Kok Orang Cina Banyak yang Kaya, Sih?

 

Kok Orang Cina Banyak yang Kaya, Sih?

“Orang …. harus dibasmi” kata pengemudi angkot sambil ngetem di perempatan jalan menuju Jalan Pajajaran Bandung. Ucapan rasisnya disambung kalimat lain yang intinya kurang lebih:  etnis Cina adalah musuh karena kaya dan licik.

“Nggak semua orang Cina kaya, mang,” sanggah saya. Hehehe daripada bete ngetem, mending debat kusir aja bareng supir angkutan umum (angkot = Kota Bandung).

Saya memberi contoh ada kok etnis Cina yang jadi pemulung. Beberapa kali, di pagi hari saya bareng dengan perempuan pemulung tersebut. Kebetulan jurusan kami sama: pasar Ciroyom! Bedanya dia kesana untuk memulung sampah anorgaanik yang banyak banget, sedangkan saya belanja bahan kue pesanan.

Saya tahu, debat kusir sebetulnya nggak berujung. Ngga ngefek ke sopir angkot. Dia terlanjur benci banget pada etnis Cina. Kebencian yang mengakar. Akibat brainwash puluhan tahun.

Etnis Cina, Korban Politik Pemisahan

Padahal, jika mau ditelisik, harusnya kita malah angkat topi pada etnis minoritas ini. Pada masa kolonial Belanda, etnis Cina dimanfaatkan sebagai petugas pajak, sehingga keberadaannya dibenci. Tapi bukannya dibela, bangsa Belanda justru membantai dan mengerangkeng mereka di wilayah Pecinan (sumber: historia.id)

Pada masa G30S, mereka dituduh sebagai mata-mata Negara Tiongkok, negara komunis yang dianggap punya peran dalam Gerakan 30 September 1965 (G30S). Muncul dikotomi: pribumi dan non pribumi. Segala sesuatu yang berbau Tiongkok diberantas. Etnis Cina mengalami berbagai pembatasan. Tidak boleh menggunakan nama yang “berbau Tiongkok”, dipersulit masuk perguruan tinggi negeri. Sulit menjadi tentara, dan pegawai negeri sipil (PNS).

Namun yang paling menyedihkan tentunya peristiwa kelabu 13-15 Mei 1998. Etnis Cina menjadi target utama kerusuhan. Ruko mereka dijarah dan dibakar. Perempuan – perempuan Cina diperkosa. Kasus ini menjadi ada dan tiada. Ada karena benar-benar terjadi. Tiada sebab walau telah dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)  tapi pelakunya tak pernah diusut.

Kata Ibunda Tentang Etnis Cina

Jangan sampai menjelek-jelekan etnis Cina di depan ibunda. Beliau pasti akan marah! Karena berkat sahabat-sahabatnya, etnis Cina, ibunda bisa menghidupi ke-6 orang anaknya.

“Tanpa Ibu Chio, ibu nggak bisa nyekolahin anak-anak”, katanya.

Sosok Ibu Cio ini memang yang paling dekat dengan ibunda. Beliau mengulurkan kail, bukan ikan, agar ibunda tidak terpuruk paska ayahanda meninggal.  Beragam kail disodorkan, dan dicoba oleh ibunda, mulai dari menjual pakaian, perhiasan, membangun usaha peternakan ayam petelur dan yang terakhir adalah catering pernikahan.

Uniknya, salah seorang adik ipar saya, etnis Cina, juga melakukan hal yang sama kepada ibu dan tantenya. Dia mendirikan warung sembako, termasuk menjual gas melon/gas masak, agar ibunya bisa mendapat penghasilan yang berkelanjutan. Juga supaya sang ibu bisa senam otak dan tidak mudah pikun.

Pastinya sang ibu masih segar bugar ya? Jangan ditiru jika punya ibu yang sudah sepuh dan sakit-sakitan. Sang ibu juga harus ditanya kesanggupannya, jangan sampai niat baik berakhir petaka.

Baca juga: Nggak Mau Pikun di Usia Dini? Yuk, Ngeblog

Nah, ibu adik ipar saya ini merasa excited dengan usaha warung. Pagi hari, usai beres-beres dapur, dia membuka warung. Sambil menunggu warung, dia bisa menyapu dan merapikan rumah.

Kalo nggak ngeblog, saya juga mau nih ngewarung di usia tua. Fisik dan psikis sehat, uang masuk mengisi pundi-pundi.

Atau ngeblog sambil buka warung ya? 😑😑😃😃


Mengapa Etnis Cina Banyak yang Kaya?

“Tuhan Maha Adil,” demikian jawaban saya jika mendapat pertanyaan tersebut. Lha wong ditindas mati-matian sejak zaman baheula,  hanya bisa mencari nafkah di sektor peniagaan, masa iya sih Tuhan tidak memberi rahmatNya?

Penjelasan spesifik  Deddy Corbuzier, seleb yang rajin mengunggah video di youtube, serta beberapa sumber lainnya, bisa menjawab pertanyaan dengan lengkap.

Apa saja? Ini dia:

Etnis Cina Gemar Menabung

Tidak sekedar menabung, mereka menerapkan persentase simpanan yang tinggi.

Pakar finansial umumnya menetapkan 20 % dari penghasilan harus masuk pos tabungan. Tidak demikian halnya dengan etnis Cina. Mereka menabung 50 – 60 % dari total pendapatan. Andai mendapat income Rp 3 juta/bulan, maka yang ditabung sekitar Rp 1,5 juta. Dia harus hidup dengan sisanya Rp 1,5 juta selama sebulan penuh. Jika perlu hanya makan bubur.

Pak Anwar, salah seorang direktur etnis Cina di kantor saya dulu, punya pendapat yang masih terngiang hingga kini: “Uang Rp 100 juta/bulan bisa nggak cukup. Tapi uang Rp 1 juta/bulan bisa cukup.”

Sesuai hukum ekonomi ya? Kebutuhan manusia tidak terbatas, sementara alat pemuas kebutuhan terbatas. Jika pandai mengelola keuangan, uang Rp 1,5 juta/bulan pasti cukup.

Etnis Cina Lebih Suka Membeli Barang dengan Tunai

Adik ipar yang saya ceritakan di atas pernah menunjukkan handphone barunya. Handphone 4 G kelas menengah, bukan kelas flagship. Padahal dengan kemampuan finansialnya, dia sangat bisa membeli handphone flagship  keluaran terbaru.

Itupun hasil menabung. Adik ipar saya rajin mencari side income, hasilnya ditabung, salah satunya untuk membeli handphone baru karena yang lama masih 3 G.

Dia membeli dengan tunai. Ngga peduli tawaran menyicil gadget dengan bunga nol persen melambai-lambai, menggoda konsumen untuk dicolek. 😁😁

Etnis Cina Gemar Berinvestasi

Sejak usia dini mereka mendapat didikan untuk mengutamakan investasi sebagai tabungan di masa depan. Uang tabungan yang berhasil dikumpulkan (point 1) akan mereka alokasikan untuk investasi dalam bentuk rumah, emas, danareksa  atau lainnya.

Etnis Cina Membeli Barang Sesuai Fungsi, Bukan Gengsi

Pernah memperhatikan calon pembeli yang merubung ruko yang menjual gadget terbaru? Etnis Cina umumnya pemiilik ruko, bukan calon pembeli. Mereka nggak tergiur  dengan gengsi.

Etnis Cina juga hanya menggunakan baju mahal dan perhiasan mewah untuk peringatan hari raya atau  acara penting keluarga. Dalam keseharian, mereka memilih baju sederhana yang nyaman dipakai.

Saat harus membeli kendaraan roda 4, misalnya, mereka akan membeli mobil seharga Rp 200 juta yang sudah memenuhi semua kebutuhannya. Mereka tidak akan membeli mobil seharga Rp 1 milyar, walaupun memiliki uang sebanyak itu.

Andai ingin membeli barang mewah, mereka akan menggunakan 20 – 30 persen dari dana yang mereka miliki. Mereka tidak akan habis-habisan membeli barang dan berakhir gali lubang tutup lubang.

Etnis Cina Haram Berhutang

Alasan mereka rajin menabung dan berinvestasi, tentunya agar tidak berhutang. Kebutuhan pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan kan bisa diprediksi. Sedia payung sebelum hujan menjadi pedoman yang dipatuhi, bukan sekedar hafalan anak sekolah.

Harus dipisahkan berhutang untuk modal berdagang atau produksi ya? Karena hutang bisnis pasti sudah dikalkulasi cashflownya.

Etnis Cina Memiliki Etos Kerja yang Tinggi

Ulet bekerja, menjadi pembeda etnis ini.

Etnis Cina menyadari pendapatan dari satu pekerjaan kadang tak bisa memenuhi kebutuhan hidup. Untuk mencukupinya, mereka mencari pekerjaan sambilan. Atau lembur agar bisa mndapat penghasilan tambahan.

Tentu saja tidak semua etnis Cina sama. Selalu ada yang mbalelo. Terlebih jika sudah terjerat harta, tahta, wanita. Banyak kisah yang terjadi. Salah satunya pemilik toko kue yang terkenal di Bandung. Orangtuanya berpeluh keringat membangun brand hingga terkenal di seantero Nusantara. Saat jaringan toko yang sudah beranak pinak diwariskan pada anaknya, eh si anak malah mempertaruhkannya di meja judi.

Apesnya, si anak kalah berjudi.

Baca juga: Yuk, Jadi Auditor Keuangan!

 

11 comments

  1. Jangankan stranger, beberapa kerabat dekat ku pun masih ada yang menyimpan kebencian terhadap etnis Tionghoa ini. Padahal mereka nggak ada salah apa-apa secara langsung dengan hidupnya. (Misalnya pernah ketipu sehingga jadi benci, dsb). Kalau pas ngumpul dan nemu komentar kayak gitu paling kasihan karena seumur hidup menyimpan kebencian.

    Beberapa prinsip hidup orang Cina yang ibu tuliskan aku terapkan juga. Misal, membeli barang dengan cara tunai. Godaan cicilan memang datang dari kiri-kanan-depan-belakang, tapi untungnya aku tipe orang yang susah tidur kalau ada utang hwhw.

    Soal miskin dan kaya, balik-balik soal rezeki masing-masing orang. Yang penting bermanfaat untuk sesama :)



    ReplyDelete
  2. Aku acung jempol sama etnis yang satu ini. Pernah punya beberapa teman dekat yang jadi bukti. Kebetulan yang beretos kerja tinggi dan punya sifat baik yang disebutkan di list ini. Salah satunya teman kerja dulu. Seorang ibu muda (saat itu saya belum menikah). Dia bawa bekal makan - selalu- nyaris ga pernah jajan. Lauknya juga sangat sederhana. Penampilan biasa. Katanya sudah bertekad sama suaminya mau punya rumah sendiri secepatnya dan buat persiapan sekolah anaknya yang balita. Aku salut bener, ga tergoda sama sekali bela-beli kayak teman perempuan muda lainnya. Juga, masih dagang itu ini dia...

    ReplyDelete
  3. Hehehe. Aku malah banyak ketemunya orang keturunan cina itu kalau berbisnis sangat jujur dan profesional. Yang masih rasis berarti kurang banyak gaul aja kayaknya.

    ReplyDelete
  4. Saya setuju dengan poin-poin yang ditulis Ambu. Kebetulan teman-teman saya dulu waktu kuliah maupun waktu di Brunei kebanyakan orang Cina. Dan kebanyakan dari mereka memang pelajar yang tekun dan pekerja keras. Jadi ya nggak heran kalau banyak yang kaya hehehe.

    ReplyDelete
  5. Saya setuju dengan poin-poin yang ditulis Ambu. Kebetulan teman-teman saya dulu waktu kuliah maupun waktu di Brunei kebanyakan orang Cina. Dan kebanyakan dari mereka memang pelajar yang tekun dan pekerja keras. Jadi ya nggak heran kalau banyak yang kaya hehehe.

    ReplyDelete
  6. AKu suka banget sama tulisan Ambu nih. Bacanya sampe pelan2 gitu biar bisa kuambil ilmunya...ilmu etnis Cina bisa menjadi orang kaya. Betul banget, mereka itu bisa super hemat, ga mau gengsi2an. Kalau ga mampu beli ya mereka ga beli. Kalau punya uang, mereka ga jor2an. Ya ada juga sih sebagian kecil orang Cina yang ga sukses secara harta :) Tapi rata2 mereka keren dan patut ditiru kiat2 keberhasilannya.

    ReplyDelete
  7. Mungkin kebiasaan tergantung sama daerahnya juga yah. Saya banyak berinteraksi juga dengan mereka. 70% lingkungan pekerjaan saya bersama etnis cina. Mereka memang rata2 pebisnis. Kalo ada yg jadi karyawan katanya gengsinya jatuh. Tapi masalah poin yg berhutang, bbrp teman saya malah lebih suka nyicil karena katanya sisa uangnya bs untuk investasi yang lain. Jadi kalo ada yg bs dicicil lebih baik nyicil.

    ReplyDelete
  8. Betul bgt, banyak hal yg bisa kita tiru dari mereka. Berniaganya juara. Meski memang ada hal2 yg membuat orang ngejudge negatif. Tapi kembali ke orannya hehe

    ReplyDelete
  9. Setuju banget dengan beberapa poin di atas yang menguraikan ETOS kerja dan falsafah hidup etnis Cina mengenai uang. Deretan hal yang wajib kita tidur. Dan itu harus kita akui.

    ReplyDelete
  10. Kebencian tanpa melihat lebih dalam, hanya akan menutupi semua sisi baik. Hobi menggeneralisir salah satu sifat berbahaya. Aku berteman dengan siapa saja, jika ada ada di antara mereka berkepribadian baik atau sebaliknya, adalah karena ia sebagai seseorang, bukan etnisnya, sukunya, atau kelompoknya.

    ReplyDelete
  11. Postingan yg sangat bagus, salam kenal :)
    Saya juga campuran etnis cina-jawa. Ibu saya yg etnis cina banyak mengajarkan hal2 seperti di atas. Kalau mau beli barang biasanya nabung dulu dan kalo boleh cash, tdk berhutang atau nyicil supaya tdk jadi beban pikiran.
    Memang kadang ada keinginan mau beli ini itu, tapi selalu berusaha mikir apa itu kebutuhan atau cuma keinginan doang. Kalau mmg perlu, baru dibeli, kalau boleh cari harga yg lebih murah makanya butuh waktu kesana kemari-atau lihat sana sini dulu baru beli hehehe.
    Dulu jaman sekolah juga jalan kaki, untung dekat dari rumah. Bawa bekal dan minum di botol- tempat botolnya dibuat dari tali rafia sama ibu. Pokoknya ekstra hemat, tdk jajan di kantin sekolah. Makanya nanti dapat jajan pas SMA.
    Tapi memang sebaiknya kalau bergaul, tidak usah melihat dia etnis ini etnis itu. Selama cocok, nyambung bicaranya dan baik tdk jadi masalah itu siapa.
    Good article :)

    ReplyDelete