Burnout Syndrome pada IRT dan 5 Tips Mengatasinya

   
maria g soemitro.com

Burnout Syndrome pada IRT dan 5 Tips Mengatasinya


Pernah merasakan gejala burnout?
Burnout, pengertian sederhananya adalah keletihan mental. Sedangkan secara lebih luas:

Burnout adalah keadaan kelelahan emosional, fisik, dan mental yang disebabkan oleh stres yang berlebihan dan berkepanjangan. (Sumber: dropbox.com)
Ada masanya, saya merasa perempuan karir lebih beruntung dibanding IRT atau perempuan dengan profesi di KTP “mengurus rumah tangga”. Saya berpendapat, perempuan karir bisa resign, kemudian melamar di perusahaan lain.

Sedangkan  ibu rumah tangga, masa mau mem-PHK suami dan anak, trus ganti suami dan anak? 😀😀

He he he tentu saja itu zaman dahulu kala. Saat saya belum sampai pada pemahaman, bahwa setiap orang punya problemnya masing-masing. Perempuan karirpun tak semudah itu gonta ganti kerjaan. Persaingan semakin tajam. Mereka harus bertempur dengan rasa bosan, atasan galak, teman sekantor yang julid dan sebagainya.

Demikian pula ibu rumah tangga. Bagun pagi tatkala anggota keluarga masih terlelap dalam peraduan, baru sempat tidur ketika waktu salat Isya telah lama berlalu.

Alhamdulilah jika punya suami penyayang, mau berbagi tugas. Gimana kalau apes? Dapat pasangan yang doyan selingkuh, gak pernah ngasih nafkah lahir. Sebagai IRT merangkap jabatan, ya cari uang ya mengurus rumah tangga.

Lha … lha …. 😀😀

Daftar Isi:

  • Burnout, nggak Hanya Menimpa Perempuan Karir
  • Pengalaman Burnout bak Mimpi Buruk Berkepanjangan
  • 5 Tips Menangani Burnout Agar Hidup Bahagia

Harus diakui, kultur patriarki menyulitkan perempuan dalam bersikap. Andaikan mau manut saja, pasrah hanya seputar sumur, dapur, kasur, gimana jika suami mendadak meninggal dunia? Sang janda terpaksa menikah lagi agar ada yang memberi nafkah bukan? 

Ada kisah nyata. Seorang janda 4 anak, terpaksa menikah lagi untuk bertahan hidup. Eh suami baru hanya mau memperbolehkan istrinya membawa 2 anak. Terpaksa deh, hanya membawa anak nomor 2 dan 3. Anak sulung dan anak bungsu dia tinggal bersama adik perempuannya, atau bibi anak-anak tersebut.

Akhirnya, demi bertahan hidup,si sulung tidak melanjutkan sekolah, dia kerja serabutan, mengemis, mengamen  agar bisa membeli makanan untuk adiknya yang masih balita, dan bibinya yang mengalami gangguan jiwa.

Berikut beberapa tulisan tentang perempuan yang kesulitan menentukan sikap:
Perempuan Jangan Cengeng, Your Life is Your Choice!
Menyelami Fikih Perempuan Bersama Ustaz Aam Amirudin

   

maria-g-soemitro.com
sumber: freepik.com

Pengalaman Burnout bak Mimpi Buruk Berkepanjangan

Profesi konco wingking, pernah saya alami selama puluhan tahun. Perempuan seperti ini akan mendapat nilai bagus jika mampu melakukan 5 M dengan sempurna, yaitu: Macak, Masak, Mlumah, Manak dan Momong anak.

Diperparah dengan kehadiran 2 kakak ipar yang belum menikah. Wara-wiri di rumah tangga kami, saya diharuskan menganggap mereka sebagai pengganti ayah dan ibu mertua. Padahal beda banget dong ya?

Sebetulnya oke aja sih jika mereka nggak ikut campur urusan rumah tangga. Sayangnya saya apes. Apapun yang saya lakukan dianggap salah. Termasuk sewaktu saya mengajari anak untuk mandiri: mandi sendiri, keramas sendiri, cuci piring/gelasnya sendiri dan seterusnya. 

Mereka melarang. “Kasihan,” katanya, “Anak-anak masih kecil, masa disuruh cuci piring sendiri ?”  Ya ampun, anak-anakku udah SMP, masa dilarang cuci piring sendiri?

Hiks,serasa jadi pelayan rumah tangga yang nggak dibayar. 

Saking  tertekan, saya kerap berpikir bahwa nasib PSK lebih beruntung. PSK  bisa bebas ke rumah ibu kandungnya. Bisa bebas ke rumah saudara-saudaranya, beranjang sana dan membantu keuangan mereka. 

Kondisi saya saat itu pas banget dengan penjelasan Parveen K. Garg dari University of Southern California, Los Angeles yang menjelaskan tentang sindrom burnout yang disebabkan oleh stres kronik. Begini katanya:

"Burnout berbeda dari depresi, yang ditandai dengan suasana hati yang murung, rasa bersalah dan kepercayaan diri rendah.”

Titik balik terjadi ketika saya bertemu dengan seorang bulik, adiknya alm. Ibunda yang berulang kali mengingatkan bahwa saya “seorang sarjana” . Penting untuk digaris bawahi, karena berkat  ucapannya kepercayaan diri saya tumbuh lagi secara perlahan. 

Terlebih saya kuliah sambil kerja, effortnya tentu berlipat ganda dibanding yang hanya kuliah. 

Saya juga diingatkan bulik akan kehebatan alm ibunda yang harus menjanda di usia 36 tahun, sesudah ayahanda meninggal dunia. Ibunda tidak menikah lagi, fokus mencari nafkah hingga anak-anaknya lulus sarjana. 

Huhuhu…..masa perempuan tangguh seperti ibunda punya anak oon yang loyo/letih/lemah/lesu?

  

maria g soemitro
sumber: freepik.com

5 Tips Menangani Burnout Agar Hidup Bahagia

Hidup bahagia itu pilihan. Untuk menuju bahagia, setiap individu harus memilih caranya sendiri dan berjuang sendiri. Orang lain hanya bisa memotivasi dan mendoakan.

Dikutip dari dropbox.com, burnout diartikan sebagai hilangnya motivasi, meningkatnya sinisme, dan menurunnya penghargaan atas diri sendiri.  

Hilangnya motivasi membuat saya kerap berlaku ‘robot’ di pagi hari. Sinismemeningkat,membuat saya sering marah-marah ke anak (duh sedih banget bila mengingat masa-masa itu, maafkan mama ya nak).  

Sehingga penting banget mencari dan mengetuk pintu-pintu penyembuhan burnout syndrome. Berikut ini 5 tips yang saya praktekan:

  

maria g soemitro.com
MT Az Zahra, Oki  Asokawati tubuhnya menjulang 😀😀

Pengajian, Pintu Menuju Pemahaman Diri

Sabar, ikhlas, tawakal, sangat mudah diucapkan, tapi sulit dilaksanakan. Kala  itulah agama berperan. Agama tak pernah salah. Jadi walau keluarga menyindir saya mengikuti pengajian kaum borjuis, saya menggunakan kedua tangan untuk menutup telinga erat-erat.

Lha selama berumah tangga nggak ada yang membimbing saya belajar agama Islam, yo uwis cari sendiri. Alhamdulillah MT Az-Zahra selalu mengedepankan kebutuhan jamaahnya. Sebulan sekali mengundang narasumber yang disukai jamaah.

Narasumber seperti ini biasanya beken, good looking atau kekinian. Seperti almarhum Uje,Ustaz Wijayanto, Okky Asokawati hingga sosok kontroversi, Irena Handono.

Manfaatnya habluminannas, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hablumminallah, saya mengikuti pengajian rutin seminggu sekali. Ustaznya sangat mumpuni dan mampu memberi jawaban yang memuaskan, salah satunya Ustaz Aam Amirudin.

Pengajian memberi saya santapan rohani, obat mujarab untuk keletihan mental.

Pertemuan Arisan Rukun Tetangga (RT), Meningkatkan Tali Silaturahmi

Siapa yang akan direpotin kala seseorang meninggal? Tetangga! 

Yep, karena itu walau bapaknya anak-anak melarang, saya diam-diam ikut pertemuan arisan RT, dengan wanti-wanti pada istri Ketua RT, jika menang, saya minta penyelenggaraan arisan dilakukan di Balai RT saja. 😢😢

Padahal ulama menyarankan penggunaan rumah untuk habluminannas dan habluminallah lho, agar hunian lebih bermanfaat dan berkah. Tapi, ya sudahlah.

 

maria g soemitro.com
sumber: bdg berkebun

Urban Farming, Terapi Emosional dan Psikologis

“Berkebun merupakan salah satu terapi urban stress,’ kata founder Indonesia Berkebun, Ridwan Kamil. Ucapan Gubernur Jabar ini selaras pendapat pakar, Dr Tom Stevens, konsultan psikiater di Rumah Sakit London Bridge, yang bilang:

"Ecotherapy mempromosikan kesejahteraan emosional dan psikologis melalui kegiatan luar ruangan di lingkungan yang hijau,"
Nggak sengaja berkebun, awalnya saya menanam tanaman bumbu seperti kunyit, karena kesal harus membeli bumbu yang akhirnya terbuang. Iya kan? Butuh kunyit seujung kuku, tapi mana bisa belanja hanya segitu, paling tidak harus 1 ons.

Akhirnya saya punya pohon jeruk nipis, daun jeruk purut, pohon salam dan lainnya. Serta  merasakan manfaatnya bagi kesehatan mental. Rasanya bahagia banget melihat tanaman tumbuh dengan subur.

Baca juga: 

Urban Farming ala Atalia Praratya Ternyata Mudah, yuk Ikutan (1)

Urban Farming ala Atalia Praratya Ternyata Mudah, yuk Ikutan (2) 

  

maria g soemitro.com
sumber: forum hijau bandung

Terjun di komunitas peduli lingkungan  hidup

Bencana membawa berkah.  

Nurani saya terusik saat terjadi bencana “Bandung Lautan Sampah”. Berawal dari longsornya timbunan sampah di tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Leuwigajah, sampah penduduk  tak bisa diangkut, menyebabkan bau busuk sampah di segala penjuru Kota Bandung. 

Ternyata sampah yang saya buang bisa menyebabkan orang lain menderita ya? Bagaimana jika sampah itu adalah pembalut yang saya buang? Sampah popok anak-anak saya? 

Berbekal potongan artikel di surat kabar harian “Pikiran Rakyat”, sayapun keluar masuk komunitas peduli lingkungan hidup. Saya belajar mengelola sampah, belajar tentang penghijauan, dan bergabung dalam “Forum Hijau Bandung” yang di kemudian hari bernama “Bandung Juara Bebas Sampah”.

Saya bertemu dengan sosok pegiat lingkungan di Walhi, YPBB Bandung, Greeneration Indonesia. DPKLTS, dan masih banyak lagi. Saya terpesona dengan prinsip hidup mereka yang out the box. Toh mereka bisa hidup layak, berkecukupan sesuai standai mereka. 

Saat itulah saya mengenal “sedekah umur”, istilah lain bekerja tanpa menerima bayaran. Jikapun ada honor, disalurkan untuk kegiatan lingkungan hidup lainnya.

 

maria g soemitro.com
sumber; kompasiana.com

Menulis di Kompasiana. Meningkatkan Kompetensi

Meningkatkan kompetensi, otomatis membantu meningkatkan penghargaan atas diri.
Nggak hanya terjun di lingkungan hidup, saya juga menulis, sebagai perwujudan impian semasa kecil. Dulu, ingin banget punya tulisan yang bisa tembus surat kabar harian. 

Beruntung, salah seorang teman lingkungan hidup berceloteh di facebook sambil menunjukkan postingannya di Kompasiana. Wah boleh dicoba nih.

Begitulah, akhirnya saya menjadi Kompasianer sebelum akhirnya total menekuni profesi blogger. Menurut saya, start menulis di Kompasiana sangat tepat, karena nggak ribet dengan format dan SEO.

Menulis, apapun platformnya sangat berguna. Selain bisa curhat 😀😀 , juga bisa lebih legowo, memahami bahwa setiap masalah harus dilihat dari berbagai sudut pandang.

Sangat bermanfaat bagi para netizen yang kerap asal cuap.😀😀

Setiap kelelahan mental (burnout), mempunyai akar masalah yang tidak selalu sama pada setiap orang. Seperti yang saya alami pastinya berbeda dengan orang lain.

Tapi pintu pengobatannya sama, yaitu agama, penerimaan diri, berusaha meningkatkan kompetensi diri, meningkatkan tali silaturahmi dengan tujuan kebahagiaan diri.

Kebahagiaan yang tak dapat diukur dengan gepokan rupiah, eh dollar 😀😀


sumber gambar cover: freepik.com


13 comments

  1. sedekah umur...konsep yg indah mbak :)
    saya juga pernah mengalami fase2 burnout sbg IRT. Finally, proses melewati dan menghadapi burn out menjadi pengalaman spiritual tersendiri :)

    Salam

    ReplyDelete
  2. Variasi aktivitas dengan passion masing -masing akan mengurangi gejala di atas. Setidaknya memunculkan kenyamanan.

    ReplyDelete
  3. Mungkin bernout syndrome ini terjadi akibat pekerjaan yang menumpuk, misalnya IRT. Oya, apakah cowok sering mengalami Bernout Syndrome ini ya?

    ReplyDelete
  4. Berbagi pengalaman pribadi itu gak mudah. Salut buat Mbak Maria. Yang ditulis tentunya akan jadi pembelajaran dan tambahan ilmu pengetahuan bagi siapapun yang membacanya.

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah ya, nemu banyak kanal buat menyalurkan energi biar enggak kebakaran eh burnout.

    ReplyDelete
  6. Jadi untuk bisa keluar kondisi burn out ini harus ada keinginan kuat dari diri sendiri juga yaa, Mba

    ReplyDelete
  7. keren sekali aktivitas yang Ambu lakukan, benar ya Ambu ibu rumah tangga butuh aktivitas lain biar nggak terkena keletihan mental
    melakukan me time juga salah stu caranya ya Ambu

    ReplyDelete
  8. Legowo bukan berarti juga harus jadi melemah ya Ambu, bisa bangkit berdiri juga dengan melakukan banyak aktivitas bermanfaat sehingga makin percaya diri agar mental tak lagi lelah dengan keadaan

    ReplyDelete
  9. Inspiratif, Ambu
    Burnout syndrome jika tidak segera diatasi bisa menjadi depresi dan ini bahaya banget jika IRT yang mengalami. Bisa kena ke anak-anaknya, seperti banyak kasus rumah tangga yang mengemuka.
    Syukurlah Ambu berkesempatan untuk mengatasi burnout ini, baik lewat agama, menerima diri, upgrade diri, juga via silaturahmi.
    Tips yang membantu ini...

    ReplyDelete
  10. ambu luar biasaaaaaaa.

    setiap manusia memang punya batas ya, dan harus diri sdr yg menyadari dan mengingatkan. kalo engga ya bisa jebol.

    sy sih tidak ada pengalaman berumah tangga. tp sdh beberapa kali mengalami juga burn out. da ga boleh berulang lagi..

    ReplyDelete
  11. Kelelahan mental memang bisa dialami oleh siapapun, iya.. penyembuhan nya harus ada kemauan dari dalam diri
    Menuangkan segala sesuatu pada hal yang lebih positif

    ReplyDelete
  12. Kalau udah burnout memang saya sendiri udah males ngapa-ngapain ya Ambu, dan harus segera dicari solusinya. Ikut pengajuan memang jadi salah satu solusi dimana bisa ketemu banyak orang

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah menemukan penyaluran yang positif dan produktif ya untuk mengatasi burnout. Saya ingat gabung di K itu 2008, dan sering lihat tulisan mbak Maria yang membahas tentang lingkungan jadi HL. Pikir saya saat itu "Keren banget orang ini". Sampai sekarang juga tetap keren lho, walau saya udah nggak aktif di K lagi

    ReplyDelete