![]() |
source: idntimes.com |
Kalian mengubah kata sesuai
kebutuhan kalian
Terkadang kalian memberi
tahu bahwa kami tidak tahu apa-apa. Masih muda dan tidak boleh melakukan apapun
selain belajar.
Tapi di lain waktu bilang, "Kamu sudah dewasa sekarang. Kamu sudah tahu untuk memahami semuanya".
(Soo Bin - 18 tahun)
(Soo Bin - 18 tahun)
Punya
pengalaman menohok terkait pendidikan anak-anak?
Saya
punya. Banyak malah.
Salah
satunya berkaitan dengan kebiasaan mengoreksi kertas ulangan/ujian anak-anak
saya. Terlebih sewaktu meraka masih di bangku Sekolah Dasar. Alasannya agar
jika ada pertanyaan yang sama di lembar ujian/ulangan berikutnya, mereka tidak
mengulanginya lagi.
Suatu
waktu saya mendapati kertas hasil test mereka dengan pertanyaan seperti ini:
Tanya : Apa yang diperoleh jika hasil testmu meraih nilai 10?
Jawab anak
saya: Ayah
dan ibu akan merasa senang.
Tentu
saja jawaban tersebut langsung dicontreng gurunya. Gurunya menyatakan sebagai
jawaban salah.
Jawaban yang
benar menurut guru
: “Agar menjadi anak pintar yang bermanfaat untuk nusa dan bangsa ”.
Si
guru lupa, konsep menjadi orang pintar, orang sukses etc, tidak masuk dalam
radar pemikiran anak. Relasi anak sehari-hari adalah orang tua, teman dan guru.
Sosok mereka mendominasi pola pikir anak-anak, sehingga ketika muncul
pertanyaan sebab akibat diatas, otomatis jawabannya adalah orang tua akan
senang.
Jawaban
yang masuk akal ya?
Hal
yang luput diperhatikan, bahkan oleh para guru.
Dalam
drama Korea “Moment At Eighteen” hubungan sebab akibat antar orang tua, anak
dan guru hingga teman-teman sekolah, dipatrikan dengan jelas. Ma Whi-Young,
seorang anak SMA, berusia 18 tahun mendapat tekanan dari ayahnya agar selalu
menjadi nomor 1 di sekolahnya.
Tidak
hanya menekan anaknya, Ma Yoon-Ki sang ayah, juga menekan istrinya, membuat
perempuan ini melakukan segala upaya demi mendudukkan Wi Young, sebagai number
one. Jika perlu menyogok, membayar, demi
diubahnya angka-angka nilai test. Serem banget ya?
Familier
pastinya dengan fenomena ini. Cuma beda kasus. Banyak terjadi di Indonesia,
ortu melakukan segala cara non halal demi anaknya masuk sekolah unggulan. Atau
demi nilai rapor anak-anaknya bagus.
Orang
tua semacam ini melupakan bahwa hasil harus diraih si anak, bukan hasil
pembelian orang tua. Jika anak dibiasakan menilai segala hal dengan uang, maka
hingga dewasa, pola pikirnya akan seperti itu.
“Setiap
anak harus memiliki AQ atau kecerdasan menghadapi kesulitan”, kata Elly Risman,
psycholog ternama yang wajahnya kerap muncul di televisi nasional untuk memberi
saran.
“Anak yang tidak memiliki adversity quotient (AQ) akan sulit beradaptasi
kelak, setelah dewasa.
Mereka
yang hanya diasah IQ namun tidak AQnya, akan mudah merasa putus asa. Berantem
dengan suami, maunya cerai. Gagal dalam ujian ingin bunuh diri.
Walau
membawa pesan moral yang bagus, “Moment At Eighteen” nggak berhasil mendulang
rating tinggi di negaranya. Penyebabnya mungkin dunia Kdrama kerap mengusung
tema ini, sehingga penonton mulai bosan. Padahal “Moment At Eighteen” dihuni
banyak aktor tampan dan cantik, salah satunya Ong Seong Woo, mantan personel
Wanna One yang baru memulai debutnya.
Shin Seung-Ho sebagai Ma Whi Young, second
lead yang justru menjadi penentu topik dalam “Moment At Eighteen”.
Walau
dikisahkan sebagai ketua murid yang mendominasi, nasib Whi Young sebetulnya
amat malang. Ayahnya, seorang CEO yang hanya menginginkan anaknya sebagai nomor
satu. Apapun caranya. Termasuk melakukan upaya licik yang tidak etis.
Untuk
memenuhi ambisi sang ayah, Whi Young belajar ekstra keras. Tidak hanya
mengikuti kelas tambahan khusus, Whi Young juga memiliki jadwal khusus, jam
sekian harus belajar apa, mengerjakan apa dan seterusnya.
Apesnya,
Whi Young bukan anak genius, tekanan dari orangtuanya menyebabkan Whi Young
mengalami depresi yang disalurkan dengan menekan orang sekelilingnya. Tubuhnya
pun menunjukkan penolakan terhadap stres dengan munculnya gatal-gatal berbentuk
ruam merah di lengan. Setiap stres muncul, otomatis Whi Young akan menggaruk
area tersebut.
Ong
Seong-Woo sebagai Choi Joon Woo, anak manis yang harus pindah kesekolah yang
dihuni Whi Young dan Soo Bin. Sebagai anak dari orang tua tunggal, Joon Woo
harus bekerja paruh waktu, menjadikannya sasaran empuk Whi Young.
Tidak
hanya harus beradaptasi dengan sekolah baru, Joon Woo juga harus menerima
kenyataan bahwa ayah kandungnya tidak seperti impiannya.
Kim
Hyang-Gi sebagai Yoo Soo Bin, anak perempuan imut dan baik hati yang disukai
banyak orang. Dia punya gank perempuan yang kompak, saling dukung dan saling
membantu setiap ada yang mengalami masalah.
Soo
Bin jatuh cinta pada Joon Woo yang tidak hanya tampan, namun juga baik hati.
Sayang rintangan menghadang 2 sejoli ini.
Kang
Ki-Young sebagai Guru Oh Han-Kyeol. Beruntung kelas Joon Woo memiliki wali
kelas Guru Oh Han Kyeol, seorang guru kocak yang doyan mantengin diskon toko
online.
Bertolak
belakang dengan wali kelas sebelumnya yang tergiur sogokan orang tua Whi Young,
Guru Oh tak mempan disogok. Dia juga sangat melindungi muridnya dan berusaha
mensupport murid-muridnya meraih prestasi.
Sinopsis Plot
oleh Staf AsianWiki ©
Choi
Joon-Woo (Ong Seong-Wu), seorang remaja
berusia 18 tahun terbiasa hidup sendirian. Joon Woo tidak pandai
mengekspresikan emosinya, mungkin karena terbiasa menahan diri.
Joon
Woo dipaksa pindah sekolah dan bertemu Yoo Soo-Bin (Kim Hyang-Gi), murid top yang hidup dalam kendali ibunya. Setelah
bertemu Joon Woo, Soo Bin berani melakukan penolakan untuk hal yang tak
disukainya.
Ma
Whi-Young (Shin Seung-Ho), ketua kelas yang nampak sempurna. Tidak hanya
mengendalikan kelas, nilai rapornya pun selalu bagus. Kepindahan Choi Joon-Woo
membawa banyak perubahan dalam hidupnya.
Review
Seperti
Indonesia, Korea Selatan nampaknya juga mengajari murid-muridnya untuk selalu
bersaing, agar mereka siap ketika kelak terjun dalam dunia kerja.
Banyak
cara ditempuh. Mulai dari menyekolahkan di sekolah unggulan, hingga mencekoki
mereka dengan kelas tambahan dengan guru pilihan. Isi kelas tambahan pastinya hanya anak-anak
tertentu yang telah diseleksi ketat. Karena targetnya adalah masuk perguruan
tinggi favorit.
Ma
Whi-Young, anak seorang pengusaha yang kaya raya, memiliki kelas tambahan seperti
itu. Isinya dia seleksi, hanya
teman-teman pilihan dan mereka yang pandai (lulus test) yang boleh mengikuti
kelas tambahan.
Salah
satunya adalah Soo Bin, teman Whi Young sejak TK. Begitu eratnya pertemanan Whi
Young dan Soo Bin hingga Whi Young mengklaim Soo Bin sebagai pacarnya.
Keadaan
berubah ketika Joon Woo datang dan mendeclare
sebagai kekasih Soo Bin. Whi Young ngga terima, karena dia terbiasa
mendominasi. Berbagai cara dilakukan Whi Young untuk memisahkan Soo Bin dari
Joon Woo. Bahkan jika perlu dengan cara licik. Iyalah, memanipulasi nilai pun dilakoni,
apalagi cuma merusak hubungan sepasang kekasih.
Beruntung
wali kelas mereka adalah Guru Oh Han-Kyeol, seorang guru yang nampak “gak jelas”
namun ternyata memiliki idealisme kuat. Tidak saja berani menolak suap orang
tua Whi Young, juga menjalankan strategi agar si lemah Joon Woo bisa mengubah
posisi menjadi si kuat.
Guru
Oh juga mendukung ketika Joon Woo menetapkan pilihan masa depannya yaitu
berkarir dibidang seni. Suatu langkah yang seharusnya diambil para guru di
Indonesia, yaitu memberi motivasi dan memberi input, langkah-langkah apa saja
yang harus dilakukan seorang murid dalam menggapai masa depannya.
Banyak
pesan moral yang bisa dipetik dalam “Moment At Eighteen”. Selain tentang
problem solving, juga bagaimana remaja mampu berjuang bila diberi kepercayaan.
Orang tua jangan banyak ngatur langkah anak. Karena banyak langkah bisa
dipilih. Pilihan langkah yang diambil sang anak kemungkinan besar lebih cocok
dibanding pilihan ortu.
Kalaupun
ternyata pilihan tersebut ternyata salah, sang anak mendapat point belajar
mengenai kesalahan. Setiap pilihan mengandung risiko, mampu tidaknya mengatasi
risiko hanya akan diketahui setelah dijalani.
Profile
Drama: At Eighteen (English
title) / Moment of Eighteen (literal title)
Revised romanization:
Yeolyeodeolui Soongan
Hangul: 열여덟의
순간
Director: Sim Na-Yeon
Writer: Yoon Kyung-Ah
Network: JTBC
Episodes: 16
Release Date: July 22 -
September 10, 2019
Runtime: Mon & Tue 21:30
Language: Korean
Country: South Korea
Sptnya menarik
ReplyDeleteMakasih reviewnya, bisa jd rekomendasi tontonan akhir pekan hehe
Saat menempuh pendidikan aja persaingan sudah sedemikin, bagaimana dalam menghadapi dunia kerja. Setiap anak memang harus dibekali pengalaman melalui semua proses belajar, bukan hanya mengejar nilai bagus dan juara kelas.
ReplyDeleteJadi penasaran dengan Kdrama-nya.
Benar. Pesan yang diambil dari film ini adalah setiap pilihan , penuh risiko. Yah memang benar didalam setiap langkah kehidupan pasti ada risiko yang kita temukan
ReplyDeleteCermin dari permasalahan pada umumnya di keluarga kita nih. Orang tua masih banyak yang memaksakan kehendak supaya anak bisa gini, bisa gitu. Nanti akan begini, akan begitu. Lupa ya kalau anak itu punya masa depan dan keinginan sendiri, seperti keinginannya orang tua.
ReplyDeletePelajaran yang bisa kita ambil, belajar jadi orang tua yang bisa mengarahkan, bukan memaksakan
Mirip sama Drakor Sky Castor ya mbak.. tp ini juga layak di tonton deh, sama2 syarat pesan moral juga khususnya dalam mendidik anak. Thanks rekomendasinya 🤗
ReplyDeleteRada mirip dgn SKY CASTLE ya Mba
ReplyDeleteSampe ada bunuh2an segala.
Duhhh, semoga anak2 kita dijauhkan dari hal2 semacam ini
Sepertinya film ini mengangkat topik remaja dg sangat baik ya mba.jdi ingin nonton juga. sebab saya pengen banyak belajar bagaimana menghadapi remaja... Huff si kakak udah menginjak remaja, dan kadang2 mulai ngga bisa dimengerti maunya apa.
ReplyDeleteAku suka drama Korea, Jepang, karena selalu ada muatan pesan moral dan tak lepas dari budaya keseharian.
ReplyDeleteSekarang sesekali saja nonton, takut ketagihan, hahaha
Jleb!
ReplyDeleteBerasa tersindir baca review film ini.
Memang orangtua kadang merasa menjadi orang yang paling berhak terhadap kehidupan anak. Merasa paling tahu apa yang terbaik untuk mereka.
Bagus ya keknya film ini. Jadi pengin nonton juga.
Duh jadi pengen nonton. Bener-bener pelajaran moralnya kena banget nih krn aku juga jd org tua anak anak yg sedang tumbuh remaja.
ReplyDeleteOrang tua berambisi boleh sih, asal ambisinya sejalan dengan anak.
ReplyDeleteAmbisinya cerdas, jadi step by stepnya tidak merugikan anak.
hehehe.
Jadi ortu memang nano-nano.
Kita bisa lihat zaman sekarang.
Kualitas oeang-orang dengan pola asuh santai, kadang juga berlebihan santainya, sehingga orang lupa kalau dia udah tumbuh besar, jadi orang tua, dan masih takut target.
Padahal, punya anak itu target, mau kita hindari target, pasti dikejar juga hihihi.
Eh ini saya komen sedikit melenceng yak hahaha, maapkeuunn..
Baperrr :D
Film Korea ya Ambu, sudah lama gak nonton film Korea, sekali ngikutin ceritanya bikin nagih. Film Korea memang nyandu banget, terutama drama Korea berseri :)
ReplyDeleteSaya belum pernah nonton drakor ini, tapi jadi pingin nonton setelah membaca reviewnya Bunda. Emang bener ya, terkadang sebagai orangtua memaksakan kehendak kepada anak dengan dalih itu yang terbaik buat mereka, tapi malah ortu kurang mendengar versi mereka
ReplyDeleteSetiap pilihan pasti ada resikonya, itu sudah pasti. Menarik sekali review film nya
ReplyDeleteWahh rekomendasi drakor ni...
ReplyDeleteSetelah namatin catch the ghost bingung mw btn apa..
Bisa coba ntn ini deh
Ambu reviewnya lengkap banget. Aku jadi penasaran deh pengen nonton Moment at Eighteen ini. Udah lama gak nonton drama Korea nih. Mana ini banyak pembelajarannya ya. Duh aku salfok sama Soo Bin yang cakep banget, imut.
ReplyDeleteMemang katanya di negara Asia tu kyknya belajar gak bisa santai ya bu. Beda ma org bule kek di Eropa atau Australia, lbh santai. Di satu sisi ini bagus krn mungkin kita org Asia lbh cepet menguasai suatu bidang tapi tingkat stress ya mayan. Hmmm jd pengen nonton filmnya, bagus kyknya tema pendidikan gini ya
ReplyDelete