Pecandu Lem Aibon di Pelupuk Mata, Tapi Tak Nampak


Bocah ngelem di pasar Ciroyom
“Bu, minta uang bu”

Sosok anak berusia sekitar 12 tahun itu menadahkan tangan tanpa ekspresi. Bau tak sedap menguar dari tubuhnya. Mungkin sudah berbulan, bahkan bertahun, tubuh dan rambutnya tak pernah bersentuhan air bersih, sabun mandi serta shampoo.

Usai bercakap seperlunya, dia menjauh. Jongkok diujung jalan sambil menarik ujung baju dan mendekatkan ke hidung. Asyik ngelem.  Atau menghirup lem aibon yang tersembunyi di balik baju. Membuat saya enggan memberinya uang. Takutnya malah untuk beli lem aibon. Andai ditolakpun, mereka ngga marah. Kadung hidup pasif.

Jumlah mereka belasan, bahkan mungkin puluhan. Memenuhi kawasan ramai Kota Bandung seperti pasar Ciroyom, pasar Andir, pasar Caringin hingga terminal Cicaheum. Mungkin pertimbangannya lebih mudah ngemis di kawasan ramai, untuk membeli lem aibon atau sekedar nasi bungkus.

Mengapa mereka ngedrug dengan lem aibon?

Pastinya karena murah. Paling murah dibanding narkotika lainnya. Namun sebelum lanjut, yuk berkenalan dengan bahan perekat yang pernah membuat geger rencana anggaran DKI Jakarta.


Mengenal Lem Aibon
Diproduksi oleh Aica Indonesia, aica aibon atau lem aibon merupakan cairan perekat serbaguna yang terbuat dari bahan sintetis dan pelarut organik.

Berfungsi merekatkan berbagai barang berbahan kulit, plastik, kayu, karet, dan lain-lain. Lem aibon juga termasuk kedalaman zat adiktif yang berbahaya. Salah satu zat berbahaya yang terkandung di dalam lem aibon adalah Lysergic Acid Diethyilamide (LSD). LSD merupakan narkoba sintetis yang disarikan dari jamur kering atau dikenal sebagai ergot yang tumbuh pada rumput gandum.

LSD merupakan halusinogen terkenal yang dapat menimbulkan efek rasa nyaman atau tenang. Sering kali ada perubahan pada persepsi, penglihatan, suara, penciuman, dan perasaan.

Efek negatif yang muncul adalah hilangnya kendali emosi, disorientasi, depresi, kepeningan, perasaan panik yang akut, dan perasaan tak terkalahkan, sehingga pengguna kerap menempatkan diri dalam situasi bahaya.

Anak yang saya temui di paragraf awal, sebagian wajah dan tubuhnya terbakar. Karena ketika terjadi kebakaran pada beberapa kios di pasar Ciroyom, dia tak menghindar. Cuek aja. Terperangkap halusinasi dan disorientasi.

sumber: Media Lampung

Bahaya Ngelem
Dilansir dari drugfreeworld.org, ngelem termasuk inhalant drugs yaitu menghirup uap kimia langsung dari wadah terbuka, atau menghirup uap dari kain yang direndam dalam bahan kimia tersebut. Beberapa orang menuangkannya ke kerah, lengan atau ujung lengan dan mengendusnya secara berkala.

Uap yang dihirup menghasilkan efek yang mirip dengan anestesi, yaitu memperlambat fungsi tubuh. Pelaku mengalami “high”, kemudian merasakan  hilangnya hambatan, disusul rasa kantuk, pusing dan gelisah.
Dalam prosesnya, zat-zat kimia yang dihirup diserap melalui paru-paru ke dalam aliran darah, kemudian dengan cepat mencapai otak dan organ-organ lain, mengakibatkan:
  • Gagal pernapasan akut, karena zat kimia yang dikandung lem aibon mencegah jumlah oksigen yang cukup untuk menjangkau seluruh tubuh. Dalam kasus yang lebih serius, kegagalan pernapasan kronis akibat mabuk lem dapat menyebabkan koma.
  • Kerusakan otak, umumnya lem mengandung zat toluena dan naftalena yang dapat merusak selubung mielin. Mielin merupakan lapisan tipis di sekitar serabut saraf otak dan sistem saraf. Kerusakan selubung mielin mengakibatkan terganggunya fungsi otak.
  • Aritmia. Akibat menghirup zat kimia yang terkandung dalam lem aibon, detak jantung menjadi tidak teratur atau aritmia, yang bisa disusul dengan gagal jantung. Dalam beberapa kasus, terjadi sudden sniffing death syndrome (SSDS), yaitu sindroma kematian mendadak setelah menghirup lem. Ini bisa terjadi bahkan pada kali pertama seseorang mulai ngelem.

“Di pasar Caringin banyak tuh bu. Ada yang stroke. Ada yang sekarat”, kata seorang sopir angkutan umum yang saya ajak berbincang mengenai kasus ngelem. Ucapan pak sopir membuktikan akibat ngelem, yaitu kerusakan otak dan organ tubuh dan berakhir kematian.

sumber: indosport.com

Seharusnya Mereka Punya Masa Depan
“Itu anak-anak? Kok tidak ada tindakan dari KPAI kalo itu orang dewasa kok Dinas Sosial tidak bergerak?” komentar seorang teman yang kini berdomisili di New York, ketika saya mengunggah foto remaja yang asyik ngelem di pasar Ciroyom.

Teman saya tersebut pastinya tak mengetahui bahwa Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak bisa melakukan apa-apa. Jika ada laporan masyarakat, paling juga dirujuk ke organisasi terkait di kota tersebut. P2TP2A misalnya. Sesudah laporan masuk ya sudah. Lha wong dinas sosial diem aja.

Nah kemana tuh dinas sosial?

“Ngga ada biaya” kata mereka. “Kami sedang membuat rumah singgah”.
Rencana yang entah mengapa tak jua terealisasi. Hingga akhirnya organisasi sosial nirlaba seperti “Save Street Child” , “Rubel Sahaja” dan “Rumah Cemara” turun tangan. Tanpa mereka, korban akan semakin banyak berjatuhan.

Saya pernah mengikuti peringatan “International Children Days” bareng mereka. Diawali dengan mengumpulkan baju yang dibawa para peserta, sekitar 20 orang anak dan remaja pelaku ngelem disuruh memilih baju, mandi dan memakai baju ganti.

Kemudian diteruskan makan nasi bungkus dan pertandingan sepak bola futsal, olah raga yang disukai hampir setiap anak dan remaja. Sambil menonton, pelaku ngelem curhat sambil tiduran bareng kakak pendamping/relawan. Sementara anak remaja yang bertanding futsal tetap ngelem di antara waktu menggiring dan menendang bola.

“Save Street Child”, terdiri dari relawan yang secara periodik mengajak anak jalanan berkumpul dan melakukan kegiatan edukasi seperti mendongeng dan menggambar. Pelaku ngelem tak selalu bisa mengikuti, jadi biasanya hanya pasif mendengarkan sambil tetap ngelem.

Rumah Belajar Sahaja”, bermarkas di Pasar Ciroyom, organisasi nirlaba ini memfasilitasi anak-anak jalanan, termasuk pelaku ngelem, untuk mendapatkan “10 hak anak”. Anak-anak dan remaja yang berhasil melepaskan diri dari ketergantungan drugs akan mendapat bantuan sekolah formal.

“Rumah Cemara” , didirikan almarhum Ginan Koesmayadi dan kawan-kawan dengan tagline “Indonesia Tanpa Stigma” , tidak hanya bertujuan memberi terapi pada pecandu drugs, penderita HIV/Aids yang selama ini termarjinalkan, juga membantu mereka untuk berprestasi, salah satunya melalui “Homeless World Cup”

sumber: Rumah Cemara

Berjaya di Homeless World Cup
Didirikan oleh Mel Young dan Harald Schmied pada tahun 2001, Homeless World Cup bertujuan memberi solusi global untuk tuna wisma, termasuk  penderita HIV/Aids dan NAPZA yang hidup termarjinalkan.

Turnamen sepakbola tahunan pertama bagi para tunawisma terjadi pada tahun 2003 di Graz, Austria. Berangkat dari kecintaannya terhadap sepak bola, Ginan Koesmayadi, mengusulkan Rumah Cemara untuk menjadi pengorganisir Homeless World Cup bagi Indonesia pada tahun 2009.

Tidak mudah. Harus melalui serangkaian proses administrasi yang begitu panjang, hingga akhirnya didapuk sebagai National Organizer Homeless World Cup untuk Indonesia. Serta mendapat kesempatan mengikuti ajang Homeless World Cup 2010 di Brasil.

Sayang tim Homeless World Cup dari Indonesia harus menelan pil pahit. Walau undangan sudah dikantongi tapi tanpa biaya pastinya hanya angin surga yang didapat.

Beruntung, berkat kegigihan Ginan dan kawan-kawan, akhirnya tim nasional Indonesia berhasil bertanding di ajang Homeless World Cup 2011 di Paris, didapat setelah mereka menerima sumbangan dari pihak swasta serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Penikmat acara “Kick Andy” mungkin pernah menonton episode ketika Andy F. Noya berkunjung ke lokasi tim HWC berlatih, kemudian mengajak pihak swasta memberi dukungan dana.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, tim HWC Indonesia mencetak kemenangan hingga meraih peringkat ke-4 pada tahun 2012, dan peringkat ke – 5 tahun 2017. Kok ngga bisa dipertahankan? Karena pemain yang pernah mengikuti ajang HWC nggak boleh ikut lagi pada tahun berikutnya.

Namun yang unik, pemain tersenyumpun bisa meraih penghargaan. Seperti yang dperoleh Suherman, kiper timnas yang selalu tersenyum sepanjang pertandingan. Padahal panas terik menyengat dan Indonesia kalah pada HWC Mexico tahun 2018.

Peluit langka yang hanya dibuat sebanyak 18 buah di seluruh dunia, dipersembahkan wasit Hendry Miles untuk Suherman. 

Indahnyaaa.... ^_^


Sumber:
https://kumparan.com/kumparansains/fakta-fakta-soal-lem-aibon-yang-perlu-kamu-tahu
https://www.drugfreeworld.org/drugfacts/inhalants


17 comments

  1. Saya suka sedih kalau melihat anak-anak jalanan, dan dalam hati berjanji kalau saya akan belajar dg sungguh-sungguh supaya bisa membantu orang2 spt mereka. Semoga segera ada kebijakan yg dapat menanggulangi masalah anak-anak pinggiran yg kecanduan itu, ya. Saya pribadi yakin selalu ada harapan dari anak-anak itu. Krn anak-anak otaknya masih fleksibel jika dibandingkan dengan orang dewasa

    ReplyDelete
  2. Ya Allah....
    semoga solusi brilian, efektif, efisien segera turun utk anak2 yg addicted lem aibon ini ya.
    Salut dgn para NGO yg berkiprah dan punya kontribusi luar biasa!

    ReplyDelete
  3. Ya ampun, rasanya saya ingin menangis mengetahui kenyataan bahwa banyak anak dan remaja yang kecanduan ngelem 😢 semoga semakin banyak anak dan remaja yang teredukasi lalu mukai peduli terhadap masa depannya.

    ReplyDelete
  4. dulu sih pernah liat langsung anak ngelem aibon, sekarang sudah gak pernah. Kemungkinan sering dirazia satpol pp atau polisi.

    ReplyDelete
  5. Ya Allah, sedih bacanya.
    Semoga anak-anak terhindar dari hal-hal yang merugikan mereka.
    Masa depan bangsa ini ada di mereka.

    Btw, saya baru dengar nih ternyata ada orang yang nyandu ngelem gitu, pengen saya keluarin isi lemnya, terus di lem ke hidungnya biar nggak menghirup lem mulu, hhhhh..

    ReplyDelete
  6. Dulu di kircon banyak tuh anak - anak ngamen sambil ngelem, tapi sekarang saya lihat sudah tak ada. Mudah2an bener2 ditertibkan ya. DAn tidak ada lagi yang ngelem aibon, mirisnya kebanyakan anak - anak usia sekolah.

    ReplyDelete
  7. Padahal lem aibon itu bagus untuk merekatkan benda ya, soalnya dulu pernah sepatuku di lem aibon. Tak menyangka bahwa benda tersebut malah disalahgunakan. Semoga tak ada lagi yang melakukannya

    ReplyDelete
  8. Sedih ya..
    Harusnya mereka bisa tumbuh dgn baik..
    Mengejar mimpi dan beprestasi

    ReplyDelete
  9. Duh...saya tuh baru tahu ngelem ini nyandu, saya juga suka aromanya.
    Nah, saya sih sering lihat dengan kaleng cat (kayanya sih) dulu pernah coba menolong anak-anak jalanan ini tapi, ngebujuk mereka, ngajarin mereka ketrampilan ternyata tak semudah yang kami pikir. Kami menyerah karena mereka lebih enjoy di jalanan daripada belajar dengan kami.

    ReplyDelete
  10. Kalau ditempat saya dikenal dengan Lem Fox, di masukkan kedalam plastik2 es. Banyak dari siswa tempat saya mengajar dulu yg kecanduan Lem ini, sayangnya mereka yg sudah kecanduan ini sangat temperamen dan sulit mengikuti pelajaran. Karena tempat saya mengajar terkenal dengan Texas nya Banjarmasin.

    Jadi masyarakat sekitar sudah ga asing dg pemandangan spt ini sehingga terjadi "pembiaran", sekuat apapun sekolah membimbing mereka untuk ga menggunakannya lagi, tp massive nya lingkungan yg berpengaruh buruk membuat anak2 tetap melakukannya ☹️

    ReplyDelete
  11. Kalo liat anak jalanan yang kumuh, dekil dan nggak pernah mandi apalagi ganti baju itu rasanya miris ya kak..
    Cuma dalam pikiran saya, apa mereka nggak memikirkan masa depan?
    Lalu bagaimana dengan keluarga, ibu, bapak dirumah?
    Masa depan seperti apa yang mereka cari dan mereka inginkan?

    ReplyDelete
  12. Sewaktu membaca postingan Ambu di media sosial beberapa hari lalu, aku nggak mudeng lho yang dimaksud ngelem itu apa. Baru saat membaca komentar-komentarnya, aku terkejut. Apalagi setelah membaca tulisan ini. Fakta di balik lem aibon yang selama ini nggak pernah terlintas di kepala.

    Sedih banget ya, kalau generasi penerus bangsa terjebak dalam kebutuhan ngelem ini. Pemerintah nggak boleh nih menutup mata. Salut banget buat peran kawan-kawan yang berkenan merangkul anak-anak ini meskipun tentunya butuh waktu untuk mereka move on.

    ReplyDelete
  13. MasyaAllah semoga makin banyak lembaga yang bisa merangkul anak-anak jalanan dan mengajak menereka ke arah yang lebih baik lagi. Selain lem aibon ada lagi obat batuk yang disalah gunakan oleh sebagian anak-anak jalanan tersebut. Nyesek banget liatnya

    ReplyDelete
  14. Memang perlu keterlibatan banyak pihak untuk menangani anak jalanan dengan segala permasalahannya. Tak hanya pemerintah, swasta dan masyarakat pun juga harusnya berperan serta. Seperti Mbak Maria yang menuliskan info ini sehingga banyak yang jadi tahu termasuk saya

    Kalau di negara maju, anak benar-benar terperhatikan karena sudah jalannya sistem pednidikan dan lainnya dengan baik. Kini, di saat program Keluarga Berencana agar kendor, tentu berpengaruh juga ke kemampuan pemerintah untuk mengurus anak-anak ini termasuk juga penyediaan lapangan kerja untuk orang tuanya. Ah, miris baca tentang lem aibon ini...Semoga segera ada solusi

    ReplyDelete
  15. Yaa Allah, miris banget Mbak bacanya. Itu ide siapa gitu ya awalnya ampek.lem aja bisa digunakan buat ngedrug. Astaghfirullah sediiih.

    ReplyDelete
  16. Eh kok serem? Duh...ada ada aja yaa.. dan saya kemana aja baru tahu tentang Lem Aibon ini :(

    Makin berat aja nih PRnya orangtua buat ngejagain anak-anaknya.

    Semoga anak-anak kita semua dijauhkan dari hal-hal yang tidak benar seperti ini ya mak.

    ReplyDelete