Bukan Tuyul, Tapi Ini Yang Menyebabkan Uang Raib



“Gara-gara tuyul!"

Jawab Pak Asep mengenai penyebab bangkrutnya usaha penjualan dagingnya, membuat saya mengernyit.  Los daging tempat Pak Asep berjualan di pasar tradisional  cukup strategis.  Luas, sehingga mampu menampung dagangan yang cukup lengkap dan banyak,  membuat pembeli datang silih berganti.

Secara nalar, harusnya omzet penjualannya cukup besar ya? Apa hubungannya dengan tuyul, mahluk gaib yang dipercaya suka mengambil uang?

“Kok bisa ada tuyul sih pak?”

Pak Asep pun berkisah bahwa isi kotak uangnya sering berkurang. Membuat Pak Asep bingung. Setiap hari daging yang dijual nyaris ludes tak bersisa. Namun hasil penjualan tidak mencukupi untuk belanja modal.

Dari hasil  kalkulasi belanja modal dan harga jual, Pak Asep yakin akan mendapat profit yang sangat mencukupi. Total kas masuk  bisa untuk menutupi belanja modal berjualan dan membayar kebutuhan sehari-hari.

“Uang untuk kebutuhan sehari-hari ngambil dari kotak uang yang sama, ya pak?

“Iya atuh neng, kan semua uang saya pakai untuk modal beli daging”.

Nah, ketemu deh sumber masalahnya!

Harusnya Pak Asep tidak mencampur uang belanja rumah tangga dengan uang hasil berdagang. Harus dipisah. Misalnya jumlah kebutuhan sehari-hari mencapai Rp 100.000/hari. Maka Pak Asep harus menyisihkan uang sejumlah Rp 100.000  dalam tempat khusus belanja sehari-hari. Jangan dicampur.

Kotak penjualan daging hanya berisi uang hasil transaksi jual beli daging dan biaya bahan pendukungnya. Tidak boleh digunakan untuk membayar kebutuhan rumah tangga. Sepeserpun! Jika terpaksa meminjam, harus segera dikembalikan.

Akibat tidak dipisah, pengeluaran rumah tangga menjadi tidak terkontrol. Benarkah hanya Rp 100.000 per hari? Jangan-jangan 2 kali lipat atau bahkan 3 kali lipatnya? Tumpukan uang yang banyak kerap membuat tergiur untuk membelanjakannya. Lupa bahwa uang tersebut diperlukan untuk modal usaha.

Kasus yang dialami Pak Asep banyak terjadi. Tidak hanya di level mikro, pegiat UMKM skala menengahpun masih banyak yang belum memisahkan keuangan secara tegas. Literasi keuangan di kalangan pelaku UMKM masih sangat minim.

Atas alasan itulah Visa melalui #IbuBerbagiBijak menyelenggarakan workshop literasi keuangan dengan topik “Manfaat Literasi Keuangan Bagi Pelaku Usaha Perempuan”, di Noah’s Barn, Jalan Dayang Sumbi nomor 2, tanggal 28 Agustus 2019.

Work shop yang dibuka oleh Presiden Direktur Visa, Bapak Riko Abdurrahman, dihadiri oleh pelaku UMKM yang bergabung dalam Benua Balantik, anggota komunitas “The Urban Mama” dan anggota komunitas Emak – emak Blogger.

Konsultan Finansial, Prita Hapsari Ghozie menjadi pemateri pertama. Direktur ZAP Finance yang sudah menelurkan buku yang menjadi best seller “Menjadi Cantik, Gaya dan Tetap Kaya” ini sangat ekspresif membawakan materinya. Juga sangat “jleb” kata sebagian besar peserta.

Menjadi pelaku UMKM sering menjadi pilihan ibu rumah tangga. 
Tujuannya bukan hanya sekedar menambah penghasilan suami, juga menambah kepercayaan diri. Sayangnya, karena tidak disiplin mengelola keuangan, kegiatan usaha yang dilakukan ibu rumah tangga ini kerap macet di tengah jalan. Setiap bulan “merasa” rugi. Pelakunya patah arang.

“Rasa inilah yang harus dihilangkan”, kata Prita Ghozie. “Dalam mengelola usaha jangan pakai “rasa”, tapi pakai nalar dengan catatan pembukuan sebagai pijakannya”

Beberapa point penting yang disampaikan Prita Ghozie adalah:

Disiplin Pembukuan
source : canr.msu.edu

“Sebetulnya usaha yang dijalankan untung nggak sih?  Atau malah merugi?”

Demikian kurang lebih yang ditanyakan Prita Ghozie. Karena penting banget mengetahui besaran laba/rugi agar bisa menentukan langkah kemudian.

Jika untung, berapa banyak keuntungannya? Bisakah ditingkatkan?
Jika rugi, berapa kerugiannya? Adakah cara untuk membalikkan posisi rugi menjadi untung?

Dan bagaimana keuntungan/kerugian bisa dihitung jika tidak ada pembukuan?

Melalui pembukuan, pelaku UMKM bisa menghitung jumlah pengeluaran modal, berapa biaya langsung dan biaya tidak langsung yang harus dibayar. Karena pelaku UMKM kerap melalaikan fakta bahwa usahanya membutuhkan listrik, air, ATK, biaya transportasi, biaya sewa ruangan, bahkan honor pelaku UMKM pun harusnya dikalkulasi.

Dari hasil pengurangan jumlah penerimaan dengan belanja modal dan seluruh biaya yang harus dibayarkan, dapat diketahui apakah usaha yang dijalankan menguntungkan, atau merugikan.

Sering terjadi, pelaku UMKM tidak mengetahui usahanya rugi karena banyak biaya yang ditutupi dari penghasilan suami, seperti biaya listrik, air dan sewa rumah. Honor yang seharusnya diterimapun tidak dihitung. Jika sudah begini, apa bedanya dengan kerja bakti?

Jangan Sok Gengsi!
source: Zap Finance
Ingat kasus Anniesa Hasibuan, desainer dan pemiliki biro umroh yang masuk bui? Akibat sok gengsi, Anniesa wara wiri ke luar negeri dan menggunakan barang bermerk. Walau harus gali lubang tutup lubang dengan uang pelanggan. 

Akibatnya ngenes!! 

Yang bersangkutan harus masuk bui dengan tuduhan penggelapan. Duh, jangan sampai menimpa kita ya kawan?
Biaya Hidup itu Murah, Biaya Pamer itu Mahal (Zap Finance)
Quote tersebut harus jadi patokan jika kita ingin hidup nyaman tanpa stress.  Karena seperti yang dikatakan Prita, mayoritas anggota masyarakat mengalami stres akibat gonjang ganjing keuangan.

Sebagai patokan, Zap Finance mengkalkulasi jika kita mengikuti nafsu ngopi import di lokasi bergengsi, atau kerap disebut ngopi kekinian. Bandingkan dengan pilihan ngopi lokal. Kalikan dalam sebulan. Jauh banget ya?

Nggak pernah hang out ngopi import? Penghematan bisa dilakukan jika kita hidup selaras alam. Mengganti barang sekali pakai juga berarti berhemat lho. Hapus gelas, mangkok, sedotan dan produk sekali pakai lainnya dari daftar belanjaan.

Gunakan produk yang bisa digunakan ulang, termasuk menstrual pad. Selain berhemat, menjaga kesehatan,  juga melindungi bumi kita.


Jangan Lupa ZAPFIN
source : Zap Finance

Singkatan dari: Zakat, Assurance, Present Comsumption, Future Spending, Investment, ZAPFIN merupakan pos-pos pengeluaran wajib  setiap bulannya. Jangan ditunda hingga setahun, karena akan terasa berat.

Terlebih, jangan dilalaikan! Pastinya BIG NO! 

Menabung dan investasi merupakan jaring pengaman. Sehingga ketika terjadi sesuatu pada bisnis, ibarat orang yang jatuh dari pinggir jurang, dia akan selamat, karena memiliki jaring pengaman.

Demikian juga ketika kelak memasuki masa pensiun, hati akan terasa nyaman karena sejumlah dana sudah dipersiapkan. Manusia kan tidak hanya hidup untuk saat ini.

Hati-hati Fintech Illegal

Teguh Dinurahayu.

Selain Prita Ghozie, Visa menghadirkan narasumber kedua, yaitu perwakilan OJK, Teguh Dinurahayu.  Sebagai lembaga negara yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan sektor keuangan dan perbankan di Indonesia, OJK menerima banyak kasus.

Terlebih perkembangan dunia digital memungkinkan banyak layanan jasa keuangan baru. Pinjaman dana online, misalnya. Sejumlah syarat yang dulu terasa memberatkan, kini dipermudah. Bahkan peminjam dan pemberi pinjaman tidak saling bertatap muka.

Sayangnya kemudahan ternyata memakan korban. Seperti yang dialami beberapa peserta workshop, gara-gara nama dan nomor kontaknya tertulis sebagai referensi pinjaman online, mereka  tiba-tiba diteror debt collector. Bukankah seharusnya pemilik referensi ditelpon dulu untuk mendapatkan izin?  Kok semudah itu pinjaman cair?

Sayangnya OJK tidak memiliki data fintech illegal ini. OJK hanya mendapat data fintech yang mendaftar. Siapa yang lolos seleksi dan siapa yang tidak lolos, OJK tidak mengetahuinya. Solusi bagi mereka yang terperangkap dalam teror telpon adalah mengirim aduan kepada Layanan Konsumen Pengaduan OJK disini.

Yang tengah marak lainnya adalah penjualan mobil murah seharga Rp 50 juta saja. Jujur saya ikut tertarik ketika mengetahui penjualan besar-besaran tersebut. Ratusan ribu city car yang biasanya dibandrol sekian seratus juta rupiah, pada saat itu hanya dijual Rp 50,000.000 saja!

Syaratnya juga mudah. Cukup membawa uang muka pada saat gebyar penjualan. Sekitar 2 minggu kemudian, pembeli bisa melunasi ketika barang sudah diserahkan. Bikin mupeng banget ya?

Beberapa teman blogger menulis di blognya mengenai ketakutan akan pembelian mobil seharga 50 % dari harga jual di pasar. Jangan-jangan pelakunya melakukan gali lobang tutup lobang, seperti yang dilakukan Anniesa Hasibuan dengan First Travelnya. Calon jamaah diiming-imingi biaya umroh yang sangat murah, dibawah harga kalkulasi resmi.

Demikian juga dengan harga mobil hanya 50 % dari harga resmi. Bisa saja terjadi, pemilik usaha yang konon berkantor di luar negeri, melakukan money game. Karena logisnya, pelaku usaha pastinya mencari untung. Bukan rugi.
Prita Ghozie

Akhirnya. sebagai makhluk Tuhan, kita dihadapkan akan esensi uang sebagai alat tukar. Jangan gara-gara uang, manusia stres dan gelap mata.


Sebagai pelaku UMKM, seorang perempuan seharusnya sudah memegang kunci untuk bahagia. Kunci untuk mencukupi kebutuhan keluarga tanpa membebani suami dengan rengekan. Kunci untuk membayar zakat agar selamat dunia akhirat. Serta kunci untuk memasukkan sejumlah dana untuk menabung dan investasi, agar tidak kapiran di hari tua.



14 comments

  1. Prita Ghozie ini salah satu financial planner paporit aku
    Dia agamis dan caranya mengedukasi bikin melek tanpa harus nakut2in
    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    ReplyDelete
  2. Tanpa sadar menyalahkan hal2 mistis, padahal kesalahan diri sendiri🤣

    ReplyDelete
  3. Bermanfaat banget mbak. Apalagi tentang pos2nya. Tapiii itu gaji mulai 8 juta yak. Kalau gaji selebgram di bawah UMR gini gimana? :D

    ReplyDelete
  4. Wah...udah merinding duluan nih baca ada tuyul hehhe...Emang kita harus lebih teliti ya untuk pengeluaran kita...dan menyeimbangkannya dengan pemasukan... Prita Ghozie emang cucok dah kalo ngasi ilmu...

    ReplyDelete
  5. Setuju banget nih, kudu pintar mengelola keuangan. Apalagi kalo punya usaha sendiri, harus smart memisahkan duit usaha dengan uang rumah tangga

    ReplyDelete
  6. Ambuu...
    Iya banget niih...sering kalap kalau tahu ada yang diskon atau ada temen yang sudah punya ini dan itu.
    Memang harusnya kita mengukur diri sendiri, bukan melihat orang lain dan menjadi silau.

    ReplyDelete
  7. Setuju banget sama tulisan ini. Jadi perempuan kudu bijak mengelola keuangan dan melek literasi keuangan.

    ReplyDelete
  8. setuju banget mbak Nurul, saya langsung terpesona dengan cara membawakan materi yang biasanya nampak susah namun jadi mengasyikkan ketika Prita yang bicara

    ReplyDelete
  9. Kebiasaan orang jadul kan mbak Sari

    Setiap merasa kesulitan, langsung deh dihubungkan dengan mistis

    ReplyDelete
  10. Langsung makjleb ya?

    Dan langsung intropeksi diri ^_^

    ReplyDelete
  11. Iya mbak Hidayah, salah -salah bukannya untung malah buntung :D

    ReplyDelete
  12. Hehehe iya, sering tergiur diskon padahal ngga perlu ya?

    ReplyDelete
  13. Apalagi jadi blogger ya mbak Dydie

    Serasa punya banyak duit, eh uang sayur kepake :D

    ReplyDelete