![]() |
Fahmi di Pantai Maju |
Apa
yang terlintas ketika mendengar Pantai Maju?
Mungkin
yang terbayang adalah pantai dengan nyiur melambai. Hamparan berpasir tempat
pengunjung berlarian dan bermain bola.
Beberapa orang sedang berenang. Kelompok lainnya menyantap kuliner. Dan
nun di sana ada kelompok yang sedang asyik memilih handycraft berbahan baku
mantan penghuni laut.
Sayangnya
bayangan tersebut buyar ketika melihat Pantai Maju. Sejauh mata hanya terlihat
tumpukan batu yang menyangga hamparan tanah. Kendaraan proyek lalu lalang,
mengangkut tanah, pasir serta bahan bangunan lain.
Tak
jauh dari lokasi terhampar daratan berpaving block, menyiratkan aura kemewahan,
mengingatkan pengunjung pada kompleks perumahan elit. Karena nampak menjulang
bangunan tinggi, serta pepohonan dewasa yang
baru ditanam. Penghijauan khas milik kaum the haves.
Pantai
Maju memang bukan pantai alami, melainkan area reklamasi yang dibangun sebagai perluasan
Pantura. Disahkan pertama kali oleh Presiden Suharto pada tahun 1995, pembangunannya
mengalami pasang surut. Mulai dari terjangan krisis moneter hingga penolakan
pegiat lingkungan hidup.
Kecuali
kasus Singapura yang hanya punya tanah seuprit, pembangunan reklamasi untuk
Indonesia bukanlah keputusan bijaksana. Keberadaan sosial, budaya dan ekonomi
Indonesia jauh berbeda dengan Singapura. Reklamasi juga berarti rusaknya kekayaan
hayati di teluk Jakarta, juga kawasan
lain yang batu/tanahnya dikeruk dan
diangkut untuk reklamasi.
Saya
merasa bersyukur bisa melihat langsung area reklamasi. Sebelumnya hanya tahu
melalui berita dan perdebatan di media sosial serta diskusi bareng pemerhati
lingkungan hidup.
Kesempatan
ke Pantai maju bertepatan dengan workshop yang diadakan Clickompasiana dan
Persatuan Penulis
Indonesia (PPI). (Reportase workshop
Clickompasiana bareng Persatuan Penulis Indonesia (PPI), ada disini).
Usai
pelatihan penuh gizi pada tanggal 2 Agustus 2019, keesokan paginya, dengan
menggunakan 3 kendaraan kami berangkat ke Pantai Maju. Ketua Persatuan Penulis
Indonesia (PPI), punya alasan bagus mengapa sebagai blogger kami harus
mengunjungi Pantai Maju:
“Agar
paham seperti apa kawasan reklamasi, sehingga tidak melakukan kesalahan ketika
menulis atau berdiskusi”, kata Yon Bayu.
Penjelasan
Yon Bayu #makjleb banget ya? Kita acap sok tau, berasumsi ini itu, trus ngomong
panjang lebar hanya berdasar tebakan, bukan fakta. Termasuk kasus reklamasi.
Sebagai
pegiat lingkungan hidup, saya menolak reklamasi, termasuk yang udah kebablasan.
Sementara seorang narasumber di televisi dengan keras bilang bahwa kawasan
reklamasi yang sudah “jadi” harus dipertahankan, harus dimanfaatkan.
Nah,
dengan melihat langsung situasi dan kondisi di lapangan, saya baru ngeh, apa
yang dimaksud dengan kawasan reklamasi yang udah kadung dibangun. Gara-gara
pejabat yang mencla mencle mengubah-ubah keputusannya, ribuan hektar daratan baru
muncul. Hasil reklamasi. Masa harus dibongkar? Emangnya mainan LEGO?
Untuk
lebih jelasnya, lihat deh laporan pandangan mata saya ini deh:
Selain
Pantai Maju, ada 2 pantai hasil reklamasi lainnya, yaitu Pantai Kita dan Pantai
Bersama. Dulu namanya Pulau C, Pulau D dan Pulau G, yang diubah namanya oleh Gubernur DKI Jakarta,
Anies Baswedan menjadi Pantai Kita, Pantai Maju serta Pantai Bersama. Sehingga
jika digabung akan membentuk kalimat:
Kita Maju Bersama
Hihihi
unik ya?
Emang
sih suka-suka aja ngasih nama pantai. Seperti zaman baheula, penduduk pantai
selatan percaya bahwa pantainya merupakan tempat persinggahan Nyai Roro Kidul,
Sang Ratu Pantai Selatan. Maka pantainyapun dinamakan “Pelabuhan Ratu”
Di era
digital, ketika setiap orang tenggelam dalam gadgetnya masing-masing, maka
penamaan “Kita Maju Bersama” diharapkan menjadi reminder. Jangan terpecah-pecah diwakili kata “KITA”. Kemudian
kata “MAJU” pastinya harapan agar kita
menjadi bangsa yang berkembang maju, secara “BERSAMA” pastinya.
Atau
mengutip penjelasan Anies Baswedan yang jago menata kata:
“Jadi
ini tempat yang baru sama sekali, tak ada sejarahnya.Karena itu, kita justru
menengok ke depan, karena itu pulau kita untuk merasakan kemajuan bersama”.
(sumber: detik.com)
Bukan
tanpa sebab, yang kami datangi hanya pantai Maju. Sebetulnya menurut Perda RTRW
yang disahkan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi
Bowo tahun 2012, ada 17 pulau reklamasi yang dinamai Pulau A sampai Pulau Q dengan
total wilayah 5.155 hektar.
Pergantian
pimpinan DKI Jakarta yang silih berganti, mulai dari Sutiyoso, Fauzi Bowo,
Jokowi dan Ahok, membuat pembangunan reklamasi tidak berjalan mulus. Khususnya
seperti yang sudah saya ulas di atas, reklamasi merusak ekosistem laut dan
bukan solusi banjir rob, sehingga ditentang pegiat lingkungan hidup, termasuk
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Setelah
Ahok yang saat itu menggantikan Jokowi sebagai Pelaksana Tugas mengeluarkan
perpanjangan izin prinsip yang sudah kadaluwarsa di September 2013 untuk pulau
F, G, I, dan K, Gubernur DKI Jakarta 2017 – 2022, Anies Baswedan menghentikan
proyek reklamasi. (sumber: medium.com)
Namun
tetap memanfaatkan pulau reklamasi yang kadung dibangun untuk kepentingan
masyarakat. Sebagaimana diketahui, tujuan awal pembangunan reklamasi adalah
untuk pembangunan perumahan menengah ke atas. Jadi berbeda ya?
Nah,
dari 4 pulau reklamasi yang telah disahkan IMBnya oleh Anies Baswedan,
nampaknya Pulau Maju paling siap digunakan. Sehingga pada 17 Agustus silam
digunakan Anies Baswedan untuk menggelar
upacara peringatan kemerdekaan RI yang ke -74.
Sepanjang
garis pantai Maju, nampak jogging track yang dinamakan “jalasena” singkatan
dari Jalan Sehat dan Sepeda SaNtAi, suatu kawasan yang terbuka untuk umum,
tidak eksklusif, siapapun boleh menggunakan.
Sebentar,
yang benar PULAU atau PANTAI sih?
Terus
terang saya juga ikut bingung. Karena berita yang bersliweran menulis bahwa
area reklamasi dinamakan pantai, kok Anies Baswedan menamai pantai?
Ternyata
ada alasannya:
“Istilahnya
adalah pantai, bukan pulau. Pulau kita adalah Pulau Jawa” kata Anies Baswedan.
Setelah
bertanya pada Abang Wikipedia, apa
bedanya pulau dan pantai, ternyata didapat jawaban:
“Pulau adalah sebidang tanah yang lebih kecil dari benua, dan lebih besar dari karang, yang dikelilingi air. Sebuah pulau tidak boleh tenggelam pada saat air pasang naik”.
Tambah
yakin deh bahwa penamaan yang tepat ya “Pantai Maju” bukan “Pulau Maju”, karena
keberadaan kawasan pantai cuma sebagian, nggak melingkari keseluruhan daratan. Iyalah
sejak awal kan pembangunan ditujukan untuk perluasan teluk Jakarta, bukan untuk
nambah jumlah pulau.
![]() |
area jogging track di Pantai Maju, bernama "JALASENA" |
Lazimnya
mengunjungi suatu kawasan, pastinya punya cerita kuliner atau sesuatu yang khas
disana. Sayangnya di Pantai Maju ini belum ada yang khas, kecuali pembuatan
jogging track “Jalasena” serta deretan foodcourt
yang belum buka.
Mungkin
karena kita datang kepagian? Sekitar pukul 10.00 WIB waktu itu. Hanya satu dua
orang yang nampak. Selebihnya kendaraan dan petugas proyek yang lalu lalang,
yang pastinya akan mengganggu banget kalo kita datengin.
Ada
sosok pejabat setempat yang nampaknya sedang meninjau lokasi. Tapi ngga mau
menjawab banyak. Jawabannya serba ga tau, mungkin takut salah jawab. Jawaban mispersepsi ditulis di blog, kan bisa
rame ya?
Ya
sudahlah, kita tunggu saja kelanjutan perkembangan Pantai Maju. Apakah sesuai
dengan tekad Gubernur Jakarta, Anies Baswedan:
“Pantai
“Kita”, pantai “Maju”, pantai “Bersama” memiliki makna untuk masa depan. Bahwa
ke depan ini menjadi wilayah kita. salah satu tempat bisa merasakan laut,
pantai dan merasakan kemajuan bersama”.
Tentunya
yang dimaksud bukan hanya turis dosmestik dan penghuni kawasan yang kemungkinan
besar menengah ke atas. Tetapi juga para nelayan dan pedagang kaki lima (PKL)
yang dengan senang hati akan bermunculan di kerumunan orang
Alhamdulillah gak penasaran lagi dengan yang namanya Pantai Maju. Pantai yang tidak ada pantainya. Yang ada urukan batu hahaha...
ReplyDeleteSemoga semua ada manfaatnya ya Bu.
Kalau jadi hunian, berarti perluasan otonomi daerah, bukan sih? Bingung juga masalah reklamasi. Semoga bermanfaat untuk ke depannya
ReplyDeleteSaya juga masih bingung dengan yang namanya reklamasi, masih meraba-raba karena banyak faktor yang harus diselami dan terima kasih untuk sedikit pencerahannya..kenapa sedikit? karena masih banyak yang harus dikaji hehe
ReplyDelete
ReplyDeleteaamin teh Okti
diambil hikmahnya dan senangnya kita bisa kesana ya?
iya mbak Sari, dulu, di era Orba, kawasan reklamasi dirancang untuk perluasan kota Jakarta yang semakin sempit dipenuhi pendatang.
ReplyDeleteMau perluasan ke Jabar, gubernur Jabarnya ngga ngasih ^_^
Iya juga mbak Dani
ReplyDeletewalau jika dilihat banyaknya pengembangan kawasan, Indonesia belum membutuhkan reklamasi yang pastinya bakal merusak alam.
Ulasannya panjang dan lebar, saya jadi tau adanya Pantai hasil reklamasi ini. Semoga ada banyak manfaat yang didapat pasca diresmikan
ReplyDeleteMemang sebaik-baik pemimpin adalah yang mampu menenangkan gejolak masyarakat, yang cerdas dan tangkas dalam mengambil keputusan.
ReplyDeleteIndependen juga...gak karena memenangkan suatu kelompok.
Salut sama kebijaksanaan Bapak Anies Baswedan
Barakallahu fiik~
Sehat selalu, Bapak.
Pernah baca tentang sebuah negara yang melakukan reklamasi gini dengan memanfaatkan sampah yang menggunung. Tapi aku lupa negara apa. Udah lama banget bacanya.
ReplyDeleteBerarti itu namanya Pantai Maju tapi tanpa pasir ya. Aku juga membayangkan kalo hasil reklamasi ya nggak mungkin pantai. Laut mungkin ya sebutannya, hahahaa... malah kacau nih gegara penamaan.
ReplyDeleteAku setuju denganmu mbak, bahwa Indonesia belum butuh reklamasi. Apalagi kalo sampai merusak biota laut ya
wahh baru tahu aku kak ada pantai Maju. Semoga nantinya jadi pantai yang teduh dan nyaman buat nyantai gt ya... hehe
ReplyDeleteTulisan yang bernas,membuka mata bahwa memang Indonesia indah Dari awalnya tak perlu banyak campur tangan manusia alam kita udah bagus
ReplyDeletePantainya ternyata tak seperti yang dibayangkan ya.. Bukannya landai seperti layaknya pantai pada umumnya
ReplyDelete.