source:modernquest.com |
Saya pikir saya ngga
punya koleksi. Karena saya enggan keterikatan yang membuat menangis. Iya kan?
Punya koleksi berarti punya kesayangan. Sementara kehilangan benda menjadi suatu keniscayaan.
Namun mungkin, setiap
manusia memiliki kecenderungan mengoleksi sesuatu. Apakah itu perhiasan, keramik atau yang remeh seperti piring hadiah membeli
sabun colek.
Sesudah saya memutari
rumah, saya menemukan kenyataan bahwa saya punya koleksi. Apa saja? Ini dia:
1.
Tanaman Langka, Sikas dan Zamia
source: googlesites.com |
Sikas
atau Cycas. Tumbuhan mirip palem, tapi ngga sodaraan. Atau
bukan sodara dekat. Hanya daunnya yang mirip. Terlebih dengan pakis. Walau daun
mudanya juga melingkar seperti pakis. Sikas dan pakis ngga punya “hubungan
darah” atau bukan berasal dari satu pohon keluarga.
Saya mengoleksi sikas
sejak anak-anak masih batita. Alasannya karena sulit dikembangbiakkan. Harus
menunggu anakan tumbuh dari tanaman dewasa. Alasan yang sungguh aneh.^_^
Perawatannya mudah sih.
Cukup disiram dan dipupuk. Sayangnya sikas disukai mahluk putih yang dengan
cepat menyebar di pelepah daunnya. Membuat daun menguning dan ngga sehat lagi.
Mau disemprot pestisida,
kok takut mencemari udara yang akan berpengaruh pada anak-anak. Akhirnya pasrah
aja ketika seorang bibi berinisiatif membuang semua tangkai daun dengan harapan
akan tumbuh tunas.
Semakin ikhlas sewaktu melihat sikas mati.
Beruntung seorang teman berbisik: “Nanti kuberi. Nenekku punya beberapa. Tapi
harus nunggu tukang untuk ngambil. Akarnya dalam banget”
Oh baiklah. Sekarang
saya harus nrimo dengan tanaman Zamia
yang ngga kurang antiknya. sambil sekali – sekali melongok rak penjual tanaman
hias. Berharap ada sikas disana.
2.
Caladium
source: amazon.com |
Koleksi tanaman saya
berikutnya adalah Caladium atau keladi. Saya menyukai karena banyak keladi yang
daunnya berwarna-warni mirip cat tumpah.
Ada pula yang mirip tengkorak, hijau beledu dan keladi hitam yang exotic.
Termasuk suku talas-talasan
(araceae) ciri khas keladi
adalah bentuk daunnya yang seperti simbol hati/jantung. Yang
bikin jengkel daun tanaman ini mengalami dorman (kehilangan daun) di musim
kemarau. Dan tumbuh kembali bila ketersediaan air mencukupi.
Indonesia surganya keladi . Jadi ketika Thailand
bereksperimen dengan tanaman hias dan mengekspornya ke Indonesia, saya ngiri
setengah mati. Kapan Indonesia yang gantian ekspor kesana ya?
3.
Buku
source: becomingminimalist.com |
Koleksi buku ngga saya
sebut pertama, karena mana ada sih blogger yang ngga baca buku? Bisa sih, tapi akan kesulitan menulis feature yang “deep”.
Apalagi mengolah isu seperti yang dilakukan
Yusran Darmawan.
Baca juga: Story
Telling 5 Blogger ini Keren Banget
Sayangnya, akhir-akhir
ini saya cuma senang mengoleksi namun
ngga sempat baca. Maksain baca buku
pastinya. Sayangnya kecepatan membaca kalah jauh dengan kecepatan membeli.
Apalagi di musim diskon. Duh, sampai berdebu tuh buku.
4.
Oleh-oleh
oleh-oleh anak lanang |
Pastinya saya bukan
mengoleksi oleh-oleh makanan. Tapi pernak-pernik seperti gantungan kunci
Eiffel, pernak-pernik keramik hungga tas, scarf dan apapun bentuk oleh-oleh.
Dari sekian banyak, oleh-oleh dari anak saya yang baru pulang dari Raja
Ampat, paling membuat nyes dihati. Lha dia berangkat untuk KKN dengan uang pas-pasan. Memilih naik kapal laut
yang murah dibanding pesawat terbang.
Eh kok pulangnya bawa
oleh-oleh. Lagian anak laki-laki kan umumnya malas bawa banyak barang.
Gelangnya saya pakai hingga dedel duwel, menunggu ahli yang bisa mereparasi.
5.
Asesoris
Ketika menyusun daftar koleksi
ini, saya bertanya dalam hati. Benda apa saja yang akan membuat saya bersedih
jika hilang atau rusak? Diantaranya, ternyata asesoris.
Sejak kerajinan muncul
semakin kreatif, saya ikut membeli. Semula untuk membantu teman agar
bersemangat dalam usahanya. Tapi semakin lama kok semakin sering beli. Jika
tidak ditahan, bisa jebol nih dompet.
Terlebih perhiasan yang
bagus, harganya cukup mahal. Bahan bakunyalah yang membuat harga perhiasan sulit ditekan. Seorang
teman, pelaku usaha kalung dan gelang harus
berbelanja ke luar negeri untuk mendapat bahan baku yang diinginkan.
Ngga heran harga satu
kalung/gelang mencapai harga ratusan hingga jutaan rupiah. Bandingkan dengan
gambar kalung yang saya unggah di atas. Harganya cuma Rp 20.000. Itupun dibeli
di toko oleh-oleh dekat bandara. Jika belanja di pasar Klewer pasti akan
didapat harga yang lebih murah.
Namun ada satu hal yang
tak boleh dilupakan. Dalam perhiasan terkandung seni disain dan ketrampilan
membuat yang harus kita hargai. Jika bahan baku bisa dibuat di dalam negeri,
bukankah kedua elemen ini bisa meraih penilaian lebih tinggi dibanding
sekarang?
Koleksi tanaman-tanamannya cantik, Mbak. Sampai yang langka pun ada, ya.
ReplyDeletedifoto oleh pakar fotografi mbak Afifah, hingga nampak cantik :D
ReplyDelete