Di
blog ini saya ingin mengucapkan Selamat Natal untuk semua teman, kerabat dan
saudara sekandung yang merayakan. Mengapa tidak di status facebook atau
twitter? Hmm, bukan karena pingin beda dari teman lainnya, tapi lebih disebabkan karena saya ingin berkisah.
Setiap
tahun pakde, kakak kandung almarhum ibunda merayakan Natal di rumahnya yang
sederhana di Kota Bandung. Setiap tahun pula sanak keluarga yang beragama Islam
datang dan mengucapkan selamat seperti nampak di gambar:
Jika
saya yang memotret ditambahkan maka ada 4 yang berjilbab, sebagai penanda kami
adalah muslimah. Kadar iman dan pahala, biarlah Allah yang menilai karena
bukankah itu hak prerogatifNya? Yang jelas kami mengobrol dan bersenda gurau. Makan
bersama-sama. Baik kue-kue, buah-buahan dan makanan utama.
Uniknya
hidangan utama Natal bukan dimasak oleh bude, istri pakde, tapi anak menantunya yang
beragama Islam. Putera pakde ada lima dan anak sulungnya berpindah agama Islam
sejak kuliah. Dia bertemu dengan calon istri yang kemudian dinikahi ketika bekerja
di suatu perusahaan. Beruntung istri kakak sepupu saya ini pintar masak dan
melarang mertuanya ‘capek’, sehingga setiap Hari Natal, dia memasak untuk semua
tamu. Hebat bukan?
Padahal
Vidi, istri kakak sepupu saya memiliki 3 anak yang masih kecil-kecil. Suatu alasan
jitu jika dia enggan memasak seribet hidangan Natal. Selain itu dia juga harus
ngantor sejak pagi hingga sore. Perusahaan tempatnya bekerja hanya memberikan hari
libur tepat di hari Natal.
Sebagai muslimah,
dia menunjukkan perilaku mulia dengan menganggarkan uang pribadinya untuk
berbelanja dan memasak hidangan Natal yang komplit. Tahun ini lauk pauk nasi
liwet berupa pecel, lalap sambal, sambel goreng kentang, oseng-oseng cumi, ayam
goreng, bacem tempe dan bacem tahu, perkedel kentang, bakwan udang, oseng-oseng paria, sup bakso dan …………, sayur
jengkol!! , hehehe saya ngga tahu persis dimasak apa sayur jengkolnya, mungkin
oseng-oseng atau sambal goreng karena saya ngga berani makan, takut dampak bau
di kamar mandi mengakibatkan geger orang serumah :D
Setiap
tahun berbeda hidangannya. Tahun kemarin tumpeng nasi kuning lengkap dengan
laukpauk seperti ayam goreng, urap, sambel goreng tempe, iga bakar dan …, aduh lupa apa lagi karena terlupa
memotret saking asyiknya makan ^-^
Eratnya
silaturahim membawa dampak kehidupan yang nyaman antar kerabat, tetangga dan anggota
masyarakat lain. Terlebih jika yang berlainan agama tersebut adalah saudara
kandung atau mertua.
Bukankah menyenangkan orang lain lebih baik daripada
melukai hatinya? Bukankah dengan menyajikan hidangan Natal, Vidi menyenangkan
hati semua orang? Bukankah dengan datang di hari Natal, saya dan kerabat
muslimah lainnya mampu membuat keluarga pakde tersenyum bahagia, seperti halnya
ketika keluarga pakde datang ke kerabat yang beragama Islam di Hari Lebaran.
Saling
mengunjungi, saling mengucapkan turut bersuka cita, tak membuat kami (saya dan
kakak sepupu) ingin berpindah agama lagi. Jadi mengapa ucapan Selamat Natal
menjadi masalah?
Bahkan
Menteri Agama yang telah kafah pemahaman agamanya mengucapkan Selamat Natal
dalam tweetnya?
@lukmansaifuddin. "Buat umat kristiani yg bersukacita, Selamat Merayakan Natal...
Damai di bumi, damai di hati... Semoga kita terus rukun dalam cinta kasih."
Sayang, tidak semua kisah seindah itu. Salah seorang
bulik, adik sepupu almarhum ayahanda memiliki anak perempuan yang berpindah
agama juga. Dari agama Khatolik ke agama Islam. Karena menurut pada suaminya,
anak perempuan ini jangankan memasak makanan bagi orang tuanya di Hari Natal,
datangpun tidak. Tentu saja tidak datang berarti tidak mengucapkan selamat
Natal. Hingga ayah dan ibunya sering merasa sedih. Puncaknya ketika si anak
perempuan meninggal dunia, sang suami tidak memberi tahu pada ayah ibunya. Apa penyebabnya?
Entahlah.
Akhirnya sekitar sebulan kemudian barulah orang tua dan
saudara-saudara kandung mengetahui bahwa anak/ saudara perempuan mereka
mendadak meninggal dunia karena penyakit jantung. Apakah mereka marah? Alhamdulilah
tidak, mereka berbesar hati dan berlapang dada. Kemudian tanpa banyak
pertimbangan yang njlimet mereka mengadakan tahlilan dengan mengundang majelis
taklim dari masjid dekat rumah tinggal mereka. Indah bukan?
Ayah. Ibu dan
saudara-saudara yang berbeda agama berbesar hati melupakan sakit hati ketika
anak perempuan/saudara perempuan enggan mengucapkan Selamat Natal, dan justru
membuatkan tahlilan di hari ke 40, juga pada peringatan setahun meninggalnya di
bulan Desember ini. Ah, jangan-jangan
manfaat lain tahlilan adalah untuk mengeratkan silaturahim? Atau lebih tepatnya seperti tweet berikutnya dari menteri agama kita:
@lukmansaifuddin "Mari beragama untuk memuliakan sesama
manusia, bukan meninggikan diri sendiri, apalagi saling merendahkan
sesama..,"
Indahnyaaaaa.......
No comments