Curhat Si Ambu
  • Home
  • Kuliner
  • Drama Korea
  • Lifestyle
    • Finance
    • Review
      • Beauty
      • Blogging
      • Fiksi
      • Zerowaste Lifestyle
      • Mualaf's Diary
    • Traveling
    • Healthy
  • Contact Us





"Mbak, Hudi di ruang gawat darurat rumah sakit. Pingsan di kamarnya. Kita bawa ke rumah sakit tapi udah beberapa jam ngga diapa-apain, nunggu jaminan”. Hudi yang dimaksud adalah adik bungsu saya.
Diketemukan pingsan di kamar kostnya di Jatinangor oleh teman-temannya yang segera membawanya ke rumah sakit terdekat yang jaraknya kurang lebih 10 km. Sayang, teman-teman Hudi terkendala uang jaminan, hingga salah seorang dari mereka teringat nomor telepon saya. Saya datang sangat terlambat. Walau bagian kepalanya sempat dioperasi untuk mengeluarkan sejumlah cairan, nyawa Hudi tidak tertolong.
Kejadian yang berlangsung pada tahun 1993 itu sering menghantui. Bagaimana jika terjadi lagi? Dan memang beberapa kali mengalami ketakutan ketika anak sakit panas selama berhari-hari, sementara uang ditangan hanya cukup untuk berobat ke klinik terdekat. Sering berpikir, ah andaikan ada jaminan kesehatan yang dimiliki setiap warganegara Indonesia. Tidak terbatas pada sekelompok orang secara eksklusif seperti waktu itu. Dananya bisa berasal dari penyisihan penghasilan per bulan. Jangan terlalu besar agar tidak memberatkan. Yang penting harus ada dan mudah menunjukkannya pada pihak rumah sakit.
Semua bisa sakit, tak mengenal usia, kelas sosial, jenis pekerjaan dan jenjang jabatan. Sayangnya ketika badan sehat, manusia sering terlena, menunda menyisihkan penghasilannya untuk anggaran kesehatan. Melupakan bahwa uang ibarat air yang mengalir dari telapak tangan. Sekuat apapun digenggam, ia akan mengalir dari sela-sela jari. Sangat apes ketika saldo tabungan kosong, tiba-tiba salah seorang anggota keluarga sakit parah. Sehingga apa boleh buat harta benda yang dimiliki terpaksa dijual, termasuk rumah yang sedang dihuni.
Ah andaikan ada lembaga pengelola biaya kesehatan bagi masyarakat. Yang menerima dan menyimpan hasil penyisihan penghasilan dari setiap keluarga, untuk kemudian menyalurkannya tatkala perlu. Karena faktanya setiap keluarga produktif mampu menganggarkan cadangan bagi kesehatan.
Seorang supir angkutan umum berceritera bahwa setiap hari dia harus mengeluarkan uang jajan untuk kedua buah hatinya sebesar Rp 15.000 per anak. Jika dia mampu mengeluarkan biaya jajan yang notabene bukan pengeluaran primer, tentunya dia bisa menyisihkan Rp 1.000 per hari atau Rp 30.000 per bulan untuk setiap anggota keluarga.
Harapan saya terkabul pada tahun 2014 dengan diluncurkannya jaminan kesehatan nasional melalui lembaga yang ditunjuk pemerintah yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Setiap warganegara di setiap lapisan masyarakat bisa menikmati layanan kesehatan, dengan “hanya” membayar iuran.
Mengapa “hanya”? Karena seperti kisah supir angkutan umum di atas, sebetulnya setiap warga masyarakat bisa menyisihkan penghasilannya untuk kebutuhan mereka yang teramat penting yaitu kesehatan. Dan jumlah iuran yang disetor sebetulnya sangat kecil dibanding pengeluaran lainnya, terlebih yang bersangkutan bisa menerima layanan kesehatan sangat besar.
Diluar ekspektasi peserta BPJS Kesehatan menerima semua layanan kesehatan meliputi tindakan promotif, preventif, kuratif serta rehabilitatif. Contohnya, selain pengobatan umum, peserta bisa menikmati layanan imunisasi dasar, pembersihan karang gigi dan pembuatan protesa gigi/gigi palsu. Layanan pembersihan karang gigi diberikan dengan pertimbangan karang gigi bisa menyebabkan radang gusi, gigi goyah bahkan gigi lepas. Sedangkan protesa gigi/gigi palsu dibutuhkan lansia yang kehilangan giginya agar bisa menjalankan aktivitas secara normal.
Konsul ke dokter spesialis juga merupakan layanan kesehatan yang diterima peserta BPJS Kesehatan. Layanan ini sangat membantu karena kondisi saya sekarang tak memungkinkan untuk berobat ke dokter spesialis, sementara tanpa obat, penyakit saya akan kambuh dan menghalangi rutinitas kerja.
Berbekal surat rujukan (yang ternyata telah diterbitkan secara online) yang diberikan oleh dokter umum di puskesmas yang ditunjuk, saya mendatangi rumah sakit swasta tempat dokter ahli berpraktek dan mendapat pelayanan yang sama seperti ketika harus membayar langsung dari kocek pribadi.
Bukan itu saja, seorang teman berkisah bahwa adik iparnya menderita kanker . harta benda yang dimiliki jelas tak mungkin menutup semua tagihan rumah sakit, tapi berkat kepesertaan BPJS Kesehatan pasien bisa pulang tanpa mengeluarkan uang sepeserpun.
Berbagai keberhasilan yang diraih BPJS Kesehatan membuat banyak perusahaan swasta mengalihkan anggaran kesehatan pegawainya ke BPJS Kesehatan. Rasa aman dana kesehatan dikelola lembaga nirlaba yang ditunjuk pemerintah, menjadi penyebabnya. Juga nyaman karena uang yang disetor murni digunakan untuk membiayai kesehatan masyarakat, tidak diputar dulu dalam sektor bisnis lain sehingga terbebas rasa was-was jika merugi/bangkrut.
Keberhasilan BPJS Kesehatan sangat berkaitan dengan penerapan Pancasila sebagai way of life bangsa Indonesia yaitu gotong royong. Kebiasaan bergotong royong tercermin dalam perilaku sehari-hari. Jika tempo dulu masyarakat Indonesia bersama-sama membangun rumah kerabatnya, kini semangat gotong royong spontan timbul ketika anggota masyarakat lain mengalami kemalangan. Koin Peduli Prita yang dikumpulkan untuk Prita Mulyasari contohnya. Juga untuk Darsem, TKI yang akhirnya lolos dari hukuman pancung. Dan yang terkini adalah aksi netizen mengumpulkan sumbangan untuk pemilik warung, ibu Saeni di Serang Banten. Kejadian tersebut merupakan gotong royong spontan, sedangkan BPJS Kesehatan mengelola dana masyarakat secara kontinyu untuk menjamin Indonesia sehat.
Bukankah setiap anggota masyarakat membutuhkan anggota masyarakat lainnya agar tetap sehat. Orang tua murid misalnya, membutuhkan seorang guru yang sehat agar kegiatan ajar- mengajar di sekolah berlangsung lancar. Seorang pemilik pabrik mengharap kesehatan bagi pegawainya agar proses produksi berjalan lancar. Begitu seterusnya.
Agar tercipta kondisi masyarakat yang sehat, iuran kesehatan yang mereka simpan setiap bulannya digunakan untuk menolong yang sakit, apakah itu si murid, orang tua murid, guru, pemilik pabrik atau pegawainya. Bahkan lintas masyarakat, tidak pandang status sosial, jabatan dan kelas ekonomi, semua membutuhkan kesehatan prima untuk menjalankan aktivitas keseharian.Dalam hal ini BPJS bertindak selaku operator yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola biaya kesehatan yang disetor masyarakat dan dari APBN untuk membiayai warga miskin yang tidak mampu menyisihkan dana bagi kesehatannya.
Banyak masyarakat tidak mampu tertolong dengan adanya program jaminan kesehatan. Pada tahun 2014 tercatat sebagian besar peserta dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah atau pekerja informal yang berjumlah lebih dari 9 juta jiwa yang sebelumnya kesulitan untuk mendapat akses kesehatan.
Dalam upaya mewujudkan Indonesia sehat, program jaminan kesehatan nasional (JKN) berkontribusi positif pada perekonomian nasional. Menurut Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), selama 2014 JKN menyumbang Rp 18,6 triliun bagi ekonomi Indonesia. Jumlah tersebut berasal dari peningkatan layanan kesehatan Rp 4,4 triliun, kenaikan pendapatan industri farmasi Rp 1,7 triliun, penambahan lapangan pekerjaan sektor kesehatan Rp 4,2 triliun dan pembangunan rumah sakit Rp 8,36 triliun. Sungguh tak terduga. Menjadi peserta BPJS Kesehatan yang disiplin membayar iuran ternyata tidak hanya menjamin kesehatan diri sendiri serta keluarga tetapi juga membantu sesama warga yang membutuhkan. Mewujudkan Indonesia Sehat berarti turut serta menghapus lelucon: “Orang Miskin Dilarang Sakit” di bumi Indonesia. Karena dibutuhkan warga masyarakat yang sehat dalam membangun Indonesia. Sehat fisik serta psikis. Esensi Indonesia sejahtera dan makmur yang sesungguhnya. Sumber data: www.beritasatu.com






Frozen 2 - Febre Congelante 01


Pada jaman dahulu kala, hiduplah seorang putri yang cantik molek di suatu negara bernama Kerajaan Pisang. Dinamakan Kerajaan Pisang karena negara ini penghasil pisang nomor satu di dunia. Setiap harinya ribuan kontainer pisang diekspor ke negara lain, menyebabkan Sang Raja sangat sibuk menghitung upeti. Satu kontainer berarti satu kotak upeti.
Berbeda dengan Raja, ibunda Putri Pisang, Sang Ratu asyik berbelanja. Kesukaannya pelesir keseluruh penjuru dunia, menghabiskan koin emas untuk membeli mantel bulu cerpelai dan intan permata. Putripun kesepian.
Tak tahan menanggung duka karena kesepian, sang putri sakit. Tiba-tiba dia merasa malas makan. Jus pisang kesukaannya sama sekali tak disentuh. Nugget pisang yang biasanya disantap dengan lahap, membuatnya mual kemudian dimuntahkan.
 Akibat tak ada sebutirpun makanan yang masuk keperutnya, raga Sang Putri melemah. Tubuh moleknya mulai menyusut. Wajah putih pualamnya berubah menjadi pucat bak tak berdarah. Warna merona dari bibir merahnya berganti bilur kebiruan pertanda cairan ditubuhnya mulai surut. Kondisi Sang Putri akhirnya terdengar ke telinga Sang Raja.
Bersama dengan Sang Ratu bergegas ia menengok Sang Putri dan keduanya tertunduk dalam sesal. Penyesalan yang selalu datang terlambat. Betapa lamanya mereka menelantarkan putri kesayangan hingga sakitnya sang cahaya hati baru diketahui begitu lambat.
Segera Sang Raja memanggil ahli pengobatan dari seluruh pelosok negara. Dan seperti diduga merekapun tak mampu. Karena tabib istana telah angkat tangan gagal mengobati sakit Sang Putri. Cairan beras kencur, brotowali dan ekstrak mengkudu hanya membuat perut Sang Putri bergejolak dan memuntahkan isinya. Sakit Sang Putri bertambah parah.
 Bingung melihat kondisi putrinya yang semakin menyedihkan, akhirnya Sang Raja mengeluarkan maklumat: “Siapa yang sanggup mengobati Sang Putri, jika dia adalah laki-laki dan masih bujang maka akan menjadi suami Sang Putri. Jika dia seorang bujang perempuan akan menjadi saudara perempuannya. Sedangkan jika yang menyembuhkan adalah laki-laki atau perempuan tua maka akan mendapat hadiah mas intan permata serta sebuah istana peristirahatan milik kerajaan.
******
Senja mulai tenggelam. Sang Putri terbangun dari tidur panjangnya. Akibat kelelahan memuntahkan isi perut, rupanya dia tertidur lama. Matanya sayu menatap kearah taman, mencari bayang-bayang hari. Sayang, yang dilihatnya hanya dedaunan yang mulai berganti warna menjadi hitam kelam.
 Tok ….. tok … tok … , suara ketukan lirih di pintu kamar membuatnya menoleh. Ah rupanya Bon-bon, anak pengurus istana bagian pengadaan makanan. Sejak kecil mereka berteman dan Bon-bon kerap membawakannya permen bon-bon sehingga Sang Putri memanggilnya Bon-bon. Lupa nama asli pemuda itu.
“Hai masuklah, ada apa?”
 “Tuan Putri mau ikut hamba? Ada pasar malam di luar istana. Disana ada banyak makanan. Cobalah, Tuan Putri mungkin bosan menyantap makanan istana sehingga selalu muntah.”
“Ada makanan apa di pasar malam?”
“Oh bermacam-macam. Ada combro, bulatan parutan singkong yang diisi tumisan oncom kemudian digoreng. Ada cilok, bulatan aci yang dicolok dengan sambal kacang. Ada putri noong, bulatan parutan singkong yang berisi pisang, dikukus dan dibalut parutan kelapa”.
 “Ah, nampaknya menggiurkan. Tapi bagaimana caranya? Badanku lemah sekali”. “Hamba siap menggendong Tuanku Putri. Ayolah. Jika nanti berhasil makan, tentunya badan Tuanku Putri akan kuat kembali untuk berlari-lari seperti sedia kala”.
Dengan berbalut mantel, Sang Putri keluar istana bersama Bon-bon. Rupanya dia cukup kuat untuk tidak digendong. Mungkin semangatnya yang begitu besar untuk sembuh menjadikan Sang Putri mampu berjalan walaupun terhuyung-huyung dan dipapah Bon-bon.
Dan haiiii …… indahnya dunia!!!
 Sang Putri takjub melihat keriuhan pasar malam. Ada berbagai makanan disini, tidak hanya kue-kue yang diceritakan Bon-bon tapi juga masakan dengan harumnya yang menggoda. Mulai dari sate, mi bakso, empal gentong hingga soto betawi.
Kesemuanya terlihat maknyus dan menggoda tapi Sang Putri hanya melihat, tak ingin menyantapnya. Dia malah tertarik pada sekumpulan perhiasan terbuat dari kerang dan perca kain. Diperhatikannya satu demi satu, dipatut-patut seputar jari dan lengan. Tiap penjual rupanya memiliki khas masing-masing.
Tak terasa,  Sang Putri dan Bon-bon terpisah oleh gelapnya malam dan riuhnya pengunjung pasar malam. Ketika tersadar, langkah putri ternyata mulai memasuki lorong-lorong perumahan yang tak dikenalnya. Rasa takut mulai menghinggapi. “Ah kemana Bon-bon, kenapa aku tadi tak memegang tangannya erat-erat?’ sesalnya dalam diam.
Secercah sinar nampak dikejauhan. Terdengar suara perempuan menyenandungkan kerinduan pada bulan purnama. “Akhirnya ……”, bergegas Sang Putri mendatangi sinar lampu yang ternyata berasal dari sebuah jendela.

Dari balik jendela yang kumuh, Sang Putri melihat seorang gadis melahap makanannya dengan nikmat. Rambut sang gadis diikat dua. Keringat nampak mengalir di pelipis dan lehernya. Pipi dan bibirnya memerah karena kepedasan.
dok. Diah didi.com

 Penasaran akan makanan yang sedang disantap sang gadis, diapun mengetuk pintu: Tok….tok …… “permisi” Tak berapa lama pintu terbuka, dan … ..
“Oh Tuan Putri bertandang kerumah hamba”, sang gadis membungkukkan badan dan bersujud takzim. “Kau kenal aku, kau siapa?”
“Hamba bekerja di istana, Tuan Putri. Tugas hamba menyeblaki kasur dan bantal-bantal”
 “Oh, aku tak pernah melihat dirimu”.
“Hamba dilarang mendekat karena tubuh hamba penuh debu. Selain itu, hamba hanya bekerja outsourcing”
Ah, Sang Putri paham. Telah lama dia mendengar bahwa pihak istana mengontrak pihak lain untuk mengerjakan pekerjaan kasar di istana. Lebih murah dan praktis. Tetapi kini Sang Putri lebih tertarik pada makanan yang tadi disantap sang gadis dengan asyiknya.
 “Ini apa?” tanya Sang Putri melihat makanan berwarna merah dan tulang belulang ayam. “Oh itu kerupuk Tuan Putri. Saya sangat lapar, tidak punya cukup uang untuk membeli minyak goreng, sehingga kerupuk aci saya seduh, saya beri bumbu cabe rawit, kencur dan bawang. Cekernya diberi koki istana”.
 Wajah sang gadis mendadak pucat pasi, teringat bahwa ceker ayam tersebut diberikan diam-diam oleh pembantu koki. Dia takut, jangan….jangan …..
Tetapi nampaknya Sang Putri tidak peduli, dia mengambil sesendok makanan sang gadis, mengamati, dan … “Bolehkah aku mencicipi?” “Oh tentu, tentu, …… tapi jangan itu, saya ambilkan yang baru dari penggorengan”

Sekejap kemudian semangkok kerupuk aci berwarna merah cabe dan 3 potong ceker tersaji di depan Sang Putri.
“Silakan Tuan Putri”.
Awalnya Sang Putri menyantap dengan was-was, tapi sesudah santapan kedua, wow…wow …… pastinya Sang Putri sangat menikmati karena tak lama kemudian dia makan dengan lahap dan sekejap kemudian sepiring kerupuk aci itu tandas tak bersisa, bahkan Sang Putri menjilati sisa sisa bumbu cabe.
“Aduh enak sekali. Aku belum pernah makan makanan seenak ini. apa namanya?” Sang gadis menggeleng. “Hamba hanya membuat begitu saja, tanpa nama”.
“Oh jika demikian kita namakan saja Seblak, pekerjaanmu kan menyeblaki kasur. Siapa namamu?”
“Hamba biasa dipanggil Seblak karena tugas hamba tersebut”
“Oh berarti namamu Putri Seblak. Apakah kamu tidak mendengar sayembara ayahku? Siapa yang bisa membuatku makan akan menjadi saudaraku. Nah kamu sekarang menjadi saudaraku. Namamu Putri Seblak. Yuk kita pulang dan buatkan aku seblak seenak tadi”
****
Kemana Bon-bon? Oh ternyata dia melihat Sang Putri makan seblak dengan lahap dan segera dia melapor ke istana, tentunya untuk meminta hadiah yang dijanjikan: “menjadi suami Sang Puteri”.
Sayang tidak semudah itu, pihak Mahkamah Agung menelusuri kebenaran laporan dan memutuskan bahwa Putri Seblaklah yang berhasil mengobati Sang Putri, bukan Bon-bon. Tapi pihak istana dengan adil memberinya intan berlian serta istana peristirahatan yang dijanjikan.

Mereka bertiga akhirnya berteman. Menghabiskan hari-hari yang menyenangkan dengan menelusuri lorong-lorong kerajaan untuk mencicipi berbagai kuliner dan menuliskannya di blog masing-masing. Tak lupa mereka juga sering bereksperimen membuat masakan dengan racikan yang sesuai selera mereka dan mengunggah hasilnya ke blog pribadi. Ya , mereka bertiga adalah The Three Musketeers dalam dunia Food Blogger.


noted:
kisah rekaan semata


Newer Posts Older Posts Home

Pageviews last month

Search This Blog

ABOUT ME



Assalamualaikum, hai saya Maria G Soemitro, mantan chief accounting yang menyukai sisik melik environment, cooking dan drama Korea,  saya bisa dihubungi di : ambu_langit@yahoo.com
Selengkapnya tentang saya bisa klik disini, penghargaan yang saya peroleh ada disini

Pertemanan

Follow by Email

Translate

POPULAR POSTS

  • 5 Rekomendasi Channel Food YouTuber Untuk Usaha Kuliner
  • Mau Usaha Kuliner di Masa Pandemi Covid 19? Simak 5 Langkah Awalnya!
  • Graceful Family, Mencari Pengakuan Ibu Kandung
  • Dating in the Kitchen, Saat Paman Jatuh Cinta Pada Keponakan
  • Nasi Tutug Oncom, Makanan Wong Cilik Anu Kacida Raosna!

Featured Post

Roti Susu Kental Manis, Gampang Bikinnya Legit Rasanya

    Saya sedang mengudap roti susu kental manis (SKM), lho. Sambil ngetik tulisan ini, ada secangkir kopi kental dan seloyang roti sisir...

Categories

  • lifestyle 193
  • review 111
  • drama korea 78
  • kuliner 74
  • healthy 53
  • blogging 49
  • review kuliner 37
  • finansial 35
  • budaya 26
  • travelling 19
  • Environment 17
  • beauty 14
  • fiksi 14
  • Zero Waste Lifestyle 13
Powered by Blogger.
Powered By Blogger

Blog Archive

  • ►  2021 (8)
    • ►  January (8)
  • ►  2020 (188)
    • ►  December (11)
    • ►  November (20)
    • ►  October (16)
    • ►  September (17)
    • ►  August (10)
    • ►  July (12)
    • ►  June (6)
    • ►  May (23)
    • ►  April (26)
    • ►  March (19)
    • ►  February (9)
    • ►  January (19)
  • ►  2019 (112)
    • ►  December (7)
    • ►  November (6)
    • ►  October (8)
    • ►  September (12)
    • ►  August (6)
    • ►  July (11)
    • ►  June (9)
    • ►  May (28)
    • ►  April (13)
    • ►  March (6)
    • ►  February (3)
    • ►  January (3)
  • ►  2018 (54)
    • ►  December (4)
    • ►  November (16)
    • ►  October (5)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (6)
    • ►  June (4)
    • ►  May (5)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
  • ►  2017 (53)
    • ►  December (9)
    • ►  November (5)
    • ►  October (3)
    • ►  September (8)
    • ►  August (2)
    • ►  July (5)
    • ►  June (6)
    • ►  May (9)
    • ►  April (3)
    • ►  March (1)
    • ►  January (2)
  • ▼  2016 (5)
    • ▼  November (2)
      • Berkat BPJS, Orang Miskin (Tidak) Dilarang Sakit
      • Asal Mula Nama Seblak
    • ►  January (3)
  • ►  2015 (25)
    • ►  October (1)
    • ►  September (14)
    • ►  March (2)
    • ►  February (8)
  • ►  2014 (2)
    • ►  December (2)

SUBSCRIBE & FOLLOW

SUBSCRIBE NEWLETTER

Popular Posts

  • Graceful Family, Mencari Pengakuan Ibu Kandung
    “Kau adalah kegagalan” “Aku bahkan tak bisa membuangmu” Pernah melihat atau mendengar seorang ibu berkata begitu kejam dengan ...
  • Nasi Tutug Oncom, Makanan Wong Cilik Anu Kacida Raosna!
    “Mbak, beli nasi tutug oncomnya ya?” Begitu sapaan Suzy setiap berpapasan di area Taruna Bakti Bandung, lokasi anak-anak saya dan...
  • Jangan Ngebakso Sultan ya, Ntar Ketagihan Lho!
    “Bakso Bandung enak semua”, kata Azizah Azizah, tetangga sebelah rumah saya di Cigadung.   Baru pulang dari tugasnya berbu...
  • 5 Rekomendasi Channel Food YouTuber Untuk Usaha Kuliner
      “Apa yang bisa membuatmu merasa happy?” Jika saya mendapat pertanyaan tersebut, jawabannya adalah ilmu/wawasan baru. Ilmu/wawasan baru...
  • Mau Usaha Kuliner di Masa Pandemi Covid 19? Simak 5 Langkah Awalnya!
      Rebecca (Becky) Bloomwood dalam novel Confessions of a Shopaholic yang ditulis Sophie Kinsella, mendapat nasehat dari ayahnya: “Berhemat...

Lifestyle

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates