Nostalgia 7 Majalah Favorit


Punya majalah favorit?

Maksudnya tentu majalah cetak. Skip majalah Bobo ya? Selain karena udah kelamaan eranya, juga ngga ada saingan. Sementara 7 majalah favorit yang terpilih karena target segmen serta  ragam topik  yang disajikan.

Tentu  beberapa majalah sudah almarhum alias rest in print. Huhuhu sedih, padahal walau udah ngga berlangganan, sesekali saya masih suka beli. Rasanya lebih nyaman membaca versi cetak dibanding online-nya. Mata ngga capek. Ketika  lelah, si majalah bisa menjadi penutup wajah, pengantar tidur. Coba deh membaca via   ponsel atau tab, kan ngga bisa untuk penutup wajah.  :D  :D

Oke langsung aja kita ngobrolin  majalah favorit yang dimaksud.
Ini dia:

Majalah Horison
sumber: tribunjateng

Awalnya saya membaca majalah Horison karena terpaksa. Sebagai anak ABG yang gemar melahap habis semua bacaan, saya kehabisan buku serta majalah, eh ada majalah isinya cerpen, baca ah .....
Ternyata, ... bahkan hingga kini, saya masih sering mengulang paragraf demi paragraf artikel/cerpen/puisi  yang dimuat majalah Horison. Jika dulu disebabkan ngga langsung paham,  sekarang untuk menikmati kalimatnya, pemilihan diksinya.

Lahir tahun 1966,  majalah sastra Horison diterbitkan atas dasar  idealisme pendirinya, yaitu:  Mochtar Lubis, PK Ojong, Zaini, Arief Budiman, dan Taufiq Ismail. Tak heran Horison harus mendapat suntikan dana dari  banyak pihak, seperti  Kompas, Tempo, Femina, dan Sinar Harapan, bahkan di masa jaya.

Majalah Horison yang saya temui kala itu merupakan koleksi almarhum bapak. Beliau suka banget baca dan rupanya nurun ke saya. Juga seorang paman, yang berprofesi sebagai wartawan,  kerap membawa majalah Horison,  kemudian menyimpannya di rumah untuk menambah koleksi bapak.
Sesudah dewasa, saya acap membeli secara ngeteng. Atuda  satu eksemplarpun ngga abis-abis :D  :D Ngga hanya untuk menikmati isinya, juga belajar membuat fiksi. Walau  gara-gara terlalu berpatokan pada cerpen di majalah Horison, saya jadi mati gaya. Tulisan fiksi saya jalan ditempat, ngga maju atau mundur. Mungkin penyebabnya ngeper baca tulisan sekaliber Ahmad Tohari J

Di usianya yang ke-50,   majalah Horison harus mengikuti perubahan zaman,   bersalin rupa dari bentuk cetak menjadi Horison Online tepatnya di  www.majalahhorison.com.    Saya sering berlama-lama disana,  melahap cerpen, puisi dan esai.

Intisari
sumber: tokopedia

Walau sudah tidak berlangganan,  majalah Intisari masih menghiasi keseharian saya. Majalah ini keren banget. Edisi 10 tahun lalu tak terasa jadul,isinya masih relevan hingga sekarang.

Lagi-lagi  almarhum ayahanda yang jadi penyebab saya menyenangi Intisari. Beliau langganan Intisari beberapa tahun setelah terbit perdana, tahun 1963. Sisa-sisa terbitan tahun 1960-an saya temukan ketika membongkar rumah Sukabumi. Masih bagus. Maklum kelembaban rumah Sukabumi ngga setinggi Bandung. Majalah-majalah tersebut masih layak baca, baik kertasnya maupun isinya.

Ingat intisari, ingat rubrik kriminal. Hihihi ini favoritku banget. Begitu buka Intisari, rubrik kriminal yang pertama kali dibaca. Sesudah itu baru rubrik menarik lainnya, seperti tulisan-tulisanArswendo Atmowiloto yang renyah. Semua artikel Intisari serba krauk-krauk seperti makan kerupuk yang lezat. Termasuk tulisan di rubrik Fauna dan Flora. Bener-bener juara!

Yang paling meninggalkan kesan mendalam adalah keberadaan Intisari dalam menemani tahun-tahun terakhir almarhum bapak. Efek samping penyakit yang dideritanya membuat indera penglihatan bapak  terganggu. Sayalah yang ditugaskan sebagai asisten pembaca.

Rasanya seperti kemarin sore, di  rumah sakit Boromeus, mata bapak merem,  mendengarkan saya membaca artikel yang tidak begitu panjang, dan anekdote yang umumnya menghiasi bagian kaki artikel. Saya tak begitu peduli, apakah bapak mendengar atau sudah tertidur, toh saya menikmati bacaan tersebut. ^_^

Femina
source: marketeers.com

Tidak mudah menentukan Femina sebagai majalah favorit, mengingat banyak majalah yang membidik segmen perempuan dewasa. Dari semua majalah yang terbit,   saya harus bertanya, majalah mana yang paling bermanfaat? Jawabnya adalah Femina,  semua rubriknya saya lahap habis. Mulai dari cerpen, resep masakan, model pakaian hingga rubrik curhatnya, Oh Mama Oh Papa.

Majalah yang digawangi keluarga besar Alisyahbana ini ngga hanya pionir, juga ngangenin. Lembaran majalahnya  catchy, ngga suram seperti banyak lembaran majalah perempuan lain. Fotografinya juga grande. Ini penting lho. Wajah cantik bisa nampak kurang menarik jika fotografernya ngga piawai. Sebaliknya penampilan seadanya bisa terkesan mewah apabila fotografernya juara.

Bagaimana isinya?  Wow, cerpennya keren!  Model pakaiannya bisa banget dijadikan contoh, bahkan dulu pernah ada sisipan pola baju. Kemudian rubrik Gado-gadonya, hmmm .... apakah kamu juga pecinta rubrik ini? Beberapa blogger perempuan kerap mengirimkan tulisannya untuk rubrik Gado-gado. Konon honornya lumayan, #kedip-kedip.

Yang paling ngangenin, resep masakannya dong. Mudah dipraktekkan!  Seingat saya hanya Femina yang punya halaman khusus untuk menunjukkan step by step cara memasak lengkap dengan gambarnya. Hingga kini saya masih  punya bundel khusus lembaran resep tersebut. Dulu sih sering saya buka untuk dipraktekkan. Sekarang? Hihihi ..... sekarang mah tanya Om Gugel aja. :D  :D

Tahun 2017 majalah Femina rest in print,  penggemarnya masih bisa membaca versi online. Walau ngga segreget versi cetak, beberapa rubrik masih saya lihat, termasuk cara membuat masakan secara step by step. Lengkap dengan photographynya yang super duper ketjeh.

Tempo      
source: majalahtempo.co
                                           
Jika pilihan saya untuk majalah perempuan dewasa adalah Femina, maka untuk segmen bapak-bapaknya  ... :D  :D ..., saya pilih Tempo. Hihihi kenapa liputan politik, hukum, sosial dan semacamnya,  selalu diasosiasikan hanya untuk pria ya?

Bahkan pernah lho, dalam suatu tausiah pengajian,  penceramahnya bertanya: “Rubrik apa yang pertama kali ibu baca ketika membuka lembaran surat kabar?”

Saya ngacung dan jawab: “Lembaran pertama ustaz, headline nya atau berita utamanya”.
Eh pak ustaz bilang, “Wah ibu termasuk langka, biasanya ibu-ibu baca halaman tengah atau terakhir. Bagian iklannya”.

Jiah begitulah, mungkin pak ustaz asal-asalan merilis hasil survey, mungkin juga benar. Namun menurut saya, rangkaian majalah dan surat kabar yang wajib ada di setiap rumah tangga, adalah: Kompas, Intisari, Bobo, Femina dan Tempo. Khusus Bobo jika dikeluarga tersebut ada anak-anak ya. Jika tidak,  4 sekawan itu wajib dibaca bersama. Saling mengisi. Saling melengkapi.

Bagaimana jika kondisi keuangan tidak memungkinkan untuk berlangganan semuanya? Ya cukup Kompas dan Intisari, seperti yang dilakukan ibunda saya hingga akhir hayatnya. Walau hanya lulusan SKP (selevel SMP), beliau pembaca segala, apapun dibaca. Dan saya ketularan.

Kembali ke kisah Tempo, majalah ini  beserta  majalah Intisari dan  Trubus menjadi majalah cetak yang masih bertahan. Loversnya banyak, termasuk saya.  Liputan khususnya yang komprehensif  membuat pembaca Tempo setingkat lebih paham masalah dibanding yang ngga baca. Ulasannya menggigit, bikin pembacanya ketagihan.  

Trubus
source: tokopedia

Lagi-lagi gara-gara almarhum bapak, saya menyukai majalah Trubus. Saya tebak, bapak langganan Trubus untuk mengetahui kiat-kiat bercocok tanam. Ya, dulu kan belum ada Om Gugel yang dengan senang hati memberitahu orang kota, bagaimana sih cara bertani agar tidak gagal panen, mengusir hama dan lain sebagainya.

Bapak bukan petani, beliau seorang guru dan sosok pergerakan. Di kala senggang, beliau bertanam di pekarangan rumah kami yang sangat luas di Kota Sukabumi, Saking luasnya, bapak beternak bebek/ayam/entok juga kelinci,  sekaligus bertani. Sehingga pastinya butuh  majalah panduan seperti Trubus.

Hobi urban farming bapak menurun ke saya, minus beternak. Hihi beternak mah ribet. harus ngasih makan segala. Beda dengan bercocok tanam. Lupa nyiram seharipun tak apa.

Walau masih terbit sebulan sekali, Trubus menjadi majalah  terakhir yang  akan saya beli sesudah Intisari dan Tempo. Alasannya yaitu dia,  isi Trubus kan tentang flora dan fauna, sementara saya hanya suka membaca seputar  flora. Akhirnya sebagian isi Trubus hanya lewat begitu saja.

Majalah Energi
source: gramedia.com

Banyak majalah di Indonesia diterbitkan berbekal idealisme pendirinya seperti majalah berbahasa Sunda, Mangle,  majalah sastra Horison, majalah musik, Aktuil dan majalah bertopik teknologi  seperti majalah Energi.

Digawangi sekumpulan alumni teknologi Fisika ITB, majalah Energi hadir untuk memenuhi kebutuhan akan informasi energi baru terbarukan. Pastinya majalah Energi hadir dengan alasan kuat. Energi fosil semakin menipis. Kerusakan yang diakibatkan energi fosil pun bukan main.

Era energi baru terbarukan menampakkan titik terang ketika Barack Obama mengangkat Steven Chu, peraih nobel Fisika sebagai Sekretaris Energi 2009- 2013. Tahun 2011 majalah Energi lahir, sayang harus gulung tikar sebelum menginjak setengah dekade.

Banyak penyebabnya, selain dukungan finansial dan pemasaran, juga teknologi energi baru terbarukan jalan ditempat. Pemerintah Indonesia tidak berani mengambil terobosan. Hingga berdampak tidak banyaknya berita dalam negeri yang seharusnya bisa memicu gairah industri energi baru terbarukan.

Namun, aksi sekecil apapun yang bertujuan positif, pastilah bermanfaat. Kini, majalah Energi yang mengulas secara tuntas energi baru terbarukan di setiap edisinya, hanya bisa ditemukan di beberapa perpustakaan. Menjadi incaran dan menambah manfaat siapapun yang membutuhkan.

Aktuil
source; pophariini.com

Hihi ... diantara kamu mungkin banyak yang belum lahir sewaktu majalah ini mengalami masa jaya, yaitu tahun 1970 – 1975. Tapi percayalah,  di masa itu kamu ngga keren kalo ngga baca Aktuil, majalah musik yang memiliki jaringan kantor perwakilan dan koresponden di luar negeri (Hamburg, München, Berlin, Swedia, Stockholm, Ottawa, Tokyo, Hong Kong, Kowloon, New York).

Ngga heran sisipan posternya keren-keren. Kala itu kamar seorang teenager baru dibilang gaul kalo dindingnya  dipenuhi poster Deep Purple, Freddie Mercury, Queen, Rod Stewart,  Led Zeppelin serta musisi tanah air seperti Ahmad Albar, God Bless, Ucok Harahap, AKA, Giant Step, The Rollies dan masih banyak lagi.

Aktuil , yang mengambil nama dari  nama majalah musik terbitan Belanda, Actueel,  membuat heboh publik Indonesia ketika mampu mengundang  Deep Purple, musisi dunia untuk memuaskan pecinta musik rock di Indonesia. Kala itu pementasan musik luar negeri masih jarang terjadi lho.

Konon gara-gara gelaran Deep Purple , keuangan Aktuil menjadi berantakan. Tahun 1979, penyelamatan dilakukan dengan memindah kantor dari Bandung ke Jakarta. Sayang nasibnya tidak membaik, bahkan pergantian menjadi majalah umum hanya memperpanjang waktu kematian pada tahun 1986.

Ucapan berkabung berdatangan, kebanyakan dari musisi yang berhasil dipopulerkan Aktuil, salah satunya Jelly Tobing, penggebuk drum Giant Step:
 “Semua anak band harus berterima kasih pada majalah Aktuil, karena tanpa adanya majalah pop itu, saya dan teman-teman musisi mungkin tidak dikenal orang. Kami semua tercatat dalam sejarah musik Indonesia berkat Aktuil.”
Ucapan dukacita yang dilontarkan Jelly Tobing menegaskan, betapa kehadiran media, salah satunya majalah cetak, ternyata sangat bermanfaat. Tidak hanya bagi pembaca, juga sosok-sosok pengisinya. Tidak hanya itu, majalah juga berjasa mengguratkan nama dan peristiwa pengisi sejarah. Sejarah tanah air dan dunia.

Nah itu 7 majalah favoritku.

Kamu?


13 comments

  1. Saya juga suka baca Femina punya tante saya dulu 🤣. Plus trubus, karena banyak artikel tentang bunga dan tanaman yang indah.

    ReplyDelete
  2. Saya juga jatuh cinta dengan Horizon. Cerpen dan puisinya jaminan mutu. Dulu pinjamnya diperpus sekolah. Giliran sudah punya gaji eh takbisa beli karena discontinued.
    Saya suka juga readers digest versi English..semacam intisari lah. Belinya loakan hehe. Anehnya anak gadis saya juga suka mbuka majalah. Ajaibnya dia suka: trubus!

    ReplyDelete
  3. Saya suka Intisari. Isinya keren. Tempo juga jarang baca, tapi loncat-loncat bacanya, nggak semua isinya saya nikmati.

    ReplyDelete
  4. Urutan majalah yg dibaca pada masaku itu pertama bobo, kemudian gadis.ummi dan anida Karena masuk asrama perawat dan bacaan diluar dibatasi langsung loncat ke majalah ayah bunda karena persiapan punya anak. Kebiasaan baca biasa dr belakang hehe

    ReplyDelete
  5. Parenting, ayahbunda tuh langganan saya pas hamil dulu. Eh itu majalah Trubus juga keren ya dulu bapak suka baca itu sama intisari juga, ah sekarang sudah tenggelam sama kemajuan digital

    ReplyDelete
  6. Baca Intisari, Tempo, Femina, Kartini

    ReplyDelete
  7. Aku cuma familiar sama Femina nih Ambu. Karena jaman aku sekolah lebih sering baca majalan Gadis, Aneka yes dan Kawanku hehe

    ReplyDelete
  8. Dulu waktu saya kecil di rumah banyak Majalah Trubus. Jadi tiap kali liat majalah itu selalu mengandung nostalgia.

    ReplyDelete
  9. kalau aku majalah jadul favorit aku seventeen,gadis,bobo, muslimah,gogirl dan cosmogirl

    ReplyDelete
  10. Aku baca Intisari, Femina, sama Trubus waktu kecil :D

    ReplyDelete
  11. Paling sedih waktu tau majalah horison dan gogirl berhenti terbit dengan alasan yang sama, kalah saing dengan media online.

    ReplyDelete
  12. Feminaaa...
    Aku suka lihat Ibu serius sekali kalau buka majalah ini.
    Dan paling melekat rubrik "Oh Mama, Oh Papa."

    Legend banget, Ambu...

    Sekarang belum nemu lagi ada majalah yang seperti ini.

    ReplyDelete
  13. Sebagai pengamat majalah, aku suka majalah : Gogirl, Femina, Hai, Tempo, SWA, Duit!, Rolling Stone, Dewi, Clara, Men's Health, The Folio, DAMAN

    ReplyDelete