![]() |
source:shutterstock |
Tini
Tini berjinjit.
Dia sedang mengintai.
Dia sedang mengintai.
Disana, dibalik pintu
kaca, seorang perempuan cantik sedang tersenyum pada cermin. Sang perempuan cantik mengambil spon bedak, ditepuk-tepuknya pipi, hidung dan kening.
Kemudian dia meringis. Memperhatikan deretan gigi putihnya dengan seksama.
Nampak cukup puas. Tidak ada potongan cabai diantara geligi. Dari tas mungilnya, dia mengeluarkan lipstik, menyapu bibir penuhnya dengan warna merah. Tersenyum kembali pada cermin. Wajahnya berubah. Semakin cantik.
Nampak cukup puas. Tidak ada potongan cabai diantara geligi. Dari tas mungilnya, dia mengeluarkan lipstik, menyapu bibir penuhnya dengan warna merah. Tersenyum kembali pada cermin. Wajahnya berubah. Semakin cantik.
Di mata Tini, kecantikan
sang perempuan bak bidadari.
“Sssttt Tin, Tiniii ...”
Teriakan seorang teman
menyadarkannya.
Dia harus bergegas. Rinai hujan adalah rupiah.
Semakin lama hujan turun semakin banyak rupiah terkumpul.
Dia harus bergegas. Rinai hujan adalah rupiah.
Semakin lama hujan turun semakin banyak rupiah terkumpul.
Tini berlari, menuruni
undakan mall, menuju kerumunan orang yang sedang berteduh.
Lobby mall selalu menjadi tempat favorit kala hujan turun. “Ojek payung, bu?” tanya Tini pada sesosok perempuan berkaca mata. Blazer ungunya terkena tempias. Basah.
Lobby mall selalu menjadi tempat favorit kala hujan turun. “Ojek payung, bu?” tanya Tini pada sesosok perempuan berkaca mata. Blazer ungunya terkena tempias. Basah.
Dia menerima payung yang disodorkan Tini lalu berlari menuju taxi.
Tak hirau Tini berlari-lari kecil membuntutinya.
Tak hirau Tini berlari-lari kecil membuntutinya.
Tapi Tini tak peduli. Kepala Tini penuh.
Dia membayangkan emaknya memoles bibir seperti bidadari yang tadi dilihatnya. Pasti wajah emak akan berubah juga. Lebih cantik.
Dia membayangkan emaknya memoles bibir seperti bidadari yang tadi dilihatnya. Pasti wajah emak akan berubah juga. Lebih cantik.
Emaknya pernah punya lipstik, pemberian
majikan, tempatnya menjadi buruh cuci.
Sekarang habis.
Tak peduli seberapa dalam telunjuk emak masuk ke selongsong lipstik. Tak peduli berapa kali olesan. Hasilnya hanya merah samar.
Sekarang habis.
Tak peduli seberapa dalam telunjuk emak masuk ke selongsong lipstik. Tak peduli berapa kali olesan. Hasilnya hanya merah samar.
Jadi, ketika kondangan, emak harus cukup puas dengan bedak tabur yang dibelinya dari warung.
Noni
Dengan ekor matanya, Noni menangkap sesosok tubuh anak perempuan.
Dia lagi!
Sempat
memergoki anak itu menatap nanar dari balik etalase. Kini makin berani.
Berdiri dibalik pintu kaca, menuju tempatnya bertugas sebagai beauty advisor.
Berdiri dibalik pintu kaca, menuju tempatnya bertugas sebagai beauty advisor.
Semula, Noni mengira
anak itu pengemis, yang akan mendatangi dan bilang minta sedekah untuk biaya sekolah. Seperti pengemis kecil lainnya.
Namun tidak.
Anak perempuan itu tak beranjak masuk. Dia hanya berlama-lama menatap deretan produk di lemari kaca. Memperhatikan perempuan dewasa yang bergantian datang, menanyakan produk, terkadang mencoba tester, dilanjutkan membeli, tak jarang mereka urung karena satu atau dua alasan.
Anak perempuan itu tak beranjak masuk. Dia hanya berlama-lama menatap deretan produk di lemari kaca. Memperhatikan perempuan dewasa yang bergantian datang, menanyakan produk, terkadang mencoba tester, dilanjutkan membeli, tak jarang mereka urung karena satu atau dua alasan.
Noni melirik paket ayam goreng kesukaannya.
Dia tak sempat makan. Konsumen datang silih berganti, membuat rasa laparnya hilang.
Baiklah, jika tak mau uang, mungkin anak perempuan itu tak menolak paket ayam goreng.
Dia tak sempat makan. Konsumen datang silih berganti, membuat rasa laparnya hilang.
Baiklah, jika tak mau uang, mungkin anak perempuan itu tak menolak paket ayam goreng.
Tangan Noni melambai.
Anak perempuan itu bergeming. Tak beranjak.
Matanya melontar tanya.
Matanya melontar tanya.
Noni melihat
kesekelilingnya. Tak ada tanda-tanda konsumen baru.
Bergegas Noni menuju pintu, digamitnya si anak perempuan agar mau mengikutinya.
Bergegas Noni menuju pintu, digamitnya si anak perempuan agar mau mengikutinya.
“Ini untuk kamu makan
nanti ya”, kata Noni sambil mengangsurkan kantong plastik berisi paket ayam
goreng.
Anak perempuan itu
menerimanya, mengucap terimakasih, lirih, nyaris tak terdengar.
Namun tak segera beranjak. Sorot matanya tertuju pada lemari kaca.
Namun tak segera beranjak. Sorot matanya tertuju pada lemari kaca.
“Ada apa?” tanya Noni.
“Mmmm ..., harga
lipstiknya berapa?
Noni nyaris tertawa.
What? Anak kecil tanya
harga lipstik?
Noni menaksir umur anak
perempuan itu baru 9-10 tahun.
Sebesar anak perempuan tetangga yang baru duduk di bangku kelas 3 SD.
Bedanya, anak perempuan yang berdiri di depannya nampak kumal. Cipratan air cileuncang mewarnai rok dan blusnya.
Sebesar anak perempuan tetangga yang baru duduk di bangku kelas 3 SD.
Bedanya, anak perempuan yang berdiri di depannya nampak kumal. Cipratan air cileuncang mewarnai rok dan blusnya.
“Buat emak”, tiba-tiba
anak perempuan itu berkata.
Seolah menjawab pertanyaan yang tak terucap dari mulut Noni.
Seolah menjawab pertanyaan yang tak terucap dari mulut Noni.
“Oh, yang mana? Yang ini?”,
Noni menyebut deretan angka, harga
lipstik, yang ditunjuk si anak perempuan.
“Terimakasih”, kali ini
suara si anak perempuan lebih lantang.
Dia mengangguk.
Kemudian bergegas pergi.
Dia mengangguk.
Kemudian bergegas pergi.
![]() |
source: tokopedia |
Tini
Kubangan air cileuncang memuncratkan airnya. Tanpa
sengaja Tini menginjaknya.
Hatinya begitu bahagia. Cita-citanya membelikan lipstik bagi emaknya, hampir terwujud.
Tabungannya hampir mencapai jumlah yang disebut bidadari pemberi ayam goreng. Esok, usai menyewakan payung, Tini akan kesana.
Hatinya begitu bahagia. Cita-citanya membelikan lipstik bagi emaknya, hampir terwujud.
Tabungannya hampir mencapai jumlah yang disebut bidadari pemberi ayam goreng. Esok, usai menyewakan payung, Tini akan kesana.
Banyak orang bilang,
emaknya dulu adalah kembang desa.
Perawan tercantik yang disunting jejaka paling tampan didusun Margasari.
Sayang nasibnya malang. Usai menikahinya, sang jejaka pamit ke kota dan tak pernah kembali.
Menitipkan Tini dalam rahimnya.
Perawan tercantik yang disunting jejaka paling tampan didusun Margasari.
Sayang nasibnya malang. Usai menikahinya, sang jejaka pamit ke kota dan tak pernah kembali.
Menitipkan Tini dalam rahimnya.
Sekuat apapun Tini dan
emaknya mencari jejak ayah kandungnya, tak menunjukkan titik asa.
Kota telah menelannya. Membiarkan emak si Tini menjadi buruh cuci.
Juga berjualan kopi disela-sela waktu.
Kota telah menelannya. Membiarkan emak si Tini menjadi buruh cuci.
Juga berjualan kopi disela-sela waktu.
Nomaden, karena emak si
Tini tak punya modal. Modalnya hanya beberapa renteng kopi seduh sachet dan
beberapa slof rokok. Air termos dibelinya dari warung nasi.
Rp 3.500 per termos.
Rp 3.500 per termos.
Seperti sore itu. Emak si Tini duduk di trotoar. Pada pot
semen berisi penghijauan kota.
Menunggu supir angkot yang akan meneriakkan pesanannya. Awan pikiran emak si Tini menerawang jauh, menuju awan di dusunnya, dusun yang ramah, dusun yang selalu tersenyum pada penghuninya.
Menunggu supir angkot yang akan meneriakkan pesanannya. Awan pikiran emak si Tini menerawang jauh, menuju awan di dusunnya, dusun yang ramah, dusun yang selalu tersenyum pada penghuninya.
Tiba-tiba ...
Razia! .... lari ada razia! ....
Kekacauan terjadi. Beberapa PKL berlari kearahnya. Emak si Tini tak sempat bersiap.
Tak lari. Tubuhnya terlindas. Termos dan kardus dagangannya kocar kacir.
Gelap.
Tak lari. Tubuhnya terlindas. Termos dan kardus dagangannya kocar kacir.
Gelap.
Noni
Noni tersenyum. Dia
sedang bahagia. Rekening banknya membengkak.
Akumulasi THR dan bonus atas rangking kerjanya. Supervisor dan pimpinan cabang merasa puas.
Angka penjualan meningkat di area Noni bertugas.
Akumulasi THR dan bonus atas rangking kerjanya. Supervisor dan pimpinan cabang merasa puas.
Angka penjualan meningkat di area Noni bertugas.
Dia teringat Tini.
Anak perempuan yang mendamba lipstik Wardah. Lipstik berbentuk tabung dengan kuas aplikator yang nampak mewah. Sahabat setianya. Noni menyukai lipstik Wardah karena lembut mengelus bibir, mewarnai hingga penuh dan menetap di sana.
Anak perempuan yang mendamba lipstik Wardah. Lipstik berbentuk tabung dengan kuas aplikator yang nampak mewah. Sahabat setianya. Noni menyukai lipstik Wardah karena lembut mengelus bibir, mewarnai hingga penuh dan menetap di sana.
Lipstik dibutuhkan bukan
sekedar profesinya sebagai beauty advisor,
tapi kemampuan lipstik menambah cahaya wajah. Menambah percaya diri.
Banyak orang respek padanya ketika berpenampilan rapi dan sempurna, dengan pilihan lipstik yang tepat.
Apa yang membuat Tini
memilih lipstik Wardah untuk emaknya? Kemasannya?
Warnanya? Hasil akhirnya di bibir Noni?
Warnanya? Hasil akhirnya di bibir Noni?
Noni mengambil sebuah
lipstik dari lemari kaca. Warna merah natural yang dapat
dipakai semua kulit. Ditulisnya harga lipstik pada nota. Dia akan membayar
ketika Tini tiba.
Tini
Tini tersedu.
Emaknya demam. Sudah tiga hari tergolek. Tubuh tipisnya bak menyatu dengan kasur kumuh.
Emaknya demam. Sudah tiga hari tergolek. Tubuh tipisnya bak menyatu dengan kasur kumuh.
Tini hanya menggeleng
ketika tetangga bertanya tentang BPJS. Emak belum sempat mengurus surat pindah,
dari desanya ke kota. Atau mungkin tak tahu?
“Ngga punya BPJS mah
repot neng. Ke dokter harus bayar mahal”
Tini mengambil kaleng
bekas biskuit. Kaleng yang dipungutnya dari lapak tukang rongsok.
Dibukanya. Dihitungnya lembaran kertas dan logam.
Tabungan upah ojek payung. Walau tanpa
menghitung, Tini tahu pasti jumlahnya,
sebesar harga lipstik dambaan untuk emak.
sebesar harga lipstik dambaan untuk emak.
Tini menghela napas.
Masih ada hari esok. Dia bisa mulai menabung.
Di luar gubuk, mentari
memancarkan sinarnya.
Garang.
Pertanda kemarau telah tiba.
Keterangan:
Cileuncang = air selokan yang kerap meluap ke jalan raya
Ya, lipstiknya belum jadi dibeli, sudah game over.
ReplyDeleteKumaha ieu ambuuuu...? :-)