Tanya: Saya penjual online, apakah aktivitas saya bertentangan dengan prinsip zero waste lifestyle?
Jawab : Tidak. Karena di masa depan, lalu lintas penjualan retail terjadi secara online. Lalu lintas jalan raya begitu padat hingga stuck dan crowded. Gara-gara produksi jumlah kendaraan jauh lebih banyak dibanding panjang jalan dibangun. Pemerintah terpaksa menaikkan pajak. Hanya orang yang benar-benar kaya yang sanggup membayar pajak kendaraan pribadi. Akhirnya, lalu lintas hanya dihuni angkutan publik , transportasi online, pengantar orang dan pesanan barang.
Namun kebiasaan penjual
melakukan promo belanja, tetap sama. Tulisan diskon, sale dan beragam taktik
menjaring pembeli, tetap dilakukan. Pembedanya hanya satu, dulu offline
sekarang online.
Dulu spanduk merajai jalan umum dan ruang publik. Kini iklan serupa bermunculan ketika gadget diaktifkan pemiliknya. Iklan masuk ke medsos, aplikasi serta setiap celah yang memungkinan.
Dulu spanduk merajai jalan umum dan ruang publik. Kini iklan serupa bermunculan ketika gadget diaktifkan pemiliknya. Iklan masuk ke medsos, aplikasi serta setiap celah yang memungkinan.
Perbedaan lainnya,
konsumen mulai arif terhadap bumi yang bumi yang dipijaknya. Dulu, belanja
barang hanya mempedulikan isi kantong yang terkuras.
Kini konsumen mulai
risih terhadap keberadaan sampah yang tak kunjung ada penyelesaian.
Timbulan sampah mengintai di setiap belanja barang. TIdak hanya kantong dan plastik pembungkus produk belanja. Setiap produk yang dihasilkan produsen hanya berpindah lokasi. Produk dari pabrik berpindah ke distributor, diangkut ke penjual eceran, dikirim ke konsumen. Kemudian apakah akan berakhir menjadi sampah atau digunakan lebih lama?
Tergantung keputusan konsumen!
Timbulan sampah mengintai di setiap belanja barang. TIdak hanya kantong dan plastik pembungkus produk belanja. Setiap produk yang dihasilkan produsen hanya berpindah lokasi. Produk dari pabrik berpindah ke distributor, diangkut ke penjual eceran, dikirim ke konsumen. Kemudian apakah akan berakhir menjadi sampah atau digunakan lebih lama?
Tergantung keputusan konsumen!
Apakah akan membiarkan
ramalan bahwa pada tahun 2050, jumlah sampah akan lebih banyak dibanding ikan.
Konsumen lah yang menentukan, bukan produsen, terlebih pemerintah.
Konsumen lah yang menentukan, bukan produsen, terlebih pemerintah.
Sudah saatnya menerapkan
strategi zero waste agar anak cucu kita tidak mendapat warisan sampah. Sampah –
sampah yang tidak bisa hancur karena bakteri nggak doyan makan plastik dan
barang tambang.
Sebagai insan yang
bijaksana dan peduli lingkungan bagi generasi mendatang, yuk budayakan strategi
zero waste lifestyle atau perilaku nol sampah berikut ini:
![]() |
source: adebtfreestressfreelife.com |
Butuh atau Cuma Kepingin
Banyak terjadi lapar
mata pada saat promo belanja online. Akibatnya membeli barang hanya karena
murah, bukan benar-benar butuh. Tak lama kemudian, barang teronggok di gudang
dan berakhir di tempat sampah.
Seperti yang telah diungkapkan di atas, problem yang timbul bukan sekedar masalah pribadi yaitu kantong bolong. Tapi juga masalah global yang belum teratasi hingga kini, yakni lautan sampah. Jadi jika kita tidak mampu turut memberi solusi, cobalah untuk berkontribusi dengan tidak menambah sampah. Terlebih sampah akibat salah beli.
Seperti yang telah diungkapkan di atas, problem yang timbul bukan sekedar masalah pribadi yaitu kantong bolong. Tapi juga masalah global yang belum teratasi hingga kini, yakni lautan sampah. Jadi jika kita tidak mampu turut memberi solusi, cobalah untuk berkontribusi dengan tidak menambah sampah. Terlebih sampah akibat salah beli.
Untuk mengatasinya, buat
catatan sebelum mulai berselancar. Agar hanya membeli barang yang tercantum
dalam catatan, barang yang benar-benar dibutuhkan. Serta tidak tergoda membeli
produk yang iklannya dibuat gede-gede, hingga
menutup monitor gadget.
![]() |
source: thepetitionsite.com |
Stop
Single Use Plastic
Hindari belanja produk
dan kemasan produk yang sekali pakai.
Produk sekali pakai,
misalnya mangkok, piring, gelas sekali pakai yang kini marak dilakukan oleh
mereka yang mengadakan pesta. Mereka hanya berpikir instan, enggan mencuci
peralatan bekas pakai. Konsekuensinya sampah menumpuk. Sementara kita tahu,
hanya 9 % sampah di dunia yang direcycle, sisanya berakhir sebagai sampah di
tanah dan air.
Ketika memilih produk, perhatikan apakah wadahnya bisa digunakan ulang?
Wadah kosmetik misalnya, pilihlah cup dibanding tube. Wadah makanan, pilih cup/botol yang bisa digunakan ulang atau direcycle dibanding sachet.
Jika tidak bisa menggunakan ulang, apakah pemulung/penjual barang bekas mau menerima sampahnya? Mungkin kita tidak menjualnya, tapi di TPS/TPA, para pemulung akan mengambilnya sebagai nafkah mereka.
Nah, bukankah memilih kemasan yang bisa direcycle berarti telah bersedekah bagi yang membutuhkan?
Wadah kosmetik misalnya, pilihlah cup dibanding tube. Wadah makanan, pilih cup/botol yang bisa digunakan ulang atau direcycle dibanding sachet.
Jika tidak bisa menggunakan ulang, apakah pemulung/penjual barang bekas mau menerima sampahnya? Mungkin kita tidak menjualnya, tapi di TPS/TPA, para pemulung akan mengambilnya sebagai nafkah mereka.
Nah, bukankah memilih kemasan yang bisa direcycle berarti telah bersedekah bagi yang membutuhkan?
Circular
Economy
Hukum circular economy
mensyaratkan nol sampah.
Sampah dalam linear economy merupakan bahan baku produk lainnya dalam circular economy. Sampah makanan, misalnya bisa diproses menjadi kompos yang berarti merupakan bahan baku pembuatan pupuk.
Sampah dalam linear economy merupakan bahan baku produk lainnya dalam circular economy. Sampah makanan, misalnya bisa diproses menjadi kompos yang berarti merupakan bahan baku pembuatan pupuk.
Demikian pula sampah
anorganik. Selain recycle, perhatikan kemungkinan repair. Beberapa product
electronic hanya sekali pakai, tidak bisa di –repair atau diperbaiki. Produk
busana dan asesoris ada yang bisa di-repair, ada pula yang jika rusak ya harus
dibuang, tanpa ampun.
Seperti yang dikatakan
Emma Watson:
“As consumers, we have so much power to change the world by just being careful in what we buy”
Maka kita harus cerdas
memilih produk dari pengusaha yang peduli pada product dan kemasannya. Apakah
aman bagi lingkungan? Bakalan nyampah atau tidak? Serta banyak SOP lain yang
telah disepakati dan harus dipatuhi.
![]() |
source: wrm.org |
Pilih
Produsen yang Pro Lingkungan
Setiap tahun Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan penilaian kepada para produsen,
swasta maupun BUMN. Dinamakan Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER), perusahaan yang berhasil tidak
saja mendapat penghargaan adri KemenLHK juga dari konsumen.
Konsumen bisa memilih
hanya perusahaan dengan PROPER terbaik yang dibeli produknya. Peringkat PROPER
berjenjang, yaitu:
PROPER hitam diberikan
kepada perusahaan yang dalam kegiatannya, telah dengan sengaja melakukan
perbuatan atau melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran
atau kerusakan lingkungan, serta melanggar peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan/atau
tidak melaksanakan sanksi administrasi.
Proper Merah diberikan
pada perusahaan yang telah melakukan
upaya pengelolaan lingkungan tetapi belum sesuai dengan persyaratan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundangundangan
Proper Biru diberikan
kepada perusahaan yang dalam kegiatannya telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan,
yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Proper Hijau diberikan
kepada perusahaam yang dalam kegiatannya
telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam
peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan
dan mereka telah memanfaatkan sumber daya secara efisien serta melaksanakan
tanggung jawab sosial dengan baik.
Proper Emas diberikan
perusahaan yang dalam kegiatannya telah secara konsisten menunjukkan keunggulan
lingkungan dalam proses produksi atau jasa, serta melaksanakan bisnis yang
beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat.
Sebagai konsumen, kita
bisa mengetahui perusahaan yang dimaksud melalui laman KemenLHK.
![]() |
source: enzari.com |
Pilih
Merchant Terdekat
Sudah nonton “Sexy
Killers” dong ya? Film mengenai produksi listrik dengan bahan batu bara, sumber energi termurah saat ini, sekaligus
paling horror, karena salah satu perusak lingkungan nomor wahid.
Memilih merchant
terdekat dari rumah/destinasi barang dikirim, merupakan keputusan bijaksana.
Penggunaan energi menjadi lebih sedikit. Bandingkan jika sebagai konsumen yang
tinggal di Bandung, kamu memilih penjual di Batam. Padahal produk serupa juga tersedia di penjual yang berdomisili di
kota Bandung.
Seperti yang dikatakan
David Sutasurya, era berubah, penduduk bumi tidak lagi harus mobile untuk
memenuhi kebutuhannya. Belanja online kenjadi keniscayaan. Namun berbareng
dengan perubahan tersebut, muncul keharusan untuk lebih bijaksana. Tidak
sekedar seputar uang yang kamu miliki, yang dengan pongah bisa kamu klaim
dengan: “Ini kan duit gue, suka-suka gue dong gimana cara memakainya”
Karena pembelian suatu
barang disertai konsekuensi munculnya sampah. Sementara masalah sampah belum
ditemukan solusi paling jitu. Jadi jika kamu belum bisa berkontribusi menangani
masalah sampah, ya jangan nambah masalah sampah
dong.
Setuju?
Setuju?
Dan aku masih menjadi konsumen yang konsumtif plastik sedang belaajr buat zero waste ambu huhuhu agak susah sih tapi sudah mulai menolak kalau belanja juga bawa kantong sendiri namun buat yang lain masih pake plastik
ReplyDelete((nunduk malu))
ReplyDeleteIya Ambu...
Saya ngaku kalau masih menjadi penyumbang sampah.
Dan gak pakai banyak alasan, saya memang masih kurang konsisten untuk hidup zero waste.
Semoga kesadaran dari tiap keluarga, bisa sedikit demi sedikit merubah lingkungan.
Setuju Ambu, aku udah mulai belanja bawa kemasan sendiri udah 10 tahun ini
ReplyDeleteAsiyaaap... udah mulai mengurangi plastik sejak setahun belakangan. Walau belum bisa lepas sepenuhnya (untuk naruh sampah), tapi setidaknya sudah sedikit hampang hati karena turut mengurangi beban ibu bumi <3
ReplyDeleteIya sih ya. Masalah sampah ini memang peer terbesar kita. Setiap membeli sesuatu mesti mikir sampahnya gimana. Makasih renungannya, Teh :)
ReplyDeleteHarus mulai ngurangi sampah
ReplyDeleteIya harus diet plastik aku
ReplyDeleteIya harus diet plastik aku
ReplyDeleteAku setuju Ambu, kasian anak cucu kita kelak masa mo di warisi sampah plastik.
ReplyDeletePlastik blm lepas dr keseharian saya
ReplyDeleteAkan saya coba deh zero waste inii huhu
huaaa 2050 jumlah sampah akan lebih banyak dari ikan. Tapi ada benarnya kayaknya, sekarang aja kalau ke pasar, di penjual ikan udah jarang nemu berbagai variasi ikan, paling adanya ya itu lagi itu lagi.
ReplyDeleteSaya baru tahu soal proper hitam sampai emas ini, mau cek ah di laman kemenLHK
Makasih bun sudah mengingatkan. Aku pribadi caraku melindungi bumi ini adalah mengurangi sampah, tidak buang sampah sembarangan dan kalau belanja juga beli sesuai kebutuhan dan lain-lain. Menurutku pro lindungan ini bisa kita mulai dari diri kita sendiri dan dimulai dari hal-hal terkecil
ReplyDeleteMasalah sampah terutama plastik ini menyedihkan jika dibahas ya mbak.. Kabar baiknya, sudah banyak institusi yg bergerak mendukung ZW. Sekolah anakku sebelumnya makan siang pakai sendok plastik sekali pakai. Sekarang alhamdulillah beralih ke sendok stainless. Kantor suami, blm lama kemarin ada pembagian tumbler untuk isi ulang air minum d kantor. Semoga makin banyak yg tergerak untuk lembut hati terhadap bumi
ReplyDeleteSetuju Ambu..sedang berproses juga ke arah zero waste nih, jadi diingatkan karena saya lebih suka beli produk sachet yg praktis sekali buang...aku follow yaa
ReplyDeleteMakasih banget mba Maria, jadi nggak hanya asal beli ya, udah mulai harus mikir bahaya nggak buat lingkungan. Butuh nggak, bisa didaur ulang apa ga. Makasih banyak mba udah diingetin akunya.
ReplyDeleteBerat sih ini, karena irang indonesia beda 50 perak juga masih diambil hehe
ReplyDeleteUntuk pribadi aku udah ngurangi pemakaian plastik. Tapi untuk pengiriman barang (aku jualan buku secara online) sayangnya belum ada alternatif. Plastik masih tetap paling aman untuk melindungi paket buku dari basah.
ReplyDeleteSaya masih berusaha menuju zero waste, mbak. Kontribusi nya masih untuk keluarga dekat dan diri sendiri dulu deh. Tapi ya itu godaannya beraaaat
ReplyDeleteaku udah pake tas bawa sendiri buat belanja tapi ada beberapa barang yang terpaksa masih pake plastik karena nggak ada pilihan akibat si tokonya menghidangkannya dengan plastik
ReplyDeleteSaya suka pilih merhant paling deeket bu, biar ga nunggu lama hehe. Terus memang harus dimulai dari diri sendiri yah, susah kalau ngandelin orang buat diet plastik eh kitanya belum mulai.
ReplyDelete