal² terasa berat dengan godaan diskon atau produk di luar list. Tapi lama kelamaan sudah biasa.
Tips belanja hemat di supermarket yang lengkaaap!
ReplyDeleteKalau bijak belanja di supermarket bisa menguntungkan, karena pergantian barang lebih pasti, kebersihannya lebih terjamin, sering ada potongan harga serta kenyamanan tempatnya. Tapi, ya itu tadi...kadang kalau enggak teliti, promo harga sudah lewat - di kasir sudah di update - eh petunjuk harga masih yang lama.
Selain itu, kemungkinan ngambil lain-lainnya lebih besar pula
Tapi, saya tetap lebih pilih belanja bulanan ke supermarket karena lebih lengkap daripada minimarket
Ini bener banget. Biasanya kalau untuk produk yang aku enggak terpaku pada merek, aku pilih privat label karena biasanya mutunya bagus dengan harga lebih murah.
ReplyDeleteHuhuhu kalau jalan ke supermarket itu pasti ada aja yang dicomot diluar daftar belanjaan.. emang bener belanja di pasar lebih murah...jauh banget bedanya
ReplyDeleteAku kalu ke Supermarket juga nunggu promo JSM..promo weekend gitu jadi bisa belanja banyak dengan harga lebih miring hihihi
ReplyDeletemantaabb Ambu.
ReplyDeleteAku selalu rutin cek katalogpromosi(dot)com karena di situlah bersemayam aneka promo yg bisa menyelamatkan dompet dari sakaratul maut :D
Biasanya belanja di Superindo bisa (total) hemat 50-70 ribu.
Sungguh melegakan jiwa
Gak selama pandemi aja tapi sekarang sudah mulai pilih-pilih saat belanja. Nyari yang harga miring tapi tetap oke. Terus kalau sayur dan lainnya tetap pilih ke pasar
ReplyDeleteSelama pandemi ini aku malah jadi boros belanjanya. Bukan hanya persoalan belanja bulanan di supermarket tapi printilan ini itu dan juga jajanan. Haaaaa... belanja bikin gak stress sih tapi merusak keuangan juga hahaha... Terimakasih tipsnya mbak
ReplyDeleteBener banget sih kalo pedagang warung pun belanja kulakan di supermarket. Aku sering ketemu kalo lagi belanja di Superindo, ibu-ibu bawa troly isinya minyak, gula, dan tisu, juga telur. Karena harganya lebih murah dibanding kulakan di pasar tradisional.
ReplyDeleteDan aku pun kalo beli buah lebih memilih di tempat penjual buah keliling karena buahnya bagus dan harganya miring dibanding di supermarket
Ambuu...
ReplyDeleteAku banget ini...sejak pandemi malah boros. Karena gak belanja sendiri dan mengandalkan titip suami, jadi kadang kalau lupa suka mengentengkan "Aah...bisa beli online ini.."
Dan tentu menjadi lebih mahal.
Bermanfaat ini Mba untuk saya yg sering 'bocor halus' kalau belanja hehehe Rencana beli ABCD eh pulang-pulang ada EFGHIJK :D
ReplyDelete