![]() |
source: clipartpanda.com |
“Itu gara-gara kamu. Saya bisa begini gara-gara kamu. Kok bisa? Coba sabar. Ada penghasilan apa, baru, pokoknya bisa nungguin. Ini minta hari ini, penginnya hari ini. Jadi saya tertekan,” sesal Samin pada istrinya, Juleha.
Samin
seorang buruh serabutan, rata-rata penghasilan per hari hanya Rp 50.000.
Sedangkan istrinya murni ibu rumah tangga yang mengandalkan pemberian suami.
Salahkah?
Tidak. Selama nrimo berapapun yang diberi suami, ikhlas dan tidak merengek-rengek, maka ngga akan timbul masalah. Rumah tangga akan adem. Suami tidak depresi, tidak mabuk, tidak merampok dan berujung
membunuh seperti yang dilakukan Samin.
Kesal akibat istrinya terus merengek minta uang, Samin mabuk-mabukan. Orang mabuk temannya setan. Setan yang membujuk Samin merampok agar bisa mendapat uang bagi istrinya.
Melihat rumah Rustiadi yang sedang direnovasi, sehingga pintunya tidak bisa ditutup rapat, Samin masuk. Apes, kaki Samin menyandung kabel charger HP. Menyebabkan Rustiadi terbangun. Bukannya lari ketakutan, Samin malah gelap mata, menerjang, memukuli Rustiadi, istri serta anaknya, dengan sebilah patok kayu. Darah berceceran.
Melihat rumah Rustiadi yang sedang direnovasi, sehingga pintunya tidak bisa ditutup rapat, Samin masuk. Apes, kaki Samin menyandung kabel charger HP. Menyebabkan Rustiadi terbangun. Bukannya lari ketakutan, Samin malah gelap mata, menerjang, memukuli Rustiadi, istri serta anaknya, dengan sebilah patok kayu. Darah berceceran.
Usai
membunuh dan menyabet HP milik Rustiadi, Samin pulang ke rumahnya di Kampung
Maruga, Desa Sukadalem, Kecamatan Waringin Kurung, Kota Serang, Banten. Sempat
mandi dan tidur, emosi Samin kembali meninggi, ketika bangun istrinya kembali
merengek minta uang.
Bikin
gemes ya?
Khususnya
kaum perempuan yang terlatih mandiri sejak kecil akan gregetan melihat sikap
Juleha. Beda halnya mereka yang berprinsip bahwa pencari uang haruslah suami,
istri di rumah merawat keluarga.
Sebelum
mempertentangkan prinsip tersebut, saya mengutip status facebook Hasanudin Abdurakhman
yang pas banget dengan kasus ini:
Istri yang Menyalip Suaminya
Seorang perempuan mengeluh
pada saya. Ia frustrasi pada suaminya. Kenapa? Suaminya tak pandai cari uang.
Dia ingin hidup yang lebih dari sekadar cukup makan. Suaminya tak bisa memberikan
hal itu.
Saya tanya, kenapa kamu
pikir harus suami yang memberi? Bagi saya, urusan nafkah itu urusan berdua,
tanggung jawab berdua. Kalau suami bisa mencari nafkah lebih dari cukup, tak
masalah kalau istri tidak bekerja. Kalau tidak, istri jangan mengeluh,
bekerjalah bersama suami. Cari solusi berdua.
Banyak perempuan yang berani
menyalip suaminya. Kalau lambat, jangan buntuti, salip saja. Jangan ikuti mitos
bahwa laki-laki itu harus jadi pemimpin. Masa iya orang harus jadi pemimpin
hanya karena ia punya zakar. Yang jadi pemimpin itu yang mampu. Yang tidak, harus
jadi pengikut. Salip saja.
Emak saya dulu begitu. Boleh
dibilang dalam soal kreativitas, Emak adalah pemimpin di rumah kami. Kalau
mengandalkan Ayah, kami akan tumbuh jadi anak buruh kebun kelapa. Emaklah yang
mengajak Ayah untuk membuka lahan, membuat kebun. Itu pun belum lengkap. Kalau
berhenti di situ, kami hanya jadi anak petani kelapa. Uang yang didapat dari
kebun, tak akan bisa membiayai sekolah kami.
Ketika diajak membangun
kebun, Ayah sanggup. Ia bekerja keras membangun kebun. Tapi ia tak sanggup
lebih dari itu. Ayah tak mungkin bisa berdagang. Pada titik itu Emak menyalip.
Ia berdagang. Ayah hanya membantu seperlunya. Ia tak pernah menghalangi.
Jadi, kalau suamimu malas,
tak kreatif, jangan mengeluh. Kamu yang harus bergerak. Jangan mengeluh, tapi
tak mau bergerak juga. Jangan berharap suamimu tiba-tiba berubah jadi ksatria. Sadarlah,
itu tak akan terjadi.
Kalau suamimu malas atau
tidak kreatif, kamu juga tidak mau bergerak, maka terimalah nasibmu hidup
melarat. Kamu boleh mengeluh dan menyalahkan suamimu, tapi sadarilah bahwa itu
tidak mengubah apapun.
Yang mengubah hidupmu adalah kemauanmu untuk berjuang.
Kalau suami menghalangi,
bagaimana? Itulah saatnya kamu meninggalkan dia. Bahkan kalau dia tidak
menghalangi, namun tak juga mendukung, sudah cukup alasan untuk meninggalkan
dia. Jangan mau hidup seranjang dengan bangkai bernyawa.
Takut? Semua juga takut.
Tapi sudah ada ribuan perempuan yang membuktikan bahwa meninggalkan laki-laki
semacam itu membuat mereka lepas dari neraka dunia.
Perempuan punya pilihan.
Pilihan itu tidak ditentukan oleh keadaanmu sekarang, tapi oleh kemauanmu untuk
memilih dan menjalani risiko pilihan itu. Jangan takut karena tak sekolah
tinggi, perempuan buta huruf pun bisa mandiri. Jangan takut tak punya modal,
perempuan yang mulai hidup dari tukang pikul pun banyak. Sadari bahwa kau bukan
tuan putri. Tegaklah berdiri, berjuang untuk hidup sendiri.
Bagi yang belum menikah,
pilih calon suami dengan jeli. Jangan sampai dapat suami yang cuma pandai
merayu, tapi cari uang tak mampu. Ingat, rayuan tak membuatmu kenyang, juga tak
bisa dipakai untuk membayar uang sekolah anakmu.
![]() |
source: yourstory.com |
Jelas
ya?
Tidak
semua pria memiliki kemampuan sebagai leader, ulet, kreatif dan kemampuan lain
yang dibutuhkan untuk bergerak maju. Seperti kasus Samin, sekuat apapun dia
bekerja, dia akan tetap menjadi buruh. Penghasilannya tak akan lebih dari Rp
50.000 – Rp 100.000 per hari.
Kecuali dia mau banting stir menjadi pemilik
usaha, misalnya.
Saya
mengenal seorang anggota komunitas bank sampah yang bersuamikan tukang ojek
pangkalan. Merasa penghasilannya tidak mencukupi, sang suami banting stir
berjualan aneka frozen food.
Asep,
nama sang suami, hanya menggelar lapak di pasar tradisional. Namun perlahan
tapi pasti usahanya berkembang. Sepeda motor bekas mengojek dia jual untuk
membeli mobil minibus. Second hand tentu. Bayarnya menyicil pula.
Perjuangan
untuk berhasil, bukan main beratnya. Ketika dulu, masih jadi tukang ojek, Asep
bisa pulang sore hari dan menjalani hidup normal seperti yang lainnya. Tidak
demikian halnya sesudah menjadi PKL di pasar.
Pukul
2-3 dini hari dia harus sudah berjualan di pasar. Sekitar 8 jam lamanya. Pulang
ke rumah menjelang waktu salat Dhuhur. Dia mandi, tidur, kemudian menjelang
sore harus bangun untuk berbelanja bahan dagangan. Begitu seterusnya. Jadwalnya
berubah. Siang digunakan untuk tidur, malam hari mencari sesuap nasi. Harga
yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan.
Kini,
Asep dan keluarganya memiliki rumah baru.
Tentu
saja tidak semua pria bisa seperti Asep. Seperti yang ditulis Hasanudin
Abdurakhman, jika suami tak mampu, istri yang harus berinisiatif, memutar otak
untuk menambah pundi-pundi keluarga.
Apa
saja yang bisa dilakukan? Banyak.
![]() |
saya dan ibu Erat |
Ibu
Erat bisa menjadi contoh bagaimana seorang perempuan tanpa skill bisa hidup mandiri.
Suami Ibu Erat seorang penjual mie bakso. Sayang, sebelum dia mentransfer
keahliannya pada sang istri, Allah SWT
memanggilnya. Allah SWT terlalu menyayangi suami Ibu Erat, sehingga tidak
berlama-lama memberi rasa sakit.
Tinggallah
Ibu Erat sendirian harus menghidupi 3 anaknya yang masih kecil-kecil. Walau
masih berusia muda belia, Ibu Erat tidak berusaha mencari suami baru yang dapat
menjamin kehidupannya. Di lain pihak, dia bertekad tak mau anaknya hanya
lulusan SD seperti dirinya.
Ibu
Erat memutuskan berjualan mie bakso meneruskan usaha sang suami. Untuk itu dia
harus berbelanja bahan baku pada dini hari, tatkala mayoritas penduduk Kota
Bandung masih terlelap. Sendiri, setiap hari, tanpa pernah libur, Ibu Erat
menapaki gang-gang sempit nan lengang, menuju pasar tradisional.
Ibu
Erat bersikukuh bahan baku mie baksonya harus baru dan segar. Tidak seperti
yang dilakukan pedagang lain yang menimbun bahan baku. Perjuangan harus
dilakukan demi menyajikan yang terbaik.
Perjuangan
Ibu Erat tidak sia-sia. Warung baksonya ramai dikunjungi pembeli. Ke-3
anaknyapun kini telah menyelesaikan sekolah tinggi.
Tidak
punya modal untuk buka warung?
Bagaimana
jika membuat camilan dan menitipkannya pada warung di sekitar rumah, di lokasi
sekolah, dan menawarkan dari rumah ke rumah. Camilan seperti ini umumnya tidak
membutuhkan modal besar. Hanya perlu niat dan semangat menjalani.
![]() |
Anggota komunitas bank sampah mencoba resep kaki naga |
Beberapa
anggota komunitas bank sampah yang saya dampingi, melakoninya. Semula mereka
pembantu rumah tangga. Kemudian saya membawa resep makanan untuk dicoba. Tentu
saja resep yang mudah dan tidak membutuhkan peralatan baru. Brownies kukus
misalnya. Semua bahan bisa dibeli di warung. Tidak perlu mixer. Cukup mengukus
adonan dalam kukusan/langseng nasi.
Awalnya
bentuk brownies masih berantakan, lama-lama ketika sudah terbiasa, bentuk
brownies menjadi cantik. Pemesanpun berdatangan. Tidak hanya brownies, mereka juga
berjualan cake pelangi, cake caramel, pastel, lumpia pisang, bola-bola coklat
oreo, tahu crispy, kaki naga, dan masih banyak lagi.
Kreativitas
mereka membuat saya terbengong-bengong. Subhanallah, ternyata hanya butuh
sedikit usaha untuk membuka pintu, agar keahlian terpendam mereka bisa terbuka dan digunakan.
Berapa
modal awal mereka? Ternyata tak banyak. Hanya berkisar Rp 100.000 – Rp 500.000.
Peralatan awalpun hanya seadanya. Kemudian berkembang, peralatan baru dibeli,
jenis-jenis camilan yang dijual semakin banyak. Profitpun pastinya semakin
banyak pula.
Jika
sudah begini, keluarga akan tentram. Suami tak akan mabuk-mabukan.
Anak-anak bisa bersekolah dengan nyaman. Bahagia melihat orangtuanya rukun.
Anak-anak
ingin sekolah setinggi mungkin? Hanya soal waktu. Allah SWT tak akan
meninggalkan hambanya yang giat berusaha. Yakin deh.
Duh kisah pertama serem banget bu
ReplyDeletesangat inspiratif Ambu...
ReplyDelete