Who Am I? Saatnya Bertafakur ..

source:  conceiveivf.com


Konon, manusia terbagi atas 4 kepribadian, yaitu Sanguin (si Populer), Koleris (si Kuat), Melankolis (si Sempurna) dan Plegmatis (si Cinta Damai). Tapi kok,  rasanya saya ngga masuk ke salah satu kriteria.

Saya bukan orang yang pandai persuasif. Saya juga,  bukan orang yang selalu ingin mendominasi. Kecuali jika merasa punya pendapat yang benar, sering keukeuh mempertahankan. Dengan banyak argumen yang ngga ngasal pastinya.

Saya juga bukan sosok perfeksionis dan serba teratur. Ih ngga banget. Bahkan mungkin saya termasuk makhluk woles. Wong hidup  cuma sekali. Tapi bukan berarti senang nyepelein orang lain dengan datang terlambat, ya? Ah, itu masuk pembahasan lebih lanjut.

Untuk kategori plegmatis, atau setia atau lebih suka menghindari konflik. Mungkin bisalah. Walau lihat-lihat juga, apa kasusnya. Kalo ada yang buang sampah sembarangan, saya ngga segan singsingkan lengan baju untuk menyuruh orang tersebut memungut sampahnya.
 

Tapi paling tidak ada 5  hal  paling menyolok, yang saya miliki:

Cinta Tanah Air
Saya selalu menangis, ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan dan Sang Saka perlahan berkibar. Nun menantang langit.

Awalnya tidak begitu menyadari. Baru terasa ketika mengikuti upacara pengibaran bendera bareng Kompasianers  di Ciwidey, Bandung Selatan. Saya terguguk, ingin menangis keras.

Saya berandai-andai, jika nekad mengikuti pertandungan  demi pertandingan di Asian Games dan Asian Para Games, saya akan bolak balik menangis. Karena banyak atlet Indonesia memenangkan medali emas. Konsekuensinya Bendera Merah Putih berkibar dan Indonesia Rayapun dilantangkan. Sedangkan saya pulang ke rumah dengan mata sembab. ^_^

Cinta Anak Perempuan
Gara-gara takdir memberi saya 4 orang adik laki-laki dan 3 anak berkelamin pria, membuat saya cinta banget anak gadis. Semua anak gadis. Ngga pilih-pilih. Yang tomboy seperti Mitha the Virgin, saya cinta banget. Atau yang cute menggemaskan mirip IU,  akan saya peluk penuh  cinta.

source: tribunnews.com

Karena itu, sebagai calon ibu mertua, saya ngga galak kok. Siapapun anak gadis yang dipilih anak-anak saya, saya akan mendukung. Mereka. pastinya sudah mendapat “pembekalan” yang cukup dari orang tuanya.  Jiah, jadi mbrebes mili gini, membayangkan tak lama lagi punya 3 anak perempuan. ^_^

Penderita epilepsi yang disayang Allah
Berawal dengan fakta bahwa sebagai pengidap epilepsi, saya telah memiliki “segalanya” yang membuat saya selalu bersyukur.

Maksud dari segalanya adalah saya telah melahirkan anak-anak yang sehat jasmani dan rohani. Tak kurang suatu apa. Tentu saja dari kacamata awam. Mereka berhasil menyelesaikan SD, SMP, SMA dan S1 dengan mulus. Hanya tersisa si bungsu yang kini tengah berkutat menyelesaikan  skripsi di Teknik Fisika ITB.  Ketiga kakaknya lulus perguruan tinggi negeri dengan lancar. Tanpa drama.

Padahal sejak di bangku SD saya harus mengonsumsi obat agar tidak mengalami kekambuhan epilepsi. Kekambuhan merupakan hal paling mengerikan. Banyak sel otak mati ketika pengidap epilepsi mengalami kekambuhan. Kekambuhan membuat badan saya terasa lemas. Saya akan tidur terus menerus selama kurang lebih 2 minggu. Mengerikan ya?

Karena itu, betapa bersyukurnya saya bisa lulus S1 sambil bekerja. Sejak ayahanda menghadap Sang Pencipta ketika saya masih duduk di bangku SD. Ibu harus pontang panting membiayai ke-6 orang anaknya. Saya pun bertekad  kuliah dengan biaya sendiri. Sekitar 7 tahun, saya memiliki 2 profesi sekaligus. Pagi bekerja. Sore hingga malam hari, kuliah.

Cape? Pastilah. Ditambah kenyataan, seorang  penderita epilepsi harus cukup istirahat agar terhindar dari kekambuhan. Tak heran, ketika wisuda tiba, rasanya ingin menerbangkan toga setinggi langit.
Urusan karier pun terbilang lancar. Allah sungguh menyintai saya. Tak putus untaian doa itu saya panjatkan:
Fa bi ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān
"Then which of your Lord's blessings would you both deny?"Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?
source: epilepsyfoundation.com

Ngga mudah menyerah
Jika suatu kali lewat rumah saya tanpa memberitahu. Kamu mungkin akan melihat saya “teterekelan” memanjat pohon, menebang ranting, membuat rak atau beragam pekerjaan tukang lainnya.

Ngga heran, saya pernah jatuh dari pohon sehingga beberapa tahun kemudian muncul epilepsi, bukan?

Saya memang termasuk golongan ” mahluk  hidup” yang tidak mengenal kata menyerah. Beristirahat sebentar, mungkin saya lakukan. Tapi tidak untuk kata menyerah. Terlebih menyerah karena malas melakukannya. Oh, big no. ^_^

Senang dandan
Bertolak belakang dengan kebiasaan teterekelan di pohon serta menyiangi kebun dari rumput. Saya bukan perempuan tomboy. Bahkan termasuk gemar dandan.

Sejak masih di bangku SD, Ibu sudah membelikan make-up kit, yang dengan segera menjadi sahabat saya. Walau uang di kantong menipis, kebutuhan mempercantik wajah dan tubuh tetaplah nomor satu.

Sayangnya beberapa waktu ini, minat tersebut mengendur. Males banget dandan. Saya mulai berani pergi ke supermarket hanya dengan seulas tipis bedak dan lipstik.  Membiarkan wajah saya yang mengeriput dan dipenuhi vlek,  terlihat jelas.

Mengapa ya?

Apakah mungkin karena self confidence saya semakin tinggi?

Atau justru ikhlas  #eh malas #eh 😀😀
 



No comments