Terkadang
sulit sekali melaksanakan suatu keputusan yang baik. Banyak halangan untuk memulainya. Misalnya ingin diet gula, eh kita malah banyak-banyak makan ice cream. Atau ingin mulai
menabung untuk masa depan, eh malah tergoda membeli barang konsumtif. Agar tercapai, kita harus bersiasat dengan mencari “teman”. Bisa siapa saja, dan dimana saja, karena tujuannya justru untuk diri sendiri. Membicarakannya
dengan “teman” tersebut berguna mengingatkan
diri kita secara terus menerus, syukur-syukur mendapat tambahan input atau
kasus si “teman” bisa menjadi motivasi. Asyik, bukan?
Salah
satu teman yang sering saya ajak ngobrol dan diskusi adalah supir angkutan umum
(angkot). Karena kemanapun saya pergi selalu mengandalkan layanan transportasi publik
ini. Untuk mengusir kebosanan akibat macet atau perjalanan jauh saya sering
mengobrol banyak hal dengan mereka, dan jawaban-jawaban mereka sering amazing.
Berikut ini salah satunya:
“Saya ikut arisan bu,
sehari Rp 10.000, lumayan lah kalo kekumpul kan bisa untuk uang muka sepeda
motor”, kata pak Asep.
Pak Asep seorang sopir
angkutan umum (angkot) yang ramah yang kerap saya temui dalam perjalanan pulang/pergi
dari rumah. Dan untuk kesekian kalinya
saya melihat dia memberikan sejumlah uang sambil bercanda dengan si penerima.
Kuatir terkena pungli, sayapun memberanikan diri menanyakan tujuan pemberian
uang tersebut.
Wow, ternyata bukan
pungli tapi uang iuran untuk organisasi yang mengayomi mereka serta uang
arisan. Uang arisan inilah yang membuat saya terpana, ternyata seorang sopir
angkot bisa menabung Rp 10.000/hari.
“Mang, kalo Rp 20.000
per hari bisa ngga?”
“Ya sebetulnya bisa,
nanti mungkin saya mau ambil Rp 20.000 seharinya. Teman-teman banyak yang
ngambil 2 atau 3, jadi tiap hari setor 20 ribu atau 30 ribu, narik arisannya
bisa 2-3 kali.
Penjelasan supir angkot
ini sangat menarik karena itu saya mencoba menanyakan beberapa hal lagi dan
mencoba menyimpulkan:
- Sebetulnya dia bisa menabung Rp 20.000/hari atau sekitar 500.000/bulan karena menurut penuturannya dia bekerja 25 hari-30 hari setiap bulannya.
- Tujuan dia arisan hanya untuk mengumpulkan uang agar bisa membayar uang muka sepeda motor, seperti yang dimiliki teman-temannya, atau pembelian konsumtif.
- Memilih mengumpulkan uang secara konvensional yaitu arisan yang berarti tidak memiliki kelebihan manfaat apapun. Jika terjadi sesuatu pada mereka, uang yang diterima hanya sebesar yang berhasil dikumpulkan.
- Pak Asep enggan menabung di bank karena takut habis untuk membayar biaya bunga (tentu maksudnya adalah biaya administrasi).
- Investasi yang diketahuinya emas, tanah dan deposito. Pak Asep hanya tertarik pada emas karena mudah dicairkan.
Sementara
itu pak Asep harus memiliki:
- Tabungan hari tua, simpanan apabila terjadi kemalangan yang tidak diinginkan tapi tidak bisa dihindarkan seperti meninggal, sakit kronis dan cacat tetap.
- Tabungan untuk pendidikan anak, ketiga anaknya masih duduk di bangku SD dan SMP. Sementara biaya pendidikan mengalami inflasi 10 – 20 %.
Ironi seperti inilah
yang banyak terjadi di masyarakat. Berjuta-juta jumlahnya. Seperti pemilik warung,
pemilik kios di pasar, pemilik toko
kelontong, sebetulnya mereka bisa menyisihkan anggaran untuk masa depan,
terlebih di waktu-waktu tertentu mereka
mendapat rejeki yang lumayan. Sayang, akibat sedikitnya informasi mengenai pengelolaan uang
secara bijak, banyak diantara mereka menghabiskan penghasilannya untuk barang
konsumtif.
Padahal jika sebagian
uangnya ditabung dan diinvestasikan maka
biaya pendidikan anak-anaknya akan terjamin. Di usia pensiunpun mereka bisa hidup
nyaman tanpa harus ngoyo bekerja demi sesuap nasi.
Berbekal ilmu merencanakan keuangan bersama Sun LifeIndonesia yang menghadirkan pakar keuangan, Safir Senduk, saya mulai berhitung
bersama pak Asep.
Penghasilan:
Penghasilan bersih per hari setelah dipotong uang
setoran, uang bensin, uang makan sebesar Rp 100.000 bersih. Ditambah penerimaan bersih
istrinya sebagai asisten rumah tangga sebesar Rp 25.000, maka total Rp 125.000
merupakan take home pay ( total penghasilan bersih )pak Asep.
Pengeluaran:
Pengeluaran terbesar
umumnya untuk jajan dan biaya transport anak. Listrik , air dan biaya fasilitas
umum lainnya patungan bersama keluarga mertuanya. Sehari-hari istrinya mendapat
lauk pauk dari majikan sehingga bisa mengirit. Total pengeluaran kurang lebih
Rp 65.000 – Rp 75.000.
Jadi sisa
penghasilan per hari : Rp 125.000 – Rp 75.000 = Rp 50.000
Kelebihan uang inilah
yang biasanya kurang jelas pos pengeluarannya sehingga seharusnya bisa dibagi
dalam 2 pos anggaran:
Rp 30.000 (ditabung
di bank karena sewaktu-waktu bisa diambil) + Rp 20.000 ( disimpan dalam lembaga
asuransi untuk menjamin kebutuhan keuangannya
10 tahun mendatang) = Rp 50.000
(total).
Saya memberitahu pak
Asep bahwa sesuai ketentuan Bank Indonesia, setiap bank harus memiliki program
“Ayo Menabung di Bank”. Program menabung yang nyaris sama dengan program asli bank
bersangkutan, bedanya bebas biaya administrasi, nasabah tidak memiliki kartu
ATM dan maksimal penarikan tunai hanya Rp 1 juta/hari.
Rupanya fasilitas “Ayo Menabung di Bank” membuat Pak Asep tertarik dan antusias karena ingin
mengumpulkan uang untuk membeli emas. Sebenarnya sudah lama dia gundah, antara
ingin membeli sepeda motor atau emas sebagai investasi. Menurut Safir Senduk, pembelian tersebut harus produktif, apakah ingin sepeda motor untuk mengojek atau ingin membeli emas yang nilainya akan bertambah tinggi
Berikutnya saya
mencoba menerangkan tentang asuransi. Umur pak Asep 41 tahun, sudah tidak muda, memiliki 1 istri
dan 3 orang anak yang berusia 13 tahun, 8 tahun dan 5 tahun. Berarti 10 tahun
lagi dia membutuhkan simpanan dana cukup banyak, baik untuk biaya pendidikan, biaya pernikahan
anak, atau bahkan jika rezekinya mencukupi bisa digunakan untuk ibadah haji.
Pak Asep bisa mengalihkan uang arisannya agar terkumpul
di bank dengan tujuan asuransi.
Kalkulasinya sebagai berikut: 25
x Rp 20.000 = Rp 500.000/bulan. Uang sebesar itu bisa digunakan untuk membayar
premi setiap bulannya.
Apa saja keuntungan
yang didapat pak Asep? Tergantung jenis asuransi yang diambil tapi umumnya
memberikan yang dibutuhkan seorang kepala keluarga yaitu uang pertanggungan.
Misalnya pak Asep mengambil uang
pertanggungan Rp 100 juta maka jika meninggal keluarga pak Asep akan menerima
uang tersebut sehingga anak-anak bisa terjamin sekolahnya.
Juga apabila terjadi
kecelakaan yang menyebabkan cacat tetap, dan pak Asep tidak bisa menekuni
profesinya, maka ia akan menerima Rp 100
juta, sehingga pak Asep bisa tenang menjalani hari demi hari.
“Apakah uangnya nanti
gampang diambil?” Pertanyaan ini acap menjadi momok warga masyarakat. Terlebih seperti
kata pak Asep, ada tetangga yang sulit
sekali mencairkan polis, dia harus
menyertakan kartu keluarga dan berbagai surat keterangan lainnya.
Saya mencoba
menjawab, bahwa surat-surat dibutuhkan untuk memproteksi nasabah. Lha jika polis terselip hilang dan diklaim oleh
orang yang tidak bertanggung jawab gimana? Karena itu dibutuhkan surat-surat
lengkap agar uang pertanggungan diserahkan pada orang yang benar-benar berhak.
Saya
juga menganjurkan pada pak Asep agar memilih perusahaan asuransi yang sudah
teruji. Contohnya Sun Life Indonesia yang merupakan bagian dari Sun Life
Finacial Inc. perusahaan jasa keuangan terkemuka di dunia yang didirikan tahun 1865 di Toronto, Kanada
dan telah beroperasi di seluruh dunia.
Tak
terasa perjalanan jauh dari Caringin ke Dago terlewati. Sungguh tidak terduga,
berbincang-bincang tidak hanya menghilangkan kebosanan perjalanan, juga bisa berbagi sedikit pengetahuan. Mungkin pak Asep belum bisa mengambil keputusan dengan cepat, tapi
setidaknya dia tahu bahwa dirinya punya banyak pilihan untuk merencanakan masa
depan. Terlebih jika dia mau berbagi dengan rekan-rekannya tentang kemungkinan
itu.
Semoga.
ilustrasi gambar : kaskus.co.id, baltyra.com,guzryant.com
No comments